Krisis Jalan Nasional: Menelusuri Akar Masalah Penurunan Kualitas Jalan di Indonesia

Dipublikasikan oleh Anisa

30 April 2025, 08.45

Freepik.com

Pendahuluan: Jalan sebagai Tulang Punggung Mobilitas Nasional

Jalan bukan sekadar infrastruktur—ia adalah nadi konektivitas sebuah bangsa. Dalam konteks Indonesia, jaringan jalan nasional memainkan peran vital dalam distribusi logistik, konektivitas wilayah, dan penggerak ekonomi lokal hingga nasional. Namun sayangnya, performa pelayanan jalan nasional terus menunjukkan gejala degradasi yang serius.

Laporan dari Kementerian PUPR menyebutkan bahwa meskipun panjang jalan nasional hanya sekitar 8% dari total jaringan jalan Indonesia (sekitar 47.017 km), proporsi kondisi mantapnya jauh lebih tinggi dibandingkan jalan daerah. Jalan provinsi dan kabupaten masih banyak yang rusak ringan hingga berat.

Ironisnya, penurunan kualitas pelayanan ini tidak hanya terjadi karena umur teknis jalan semata, tetapi dipicu oleh kesalahan sistemik yang berlapis: mulai dari perencanaan yang tidak berbasis data, lemahnya manajemen konstruksi, hingga ketidaktegasan hukum terhadap pelanggaran.

Akar Masalah Penurunan Kualitas Jalan Nasional

1. Kelemahan dalam Tahap Perencanaan dan DED

Perencanaan jalan seharusnya menjadi fondasi keberhasilan proyek. Namun dalam banyak kasus, tahapan ini dilakukan dengan basis data yang lemah. Akibatnya, banyak proyek mengalami "addendum kontrak" berulang, di mana rincian desain (DED) harus direvisi karena tidak akurat mencerminkan kondisi lapangan.

Menurut penelitian Rosenfeld (2014), dokumen tender yang belum matang adalah salah satu penyebab utama terjadinya pembengkakan biaya (cost overrun). Hal ini diperparah oleh kecenderungan pemenang tender yang menawar terlalu rendah untuk menang kompetisi, bukan karena efisiensi.

 2. Masalah Pelaksanaan Konstruksi

Proses konstruksi jalan seringkali tidak berjalan sesuai rencana karena berbagai kendala:

  • Material: kualitas buruk, pengiriman terlambat, dan biaya tinggi.
     

  • Peralatan: minim perawatan, suku cadang tidak tersedia, operator tidak terlatih.
     

  • SDM: kompetensi rendah, tidak berorientasi pada standar mutu.
     

  • Pengawasan: lemahnya sistem kontrol mutu dan birokrasi pengujian yang berbelit.
     

Dari hasil penelitian lapangan yang dikutip dalam paper ini, kontribusi keterlambatan proyek paling besar berasal dari kondisi keuangan kontraktor (57%), disusul oleh masalah tenaga kerja (45%) dan material (37%).

3. Pengoperasian Jalan yang Tidak Terkendali

Pasal 307 UU No. 22 Tahun 2009 secara tegas mengatur batas beban kendaraan, namun implementasinya di lapangan masih lemah. Hampir tidak ada pengawasan terhadap kendaraan over dimension dan overload (ODOL), yang mempercepat kerusakan struktural jalan.

Lebih dari 80% logistik di Indonesia diangkut menggunakan moda jalan, menyebabkan "loading time" tinggi dan menurunkan usia pakai jalan secara signifikan. Drainase yang buruk dan tidak terintegrasi juga mempercepat kerusakan karena banjir lokal.

4. Lemahnya Sistem Pemeliharaan Jalan

Pemeliharaan jalan seharusnya bersifat preventif dan berkelanjutan. Sayangnya, anggaran pemeliharaan rutin masih di bawah 4% dari total alokasi belanja jalan nasional. Rehabilitasi sering kali bersifat reaktif dan tidak berdasarkan riset komprehensif akar masalah kerusakan jalan.

Pemeliharaan juga gagal menyentuh aspek struktural karena rendahnya pemahaman penyedia jasa terhadap standar mutu. Pemanfaatan teknologi seperti Building Information Modelling (BIM) dan IRMS belum sepenuhnya diadopsi oleh seluruh pelaksana.

Konsep SIDLACOM: Solusi atau Sekadar Retorika?

SIDLACOM (Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Construction, Operation, Maintenance) merupakan konsep penyelenggaraan jalan berbasis siklus hidup infrastruktur. Konsep ini diatur dalam Permen PU No. 603/2005 dan telah diterapkan oleh Ditjen Bina Marga sebagai bagian dari transformasi digital (Big Data dan Industri 4.0).

Beberapa aplikasi pendukungnya antara lain:

  • IRMS (Indonesia Road Management System): Perencanaan berbasis data real-time.
     

  • SHMS (Structural Health Monitoring System): Pemantauan struktur jembatan.
     

  • WIM-Bridge: Pemantauan kendaraan ODOL secara otomatis.
     

  • Invi-J: Inspeksi jembatan berbasis digital.
     

Namun efektivitas SIDLACOM belum maksimal. Salah satu kritik utama adalah lemahnya kompetensi SDM di tiap tahap siklus proyek. Tanpa manajemen konstruksi yang kuat, konsep ideal seperti SIDLACOM hanya akan menjadi wacana tanpa implementasi nyata.

Studi Kasus dan Pembelajaran dari Lapangan

Studi Kasus 1: Ruas Jalan Tol Cisumdawu

Dalam studi oleh Priyambodo (2019), keterlambatan pembangunan Tol Cisumdawu disebabkan oleh rendahnya kompetensi konsultan pengawas, pengukuran volume pekerjaan yang keliru, serta lemahnya pengendalian biaya dan waktu. Padahal proyek ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional.

Studi Kasus 2: Jalan Flobamora dan W. J. Lalamentik

Udiana et al. (2014) mengidentifikasi penyebab kerusakan jalan di NTT sebagai akibat dari sistem drainase yang buruk, kualitas material rendah, dan perencanaan lapis perkerasan yang tidak sesuai dengan kondisi tanah. Solusinya adalah sinkronisasi perencanaan dengan kondisi mikro lokal.

Studi Kasus 3: Proyek Jalan di Asia

Herrera et al. (2020) menyatakan bahwa mayoritas proyek jalan di Asia mengalami pembengkakan biaya karena kegagalan pada tahap desain dan perencanaan. Ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia juga merupakan isu global.

Rekomendasi Strategis

1. Penguatan Manajemen Konstruksi Berbasis 5M

Faktor Man, Money, Material, Machine, dan Method harus dikelola secara sinergis. Monitoring dan evaluasi harus dilakukan pada setiap tahapan proyek.

2. Adopsi Big Data dan Teknologi 4.0

  • Sensor real-time untuk pemantauan kondisi jalan.
     

  • Penggunaan BIM untuk visualisasi proyek secara akurat.
     

  • Platform digital terpadu agar data lintas lembaga bisa digunakan secara efisien.
     

3. Reformasi Regulasi dan Penegakan Hukum

Pemerintah harus tegas dalam menindak pelanggaran ODOL dan tata ruang jalan. Penegakan Pasal 307 UU 22/2009 harus diaktifkan kembali dengan perangkat monitoring otomatis.

4. Investasi pada SDM Infrastruktur

Peningkatan kompetensi SDM menjadi kunci implementasi SIDLACOM. Diperlukan kurikulum pelatihan teknis, manajerial, dan berbasis teknologi terbaru.

Kesimpulan

Penurunan kualitas jalan nasional di Indonesia bukan sekadar masalah teknis, tetapi sistemik dan multidimensional. Meski konsep SIDLACOM telah diperkenalkan sebagai solusi, tantangan implementasi masih besar, terutama pada kompetensi SDM, koordinasi lintas lembaga, dan kepastian hukum.

Dengan perencanaan berbasis data, pengawasan ketat terhadap pelaksanaan konstruksi, serta transformasi digital di sektor infrastruktur, maka Indonesia dapat mencapai visium “99% jalan mantap” pada 2030 secara realistis dan berkelanjutan.

Sumber Artikel:

Sugiyartanto. (2021). Tinjauan Terhadap Penurunan Kualitas Pelayanan Jalan Nasional di Indonesia. Kementerian PUPR. [Diakses dari Jurnal Resmi PUPR]

DOI dan tautan asli belum tersedia secara digital, namun artikel dapat dirujuk dari publikasi Kementerian PUPR atau menghubungi penulis melalui: sugiyartanto@pu.go.id