Latar Belakang
Proyek terowongan sering menghadapi tantangan overrun biaya dan waktu, dengan 9 dari 10 proyek infrastruktur transportasi mengalami overrun biaya (Flyvbjerg et al., 2003). Penyebab utamanya meliputi ketidakpastian geologi, variabilitas kinerja konstruksi, dan peristiwa disruptif. Tesis doktoral Mohammad Mohammadi (2024) dari KTH Royal Institute of Technology memperkenalkan pembaruan pada Model KTH untuk mengatasi masalah ini melalui pendekatan probabilistik.
Studi Kasus: Proyek Terowongan Uri, India
-
Estimasi Waktu Lebih Akurat: Model KTH yang diperbarui digunakan untuk menghitung waktu konstruksi terowongan Uri di India, dengan mempertimbangkan:
-
Ketidakpastian geologi melalui distribusi Poisson untuk zona geoteknik.
-
Variabilitas kinerja konstruksi (misalnya, pengeboran dan peledakan) yang dibagi menjadi 3 komponen: variabilitas tipikal, penundaan kecil mesin, dan penundaan kinerja kru.
-
Peristiwa disruptif seperti kegagalan mesin atau kesalahan manusia yang dimodelkan sebagai variabel stokastik.
-
-
Hasil: Model ini menghasilkan distribusi probabilitas waktu konstruksi, bukan estimasi tunggal, sehingga memungkinkan manajemen risiko yang lebih dinamis.
Inovasi Model KTH
-
Pemodelan Geologi dengan Metropolis-Hastings (MH) Algorithm:
-
Memungkinkan simulasi round-by-round untuk proyek dengan multi-heading.
-
Contoh: Pada terowongan Uri, model ini mengungkap bahwa rata-rata waktu konstruksi 16.118 jam dengan standar deviasi 354 jam ketika critical path tidak pasti, lebih rendah dibandingkan estimasi tradisional (17.256 jam, deviasi 518 jam).
-
-
Work Breakdown Structure (WBS):
-
Membagi aktivitas konstruksi menjadi unit-unit kecil (e.g., pra-pengeboran, peledakan, lining beton) untuk estimasi lebih rinci.
-
Keuntungan: Subjektivitas ahli berkurang karena fokus pada unit aktivitas spesifik.
-
-
PERT Distribution untuk Aktivitas Unit:
-
Menggantikan distribusi segitiga yang umum digunakan, menghasilkan estimasi lebih realistis dengan mempertimbangkan skewness data.
-
Analisis Komparatif
-
vs. Model DAT (Decision Aids for Tunneling):
-
Model KTH tidak memerlukan profil ground class yang rinci, cukup proporsi zona geoteknik terhadap panjang terowongan.
-
Lebih fleksibel untuk proyek dengan data geologi terbatas.
-
-
vs. Model Spačková:
-
Model KTH menggunakan produksi effort (Q) sebagai dasar perhitungan, bukan laju advance, sehingga bisa memetakan dampak aktivitas individu terhadap waktu total.
-
Implikasi untuk Industri
-
Kontraktor: Dapat mengoptimalkan sumber daya dengan memahami komponen variabilitas kinerja.
-
Klien: Memiliki dasar lebih kuat untuk alokasi risiko dalam kontrak, terutama terkait kondisi geologi yang tidak terduga.
-
Regulator: Model ini mendorong adopsi pendekatan probabilistik dalam perencanaan proyek infrastruktur.
Kritik dan Tantangan
-
Keterbatasan Data: Model bergantung pada subjektivitas ahli untuk input distribusi.
-
Kompleksitas: Penerapan algoritma MCMC dan MH memerlukan kompetensi teknis tinggi.
-
Validasi: Sulit dilakukan karena sifat rahasia data proyek.
Kesimpulan
Pembaruan Model KTH oleh Mohammadi menawarkan solusi revolusioner untuk manajemen risiko proyek terowongan. Dengan menggabungkan ketidakpastian geologi, kinerja konstruksi, dan peristiwa disruptif, model ini tidak hanya meningkatkan akurasi estimasi tetapi juga mengurangi bias optimisme dalam perencanaan.
Sumber : Mohammadi, M., Spross, J., & Stille, H. (2024). Risk Management in Tunneling Projects: Estimation and Planning. KTH Royal Institute of Technology.