Pendahuluan
Sebagai wilayah yang berada di zona subduksi aktif antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia, Yogyakarta memiliki kerentanan tinggi terhadap aktivitas seismik. Sejarah mencatat berbagai gempa besar pernah melanda kawasan ini, termasuk gempa dahsyat tahun 2006. Dalam konteks ini, pemetaan bahaya gempa yang lebih presisi menjadi krusial untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan aman terhadap risiko geologi.
Artikel karya Bambang Sunardi menyajikan pendekatan baru dalam kajian percepatan tanah dengan menggunakan metode deagregasi bahaya gempa sebagai dasar perhitungan percepatan tanah sintetis (synthetic ground acceleration). Pendekatan ini penting dalam pengembangan peta mikrozonasi gempa dan perencanaan infrastruktur tahan gempa di kota yang terus berkembang seperti Yogyakarta.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan percepatan tanah sintetis (synthetic ground acceleration) di wilayah Kota Yogyakarta berdasarkan hasil deagregasi bahaya gempa. Fokus utama penelitian ini bukan hanya menampilkan nilai percepatan maksimum, tetapi juga menganalisis sumber bahaya dominan yang memengaruhi intensitas guncangan.
Dalam konteks praktis, hasil studi ini berguna untuk:
-
Perencanaan bangunan tahan gempa.
-
Peta mikrozonasi kawasan rawan gempa.
-
Simulasi kerusakan akibat guncangan permukaan.
Metodologi
Apa Itu Deagregasi Bahaya Gempa?
Deagregasi adalah proses analitik dalam seismologi yang memisahkan kontribusi berbagai sumber gempa terhadap percepatan tanah di suatu lokasi. Dengan metode ini, peneliti dapat mengetahui:
-
Sumber gempa dominan.
-
Jarak efektif dari pusat gempa.
-
Magnitudo gempa paling berpengaruh.
Prosedur Analisis:
-
Pemilihan Lokasi: 12 titik koordinat tersebar di Kota Yogyakarta dijadikan lokasi pengamatan.
-
Data Input:
-
Parameter seismotektonik dari katalog gempa BMKG.
-
Kurva pelemahan gempabumi (Ground Motion Prediction Equation/GMPE).
-
-
Perhitungan Probabilistik:
-
Percepatan tanah ditentukan berdasarkan periode ulang 500 tahun dan 2.500 tahun (yang mewakili skenario gempa moderat dan ekstrem).
-
-
Analisis Deagregasi:
-
Menentukan kontribusi gempa berdasarkan parameter jarak dan magnitudo.
-
-
Generasi Gelombang Tanah Sintetis:
-
Menggunakan program komputer berbasis stochastic finite-fault model untuk menghasilkan bentuk gelombang percepatan tanah.
-
Hasil Utama
Nilai Percepatan Tanah Maksimum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa percepatan tanah maksimum (PGA) bervariasi antar titik, berkisar antara 0.15 hingga 0.38 g. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan standar gempa nasional (SNI 1726-2012) untuk wilayah serupa.
Sumber Gempa Dominan
Deagregasi mengindikasikan bahwa sebagian besar kontributor percepatan tanah berasal dari:
-
Zona subduksi Selatan Jawa, dengan magnitudo antara M6.5–M7.5.
-
Sesar lokal Opak dan Dlepih, meskipun lebih jarang, namun memberikan kontribusi percepatan tinggi pada lokasi tertentu di sisi timur dan selatan Yogyakarta.
Karakteristik Gelombang Sintetis
Gelombang sintetis yang dihasilkan memiliki:
-
Durasi guncangan dominan antara 20–25 detik.
-
Frekuensi dominan <10 Hz.
-
Amplitudo yang meningkat seiring kedekatan dengan sumber gempa.
Studi Banding
Mikrozonasi gempa sebelumnya umumnya mengandalkan pendekatan makroseismik atau rekaman sejarah kejadian gempa. Penelitian ini memberi lompatan penting dengan berbasis data probabilistik dan model komputer, menjadikannya lebih objektif dan presisi.
Jika dibandingkan dengan peta mikrozonasi gempa Kota Padang (LIPI, 2010) atau Jakarta (PusGen, 2017), studi ini memberikan keunggulan dalam:
-
Pemisahan kontribusi sumber gempa.
-
Penyajian gelombang tanah realistis (bukan hanya nilai PGA).
-
Relevansi langsung ke aplikasi teknik sipil dan simulasi bangunan.
Implikasi Praktis
Data percepatan tanah sintetis memiliki manfaat luas dalam perencanaan kota:
-
Perencanaan Struktur Bangunan: Menentukan spek bangunan sesuai tingkat risiko seismik.
-
Zonasi Wilayah Aman vs Rawan: Untuk keperluan hunian, fasilitas publik, atau kawasan industri.
-
Simulasi Evakuasi: Menentukan area dengan durasi guncangan lebih panjang atau amplifikasi tanah tinggi.
-
Sertifikasi Lahan: Pengembang dapat menggunakan data ini sebagai rujukan nilai keamanan seismik lahan.
Kelebihan dan Kelemahan Studi
Kelebihan:
-
Pendekatan berbasis data dan probabilistik.
-
Penyajian data kuantitatif yang bisa langsung diaplikasikan dalam desain teknik.
-
Peta distribusi PGA dan bentuk gelombang sintetis yang informatif.
Kelemahan:
-
Tidak mempertimbangkan efek topografi dan kondisi geologi lokal secara detil.
-
Data sumber gempa didasarkan pada katalog historis terbatas, belum mencakup data GPS atau deformasi aktif.
-
Belum tersedia aplikasi interaktif untuk publik.
Relevansi dengan Tren Global
Dalam skala global, pendekatan seperti ini sejalan dengan visi resilient city dan disaster risk reduction yang diusung oleh UNDRR. Kota-kota seperti Tokyo dan San Francisco telah lama mengintegrasikan analisis percepatan tanah sintetik dalam sistem perizinan bangunan. Yogyakarta berpeluang besar menjadi pionir kota tahan gempa berbasis data ilmiah di Indonesia.
Rekomendasi Pengembangan
-
Integrasi dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) agar masyarakat dan pengembang bisa mengakses data PGA spesifik per titik.
-
Penyusunan aplikasi web interaktif berbasis Google Maps.
-
Kolaborasi dengan Dinas PUPR dan BPBD untuk menyusun pedoman teknis berdasarkan output penelitian.
Kesimpulan
Penelitian ini memberi gambaran kuat bahwa dengan pendekatan ilmiah yang tepat, risiko gempa di kota seperti Yogyakarta dapat dikalkulasi dan diantisipasi secara lebih rasional. Gelombang sintetis bukan sekadar simulasi, tapi bisa menjadi dasar pengambilan keputusan pembangunan yang lebih aman dan berkelanjutan.
Sumber
Sunardi, B. (2015). Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6, No. 3.