Peringatan Banjir

Teknologi Sederhana, Solusi Nyata: Resensi Inovasi Sistem Peringatan Dini Banjir di Kebon Pala

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 28 Mei 2025


Banjir bukan lagi kejutan bagi warga Jakarta Timur, khususnya di kawasan Kebon Pala RT 001. Namun, ketidaksiapan dan minimnya teknologi mitigasi membuat dampaknya selalu terasa berat. Artikel “Penerapan Teknologi dalam Mengurangi Dampak Terjadinya Banjir di Kebon Pala RT.001” karya Septian Dian Nugraha dan Calvin Agustian dari Universitas Nusa Mandiri menawarkan pendekatan sederhana namun revolusioner: sistem peringatan dini berbasis sensor air dan infrastruktur penunjang berupa jembatan besi serta self-closing flood barrier.

Mengapa Kebon Pala Jadi Sorotan?

Kebon Pala RT 001 adalah potret mini dari krisis banjir Jakarta: daerah dengan permukiman padat, sistem drainase buruk, dan ketergantungan tinggi pada infrastruktur umum. Berdasarkan data BPBD DKI Jakarta pada Januari 2020, Jakarta Timur adalah wilayah dengan tingkat terdampak banjir tertinggi (77%). Banjir setinggi 10 cm hingga 1,5 meter memaksa lebih dari 31.000 orang mengungsi, dengan 43% berasal dari Jakarta Timur.

Salah satu penyebab utama banjir adalah penurunan daya serap tanah akibat urbanisasi, serta sedimentasi sungai dan pembuangan sampah sembarangan yang menyumbat aliran air. Kombinasi ini memperbesar risiko banjir kiriman, terutama dari Kali Ciliwung, yang menjadi sumber utama luapan air di kawasan ini.

Teknologi Sederhana, Dampak Besar

1. Sistem Peringatan Dini Banjir

Alat ini menggunakan sensor berbasis saklar mekanis sederhana. Ketika air mencapai ambang tertentu, pelampung akan menekan pelat logam dan mengaktifkan sirene peringatan. Dengan sistem ini, warga punya waktu untuk menyelamatkan diri dan barang-barang penting sebelum banjir mencapai titik kritis.

Keunggulan:

  • Biaya rendah – hanya memerlukan botol, pipa paralon, dan pelat logam.
  • Mudah diimplementasikan – dapat dipasang di bantaran sungai tanpa konstruksi besar.
  • Daya tahan – alat dapat dikembangkan menggunakan tenaga surya, sebagaimana disarankan dalam makalah sebagai peningkatan masa depan.

2. Jembatan Besi Serbaguna

Saat banjir menggenangi jalanan, warga kerap terjebak. Solusi penulis adalah jembatan besi yang kuat namun modular, ditempatkan di area rawan genangan untuk membantu evakuasi atau mobilitas darurat.

Studi kasus: Pada banjir 2020, banyak warga terpaksa mengevakuasi diri dengan mengarungi air. Jembatan seperti ini bisa mengurangi risiko terseret arus atau terjatuh.

3. Self-Closing Flood Barrier

Terinspirasi dari teknologi di Eropa, penulis juga mengusulkan pembangunan tembok penghalang otomatis di sisi sungai yang akan naik seiring naiknya air. Meski lebih kompleks, ide ini menunjukkan ambisi untuk menggabungkan teknologi adaptif dalam mitigasi bencana lokal.

Kelebihan Inovasi Ini

  • Berbasis Komunitas: Solusi ini dirancang dengan mempertimbangkan partisipasi aktif warga, mulai dari pemasangan hingga pemeliharaan.
  • Fleksibel & Skalabel: Bisa diterapkan di banyak daerah rawan banjir lain dengan penyesuaian kecil.
  • Multifungsi: Jembatan bisa berfungsi juga sebagai panggung atau tempat duduk saat tidak banjir—ide praktis yang jarang ditemukan dalam perencanaan infrastruktur perkotaan.

Kritik & Catatan Tambahan

Meski sederhana, sistem ini masih perlu penguatan di sisi daya tahan dan skema perawatan. Beberapa kritik membangun yang perlu diperhatikan:

  • Korosi pada Jembatan Besi: Diperlukan pelapisan anti karat atau bahan alternatif yang lebih ringan dan tahan air.
  • Sumber Energi: Penggunaan aki dinilai kurang efisien untuk jangka panjang. Energi surya adalah solusi logis dan ramah lingkungan.
  • Keterlibatan Pemda: Implementasi solusi ini akan lebih efektif jika masuk dalam program resmi BPBD atau Dinas Tata Air, sehingga mendapatkan anggaran dan pendampingan teknis.

Konteks Industri & Tren Global

Tren global mitigasi banjir saat ini semakin mengarah ke pendekatan berbasis sensor dan peringatan dini, termasuk Internet of Things (IoT). Singapura, misalnya, telah memasang lebih dari 200 sensor banjir dan kamera CCTV di titik rawan. Walaupun sistem di Kebon Pala belum berbasis IoT, inisiasi ini sudah sesuai arah transformasi digital mitigasi bencana.

Komparasi dengan Penelitian Sejenis

Studi oleh Satgas Citarum menunjukkan bahwa implementasi biopori dan taman resapan berhasil menurunkan kejadian banjir di Kota Bandung hingga 90% pada 2021. Namun, Bandung mengandalkan infrastruktur makro, sementara Kebon Pala fokus pada solusi mikro yang lebih murah dan langsung digunakan oleh warga.

Opini Penulis: Inisiatif Lokal, Dampak Nasional

Solusi yang diajukan dalam makalah ini mencerminkan pentingnya inovasi lokal dalam menghadapi bencana global. Dengan biaya rendah dan efektivitas tinggi, sistem ini dapat menjadi prototipe nasional untuk penanganan banjir berbasis komunitas. Pemerintah dan sektor swasta perlu melihat inisiatif seperti ini sebagai peluang kolaborasi, bukan sekadar proyek pengabdian masyarakat.

Kesimpulan

Resensi terhadap makalah ini menunjukkan bahwa teknologi tidak harus canggih atau mahal untuk bisa menyelamatkan nyawa. Asalkan dirancang dengan memahami kebutuhan lokal dan didukung oleh kolaborasi lintas sektor, solusi sederhana pun bisa menjadi senjata andalan melawan bencana.

Rekomendasi:

  1. Pemerintah daerah harus mendukung instalasi alat serupa di wilayah rawan lainnya.
  2. Mahasiswa teknik dan komunitas pemuda bisa mereplikasi proyek ini sebagai bagian dari pengabdian masyarakat.
  3. Perlu uji coba integrasi dengan sistem peringatan bencana nasional berbasis aplikasi.

Sumber:

Nugraha, S. D., & Agustian, C. (2022). Penerapan Teknologi Dalam Mengurangi Dampak Terjadinya Banjir di Kebon Pala RT.001. Fajar: Media Komunikasi dan Informasi Pengabdian Kepada Masyarakat, 22(1).

Selengkapnya
Teknologi Sederhana, Solusi Nyata: Resensi Inovasi Sistem Peringatan Dini Banjir di Kebon Pala
page 1 of 1