Sensor Banjir

Sensor Tinggi Air Sungai: Inovasi Lokal untuk Peringatan Dini Banjir yang Efektif

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 27 Mei 2025


Sensor Tinggi Air Sungai: Inovasi Lokal untuk Peringatan Dini Banjir yang Efektif

Membangun Sistem Peringatan Murah, Cepat, dan Andal dari Komunitas untuk Komunitas

Banjir telah lama menjadi mimpi buruk tahunan di banyak negara tropis, termasuk Filipina. Tak hanya memporak-porandakan rumah dan infrastruktur, tapi juga merenggut ribuan nyawa setiap dekade. Di tengah keterbatasan teknologi mahal dan akses sistem peringatan dini berbasis radar atau satelit, sekelompok peneliti dari Cebu Normal University menggagas sesuatu yang sederhana, murah, dan tepat guna: sistem sensor tinggi air sungai berbasis konduktivitas udara.

Penelitian ini bukan hanya contoh sains terapan berbasis komunitas, tetapi juga bukti bahwa teknologi tidak harus rumit untuk menyelamatkan nyawa. Artikel ini mengupas secara kritis ide, metode, hasil, dan potensi dari penelitian tersebut dengan membandingkannya dengan pendekatan global serta kebutuhan nyata di lapangan.

Latar Belakang: Krisis Banjir dan Kekosongan Sistem Peringatan

Filipina, seperti Indonesia, berada di jalur topan dan memiliki ratusan DAS (daerah aliran sungai) aktif. Data tahun 1990–2014 menunjukkan bahwa hampir 32% bencana alam di negara ini disebabkan oleh banjir, dengan tingkat kematian sebesar 5,9%. Meskipun ada badan seperti PAGASA yang menyediakan informasi cuaca dan peta bahaya, masih banyak wilayah yang tidak memiliki sistem real-time untuk memperingatkan warga sebelum air sungai meluap.

Sebagian besar pendekatan masih bersifat struktural, seperti bendungan atau drainase. Namun, seperti saran Bank Dunia, solusi informasi teknologi berbasis non-struktural justru lebih fleksibel dan murah untuk diterapkan di daerah padat penduduk.

Ide Dasar: Sensor Air Sungai Berbasis Konduktivitas

Konsep alat yang dikembangkan peneliti cukup sederhana namun cerdas: air sungai mengandung ion-ion yang membuatnya lebih konduktif dibandingkan air bersih (air keran). Saat udara menyentuh kabel terbuka pada alat, arus listrik mengalir dan membunyikan alarm dengan tingkat kekuatan yang berbeda sesuai ketinggian udara.

Tiga tingkat peringatan disusun berdasarkan tinggi udara terhadap permukaan sungai:

  • Level 1 (Waspada): 2 meter di bawah bibir sungai.
  • Level 2 (Siaga): 1 meter di bawah permukaan sungai.
  • Level 3 (Awas): Udara sudah menyentuh permukaan—banjir sangat mungkin terjadi.

Setiap level mengaktifkan buzzer berbeda yang membunyikan suara dengan volume meningkat. Sistem ini tidak bergantung pada internet atau daya listrik permanen, cukup baterai dan komponen dasar kelistrikan.

Eksperimen: Mungkinkah Efektif Alat Ini?

Peneliti menguji alat di miniatur lingkungan yang meniru komunitas nyata dan mengisi aliran air dari tiga sungai utama di Cebu: Butuanon, Cubacub, dan Cansaga. Air keran digunakan sebagai pembanding (kontrol).

Beberapa parameter utama yang diuji:

  • Tingkat kenaikan suara buzzer saat udara menyentuh sensor.
  • Jarak dengar dari 5 m, 10 m, hingga 20 m.
  • Efektivitas latar suara 60 dBA , menyerupai kondisi kota saat hujan.

Hasil Menarik:

  1. Air menghasilkan suara alarm sungai lebih keras dibandingkan air keran.
    • Sungai Cubacub memberikan hasil paling signifikan dengan kenaikan 25,5 dBA pada level tertinggi.
  2. Semakin tinggi tingkat banjir, semakin keras bel berbunyi.
    • Level 3 (Awas) mencapai 85–88 dBA pada jarak 5 meter, cukup untuk membangun seluruh lingkungan.
  3. Daya dengar menurun secara signifikan ketika jarak diperbesar.
    • Pada jarak 20 m, penurunan mencapai 8–9 dBA. Meski masih terdengar, perlunya penguatan suara untuk wilayah yang lebih luas.

Hasil statistik menunjukkan bahwa alat bekerja lebih baik di air sungai karena ion dan konduktivitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan air bersih biasa.

Nilai Tambah: Inovasi Murah dengan Potensi Luas

Keunggulan:

  • Biaya sangat murah. Semua komponen bisa dibeli di toko elektronik lokal.
  • Bisa dirakit oleh komunitas. Tidak membutuhkan teknisi atau insinyur untuk instalasi.
  • Tidak tergantung sinyal atau listrik PLN. Ideal untuk desa terpencil.

Tantangan:

  • Belum diuji dalam kondisi cuaca ekstrem nyata. Studi ini berbasis simulasi di lingkungan miniatur.
  • Tingkat keawetan alat belum diketahui. Khususnya di udara berlumpur atau banjir besar.
  • Belum ada integrasi ke sistem komunikasi darurat. Saat ini hanya berbasis suara lokal.

Studi Banding: Apakah Konsep Serupa Pernah Diterapkan?

Di negara-negara maju, sistem peringatan banjir perlu mengandalkan radar hujan, satelit, dan sensor otomatis berbasis IoT. Contohnya:

  • Jerman dan Belanda menggunakan deteksi dini banjir yang terintegrasi dengan aplikasi warga.
  • Bangladesh memanfaatkan radio komunitas untuk menyebarkan peringatan saat sungai naik.
  • India mengembangkan sensor berbasis Arduino untuk sekolah dan desa rawan banjir.

Namun, semua itu relatif mahal dan membutuhkan jaringan. Alat yang dikembangkan dari tim Cebu memiliki keunggulan: sistem lokal, offline, murah, dan langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar.

Dampak Sosial dan Potensi Replikasi

Dengan alat ini, masyarakat tak lagi hanya menjadi korban pasif. Mereka bisa membangun, menginstal, dan merespons peringatan dari lingkungan mereka sendiri.

Lebih dari itu, alat ini bisa menjadi sarana edukasi STEM (Science, Technology, Engineering, and Math) bagi pelajar dan komunitas. Penelitian ini bahkan menyarankan agar alat seperti ini dimasukkan ke dalam program bencana pelatihan atau kurikulum sains sekolah.

Rekomendasi untuk Implementasi Nyata

  1. Uji lapangan di wilayah banjir musiman. Seperti Jakarta Utara, Samarinda, atau pesisir Bengawan Solo.
  2. Integrasi dengan aplikasi lokal. Gunakan modul Wi-Fi atau SMS gateway agar sinyal peringatan dapat menjangkau HP warga.
  3. Peningkatan daya suara. Tambahkan megafon kecil atau pengerasan suara terarah untuk mencakup radius lebih besar.
  4. Pendidikan komunitas. Ajak masyarakat merakit alat sendiri agar rasa kepemilikannya meningkat.
  5. Dukung dengan kebijakan lokal. Pemerintah desa dapat mengalokasikan dana darurat untuk instalasi alat ini di titik rawan banjir.

Kesimpulan: Teknologi Rendah, Dampak Tinggi

Penelitian ini menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu datang dari laboratorium mahal atau institusi besar. Kadang-kadang, solusi yang paling berdampak justru lahir dari eksploitasi lokal dan kreativitas komunitas. Alat deteksi banjir berbasis sensor air sungai ini layak mendapat perhatian lebih besar karena menawarkan:

  • Solusi nyata untuk persoalan tahunan.
  • Cara sederhana memahami sains dan teknologi.
  • Jembatan antara komunitas dan kesiapsiagaan bencana.

Jika dikembangkan lebih lanjut, bukan tidak mungkin alat ini menjadi standar baru peringatan banjir di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Referensi (Gaya APA)

Callanga, C., Alegrado, CA, Hurano, K., Tenio, GS, Velarde, P., & Galon, CMV (2020). Sensor ketinggian air sungai sebagai sistem peringatan banjir sungai. Jurnal Internasional Ilmu Fisika, 15 (4), 138–150.

Selengkapnya
Sensor Tinggi Air Sungai: Inovasi Lokal untuk Peringatan Dini Banjir yang Efektif
page 1 of 1