Studi Gender dan Budaya
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 28 Mei 2025
Pendahuluan: Memahami Warisan Lewat Kacamata Gender
Distribusi warisan dalam masyarakat tradisional seringkali menjadi refleksi dari struktur sosial, relasi kekuasaan, dan norma budaya yang mengakar. Dalam konteks Bali, distribusi properti tidak hanya berkaitan dengan harta, tetapi juga melibatkan makna simbolik dan posisi gender dalam keluarga. Artikel "Gender and the Intergenerational Transmission of Property in Rural Bali" karya Ida Ayu Grhamtika Saitya menyoroti kompleksitas pembagian warisan di masyarakat pedesaan Bali, sekaligus mengungkap bagaimana perubahan sosial memengaruhi norma-norma tradisional dalam pembagian hak kepemilikan.
Struktur Sosial Bali dan Sistem Patrilineal (H2)
Norma Tradisional: Warisan untuk Anak Laki-laki (H3)
Dalam sistem kekerabatan patrilineal yang dominan di Bali, anak laki-laki secara tradisional dianggap sebagai pewaris utama. Hal ini berakar pada konsep bahwa laki-laki akan tetap tinggal di rumah asal dan menjaga pura keluarga, sementara perempuan akan "keluar" dari keluarga saat menikah. Dalam praktiknya:
Anak laki-laki menerima tanah warisan dan rumah adat.
Anak perempuan hanya mendapatkan "pembekalan" berupa barang bergerak saat menikah.
Posisi Perempuan dalam Tradisi Bali (H3)
Perempuan tidak diharapkan untuk menjadi ahli waris penuh, bahkan ketika mereka secara ekonomi berkontribusi dalam keluarga. Konsepsi bahwa perempuan adalah "tamu" dalam keluarga asal memperkuat eksklusi mereka dari hak kepemilikan penuh.
Perubahan Sosial dan Negosiasi Gender (H2)
Modernisasi dan Mobilitas Sosial (H3)
Penelitian Saitya mengungkap bahwa urbanisasi dan pendidikan mendorong perubahan cara pandang masyarakat terhadap gender dan warisan. Dalam keluarga yang memiliki lebih dari satu anak perempuan, muncul praktik kompromi:
Warisan dibagi merata antara anak laki-laki dan perempuan.
Anak perempuan diberikan tanah sebagai bentuk investasi masa depan.
Studi Kasus: Negosiasi dalam Pembagian Tanah (H3)
Salah satu informan perempuan berhasil mendapatkan sebidang tanah dari orang tuanya sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya selama merawat orang tua. Ini menjadi bukti bahwa:
Norma patriarkal tidak lagi mutlak.
Ada ruang negosiasi dalam keluarga berbasis dialog.
Ketimpangan Hak dan Praktik Hukum (H2)
Peran Hukum Adat vs Hukum Nasional (H3)
Hukum adat Bali cenderung memperkuat sistem patriarkal, sementara hukum nasional Indonesia membuka peluang kesetaraan gender. Namun dalam praktik:
Hukum adat masih dominan dalam penyelesaian sengketa warisan.
Perempuan yang menggugat hak warisan sering dianggap menyalahi norma.
Ketegangan antara Norma dan Realitas (H3)
Beberapa perempuan memilih tidak menuntut hak waris demi menjaga harmoni keluarga, meskipun mereka secara hukum berhak. Di sisi lain, keluarga yang lebih terbuka cenderung menerapkan prinsip keadilan berbasis kebutuhan dan kontribusi.
Analisis Teoritis dan Implikasi Sosial (H2)
Perspektif Feminisme dan Struktur Kekuasaan (H3)
Penelitian ini menggunakan lensa teori gender dan feminisme untuk membedah:
Bagaimana struktur kekuasaan dibentuk melalui warisan.
Peran perempuan yang dibatasi oleh norma tradisional dan simbolik.
Dampak pada Emansipasi Perempuan Bali (H3)
Dengan meningkatnya pendidikan dan kesadaran hukum, perempuan Bali mulai:
Menegosiasikan haknya secara aktif.
Mengembangkan strategi hukum maupun sosial untuk mengakses properti.
Rekomendasi dan Relevansi Praktis (H2)
Bagi Pemerintah dan Aparat Desa:
Perlu edukasi hukum waris berbasis gender.
Pelatihan mediasi konflik keluarga berbasis kesetaraan.
Bagi Aktivis dan Akademisi:
Dorongan untuk mendokumentasikan praktik alternatif yang lebih setara.
Membuat model kebijakan lokal yang menyelaraskan adat dan hukum nasional.
Kesimpulan: Menuju Sistem Waris yang Lebih Inklusif (H2)
Penelitian ini membuka ruang diskusi kritis tentang bagaimana perubahan sosial dan kesadaran gender mempengaruhi pola distribusi warisan. Meskipun sistem adat masih kuat, terdapat tanda-tanda perubahan menuju praktik yang lebih inklusif dan adil bagi perempuan. Perubahan ini harus didukung oleh pendidikan, kebijakan, dan kesadaran kolektif agar transmisi properti di masa depan tidak lagi timpang berdasarkan gender.
Sumber
Saitya, Ida Ayu Grhamtika. (2022). Gender and the Intergenerational Transmission of Property in Rural Bali.