Building Information Modeling (BIM) telah menjadi standar baru dalam pengelolaan proyek konstruksi di banyak negara maju. Dengan kemampuannya menyatukan data visual dan teknis dalam satu platform kolaboratif, BIM diyakini mampu meningkatkan efisiensi, mengurangi kesalahan desain, dan mempercepat durasi proyek. Namun, seperti yang diungkap dalam studi Esraa Hyarat, Tasneem Hyarat, dan Mustafa Al Kuisi (2022), penerapannya di Jordan—salah satu negara berkembang di Timur Tengah—masih mengalami tantangan serius.
Mengapa Studi Ini Penting?
Sektor konstruksi Jordan menyumbang 4,4% terhadap PDB dan mempekerjakan sekitar 6,6% tenaga kerja nasional. Namun, sektor ini masih mengandalkan metode tradisional yang tidak efisien. Penerapan BIM dapat menjadi solusi strategis untuk mempercepat transformasi digital di sektor ini. Sayangnya, studi ini menemukan bahwa adopsi BIM sangat terbatas karena berbagai hambatan yang belum terselesaikan.
Metodologi Penelitian: Survei dan Analisis Statistik
Peneliti menyebarkan kuesioner kepada 150 perusahaan AEC (arsitektur, teknik struktur, manajemen fasilitas, dan quantity survey) yang terdaftar di asosiasi profesional di Jordan. Sebanyak 118 responden memberikan jawaban lengkap (response rate 78,6%). Survei ini mengevaluasi 20 hambatan utama terhadap implementasi BIM menggunakan skala Likert 5 poin dan dianalisis dengan metode Relative Importance Index (RII) serta ANOVA satu arah.
Profil Responden
- 39% berasal dari perusahaan arsitektur
- 33,9% dari teknik sipil/struktur
- 12,7% dari manajemen fasilitas
- 14,4% dari quantity survey
- 63% responden memiliki gelar sarjana, 37% magister
- Sebagian besar berpengalaman 1–10 tahun di industri
Temuan Utama: Hambatan Paling Signifikan dalam Implementasi BIM
Lima hambatan teratas yang dinilai paling signifikan adalah:
- Biaya pelatihan staf BIM yang tinggi
- Biaya perangkat lunak BIM
- Kurangnya pedoman resmi BIM
- Kurangnya pengetahuan teknis dan kesadaran tentang BIM
- Investasi awal BIM yang besar
Sebaliknya, hambatan seperti kurangnya koneksi internet, pemadaman listrik, dan teknologi saat ini dinilai paling tidak signifikan. Hal ini masuk akal karena Jordan relatif maju dalam infrastruktur digital di wilayahnya.
Analisis Perbedaan Persepsi Antar Jenis Perusahaan
ANOVA satu arah menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam penilaian hambatan antara perusahaan:
- Perusahaan arsitektur menilai kurangnya profit dari BIM sebagai hambatan utama.
- Manajemen fasilitas melihat bahwa BIM justru meningkatkan profit, bukan sebaliknya.
- Perusahaan teknik sipil menilai teknologi saat ini tidak memadai dan mendorong adopsi baru.
- Quantity surveyor mengutamakan isu pelatihan dan investasi awal sebagai hambatan utama.
Diskusi: Mengapa Hambatan Ini Terjadi?
- Biaya Pelatihan dan Lisensi: Banyak perusahaan konstruksi di Jordan bekerja pada proyek pemerintah atau swasta dengan anggaran terbatas. Mereka enggan berinvestasi pada pelatihan jika tidak ada insentif langsung.
- Kurangnya Pedoman BIM: Tanpa standar nasional atau pedoman resmi, perusahaan tidak memiliki acuan untuk implementasi. Ini menciptakan keraguan dan ketakutan akan kegagalan.
- Kesadaran dan Pengetahuan Rendah: Meski ada kesadaran dasar terhadap BIM, sebagian besar profesional belum memahami fungsinya secara menyeluruh. BIM dianggap rumit dan tidak sepadan dengan biaya jika tidak didukung pelatihan memadai.
Perbandingan dengan Negara Lain
Studi ini mencerminkan tantangan serupa yang terjadi di negara berkembang lainnya:
- Nigeria: Hambatan terbesar adalah kurangnya dukungan manajemen dan biaya perangkat lunak.
- Ethiopia: Tidak tersedia pelatihan profesional dan pedoman BIM.
- Malaysia: Keterbatasan tenaga kerja terampil jadi kendala utama.
Namun, negara-negara seperti Inggris dan Singapura berhasil mengatasi hambatan ini melalui regulasi wajib BIM untuk proyek pemerintah dan insentif fiskal.
Rekomendasi dan Solusi Strategis
- Subsidi Pemerintah: Pemerintah Jordan perlu mensubsidi biaya pelatihan dan lisensi untuk mendorong adopsi BIM.
- Penerbitan Pedoman BIM Nasional: Standarisasi akan mengurangi ambiguitas dan meningkatkan kepercayaan industri.
- Integrasi Kurikulum Pendidikan: BIM harus menjadi bagian dari kurikulum arsitektur dan teknik sipil di universitas.
- Kerjasama Internasional: Perusahaan lokal bisa belajar dari negara-negara yang telah sukses mengadopsi BIM.
- Workshop dan Pelatihan Reguler: Asosiasi profesional seperti JEA dan JCCA dapat menjadi pelopor dalam penyebaran edukasi BIM.
Kesimpulan: Menata Ulang Masa Depan Konstruksi Jordan dengan BIM
Studi ini menegaskan bahwa kendala utama dalam adopsi BIM di Jordan bukanlah teknologi, tetapi pada sumber daya manusia dan struktur kelembagaan. Diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan kebijakan publik, pendidikan, dan insentif industri agar BIM dapat diadopsi secara luas dan efektif.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Hyarat, E., Hyarat, T., & Al Kuisi, M. (2022). Barriers to the Implementation of Building Information Modeling among Jordanian AEC Companies. Buildings, 12(150). MDPI.