Mengatasi Krisis Air di Rote Ndao: Inovasi Panen Hujan dengan Teknologi Konservasi Sumber Daya Air

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda

21 Mei 2025, 09.24

pixabay.com

Pendahuluan: Ketika Musim Kering Menjadi Ancaman Nyata

Kabupaten Rote Ndao, sebuah wilayah di Nusa Tenggara Timur, menghadapi tantangan serius dalam menyediakan kebutuhan air bersih dan irigasi pertanian. Meskipun memiliki potensi curah hujan yang cukup tinggi pada musim penghujan, daerah ini mengalami lonjakan drastis dalam ketersediaan air saat musim kemarau berlangsung hingga 8 bulan. Inilah yang menjadi sorotan utama dalam penelitian Paul G. Tamelan, Maximilian MJ Kapa, ​​dan Harijono, yang mengkaji strategi panen hujan air berbasis teknologi konservasi sumber daya air.

Dengan pendekatan multidisipliner antara teknik sipil, agribisnis, dan konservasi lingkungan, studi ini menghadirkan solusi praktis dan terukur untuk memanfaatkan hujan secara optimal, mengurangi limpasan permukaan, serta meningkatkan cadangan udara tanah dan permukaan di daerah kering.

Kondisi Air di Rote Ndao: Defisit Kronis dan Tantangan Topografi

Secara klimatologis, Rote Ndao tergolong daerah beriklim kering yang hanya menerima curah hujan antara 800–1.200 mm per tahun, sebagian besar jatuh dalam rentang 3–4 bulan (Desember–Maret). Setelah itu, kekeringan menjadi musuh utama masyarakat lokal, terutama petani dan peternak.

Topografi wilayah yang terdiri dari lahan miring membuat hujan air mengalir cepat ke laut, menciptakan tantangan tambahan berupa limpasan tinggi, risiko erosi, dan meminimalkan infiltrasi ke dalam tanah. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa sebagian besar air hujan tidak termanfaatkan karena tidak adanya sistem penyimpanan dan serapan yang memadai.

Solusi Konservatif: Teknologi Sumur Resapan dan Embung

1. Sumur Resapan: Solusi Infiltrasi untuk Akuifer Dangkal

Penelitian menunjukkan bahwa teknologi sumur resapan sangat efektif untuk mengembalikan air hujan ke dalam tanah. Sumur resapan ini Ditempatkan pada titik-titik strategi berdasarkan analisis topografi dan sistem aliran permukaan menggunakan pemetaan GIS.

Dengan kapasitas infiltrasi tinggi, sumur ini mampu:

  • Mengisi kembali akuifer dangkal.
  • Mengurangi potensi banjir.
  • Menstabilkan ketersediaan udara di musim kering.

Penempatan sumur dilakukan berdasarkan arah limpasan permukaan dan potensi tangkapan air. Hal ini sejalan dengan pendekatan infiltrasi aktif oleh Alley & William (2001) yang menekankan pentingnya penyerapan air hujan untuk mengisi ulang cadangan udara tanah.

2. Embung (Reservoir Kecil): Penyimpanan permukaan yang Efektif

Embung dirancang untuk menampung air hujan dan limpasan yang terjadi selama musim penghujan. Secara matematis, kapasitas tampung embung dihitung berdasarkan rumus:

Vn = Vu + Ve + Vi + Vs

Di mana:

  • Vu = kebutuhan hidup sehari-hari,
  • Ve = kehilangan udara karena penguapan,
  • Vi = infiltrasi dasar dan dinding kolam,
  • Vs = kapasitas sedimen.

Dengan volume hujan udara yang masuk ke embung mencapai 1.774.029 m³, maka embung dapat mengakomodir kebutuhan udara untuk 7,6 ha lahan di wilayah Rote Barat, dengan kebutuhan harian 7.412 m³.

Studi Kasus: Rote Barat dan Potensi Areal Irigasi

Hasil penelitian menyebutkan bahwa wilayah barat Kabupaten Rote memiliki potensi areal sebesar 12.518 ha dengan pola tanam padi-padi-palawija. Kebutuhan irigasi sebesar 1,12 liter/detik/hektar dipenuhi melalui integrasi embung dan sumur resapan.

Fakta Menarik:

  • Masa tanam dimulai pertengahan Desember saat curah hujan maksimum.
  • Rata-rata kebutuhan udara : 96,77 m³/hari/ha.
  • Tersedia volume air irigasi yang memadai untuk sebagian besar lahan di wilayah sasaran.

Implementasi Permasalahan: Infrastruktur Tanpa Sinergi

Sayangnya, keberhasilan teknis ini tidak selalu diikuti oleh keberhasilan implementasi. Studi ini mengungkap bahwa banyak embung yang rusak, tidak terpakai, atau dibangun di lokasi yang jauh dari areal pertanian. Hal ini disebabkan oleh:

  • Ego sektoral antar lembaga pemerintah.
  • Kurangnya koordinasi dengan masyarakat.
  • Minimnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan.

Temuan ini menjadi peringatan bahwa teknologi canggih sekalipun tidak akan efektif tanpa tata kelola yang inklusif dan kolaboratif.

Rekomendasi Praktis: Sinergi Teknik dan Partisipasi Sosial

Untuk menjamin keberhasilan program konservasi air berbasis panen hujan di Rote Ndao, penulis menawarkan strategi penguatan, antara lain:

  • Pendekatan Integrated Water Resource Management (IWRM) dengan prinsip efisidengan prinsip efisiensi, pemerataan, dan ekologis ekologis.
  • Penentuan lokasi embung berdasarkan topografi dan aksesibilitas lahan pertanian.
  • Penguatan hak kepemilikan lahan dan kesepakatan antar pihak sebelum pembangunan.
  • Pengujian permeabilitas tanah sebelum konstruksi untuk menghindari kebocoran embung.

Opini Kritis dan Perbandingan

Jika dibandingkan dengan program panen hujan air di daerah semi-arid India atau teknologi sumur resapan di Kenya, pendekatan di Rote Ndao masih menghadapi hambatan kelembagaan dan keterbatasan skala.

Namun, pendekatan berbasis lokal, dengan pemanfaatan teknologi sederhana seperti sumur resapan dan embung, justru lebih berkelanjutan karena:

  • Lebih murah.
  • Tidak tergantung listrik atau sistem mekanik.
  • Dapat dipelihara oleh masyarakat desa secara mandiri.

Keterkaitan dengan Tren Global: Solusi Lokal untuk Krisis Global

Dunia tengah menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan udara. FAO mencatat bahwa lebih dari 40% populasi dunia hidup di wilayah dengan tekanan udara tinggi. Pendekatan seperti di Rote Ndao merupakan contoh nyata dari solusi lokal yang dapat diterapkan secara global, terutama untuk wilayah tropis dengan curah hujan musiman.

Kesimpulan: Harapan dari Rote Ndao

Penelitian ini bukan sekadar laporan teknis, tetapi merupakan perwujudan harapan. Dengan desain konservasi udara berbasis ilmiah, partisipatif, dan adaptif terhadap kondisi lokal, Rote Ndao menunjukkan bahwa krisis udara dapat dilawan dengan strategi yang tepat.

Namun, implementasinya memerlukan komitmen lintas sektor. Pemerintah daerah, masyarakat, dan akademisi harus bersinergi menjaga dan mengembangkan infrastruktur konservasi udara agar tetap relevan dan fungsional.

Sumber:

Tamelan, PG, Kapa, ​​MMJ, & Harijono. (2020). Upaya Panen Air Hujan untuk Mengatasi Kekurangan Air Berbasis Teknologi Konservasi Sumber Daya Air di Kabupaten Rote Ndao . Jurnal Ilmiah Teknologi FST Undana, 14(2). ISSN: 1693-9522.