Pendidikan Digital & Teknologi Informasi

Pemetaan Penyebaran Guru di Banten dengan K-Means: Solusi Pemerataan Pendidikan Berbasis Data Spasial

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 20 Mei 2025


Pendahuluan

Ketimpangan distribusi guru merupakan masalah krusial dalam pemerataan pendidikan di Indonesia. Artikel karya Priambodo dan Prasetyo mengangkat isu ini melalui pendekatan teknologi berbasis data spasial dan algoritma clustering K-Means. Penelitian ini berfokus pada Provinsi Banten sebagai studi kasus, menggunakan sistem informasi geografis (SIG) untuk memetakan dan menganalisis konsentrasi guru.

Dalam era transformasi digital, pemanfaatan data spasial untuk perencanaan kebijakan pendidikan bukan hanya inovatif, melainkan mendesak. Artikel ini menjadi contoh konkret bagaimana data science dan kebijakan publik bisa bersinergi untuk mengatasi persoalan sistemik dalam pendidikan.

Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

  • Mengidentifikasi pola distribusi guru di Provinsi Banten.

  • Mengklasifikasikan wilayah berdasarkan kepadatan jumlah guru menggunakan algoritma K-Means.

  • Memberikan rekomendasi kebijakan pemerataan guru yang berbasis bukti (evidence-based policy).

Pendekatan ini sangat penting mengingat distribusi guru yang tidak merata bisa berdampak langsung terhadap kualitas pembelajaran. Ketimpangan itu seringkali muncul antara wilayah urban dan rural, serta antara sekolah negeri dan swasta.

Metode Penelitian

a. K-Means untuk Klasterisasi Spasial

Algoritma K-Means digunakan untuk mengelompokkan data sebaran guru ke dalam beberapa klaster berdasarkan kemiripan atribut. Peneliti menetapkan jumlah klaster (k) = 3, yaitu:

  1. Wilayah dengan jumlah guru tinggi.

  2. Wilayah dengan jumlah guru sedang.

  3. Wilayah dengan jumlah guru rendah.

b. Data & Tools yang Digunakan

  • Data utama: Jumlah guru SD, SMP, dan SMA per kabupaten/kota di Provinsi Banten (tahun 2015).

  • Koordinat spasial: Menggunakan sistem koordinat geografis pada level kabupaten/kota.

  • Perangkat lunak: QGIS untuk pemetaan spasial, dan Weka untuk penerapan K-Means clustering.

Kombinasi SIG dan data mining ini memperlihatkan efisiensi pendekatan kuantitatif dalam kajian pendidikan.

Temuan Utama dan Analisis Data

Klaster Hasil K-Means:

  • Klaster 1 (Tinggi): Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang – memiliki kepadatan guru yang jauh lebih tinggi, kemungkinan besar karena jumlah penduduk dan institusi pendidikan lebih padat.

  • Klaster 2 (Sedang): Kabupaten Serang, Kota Cilegon – mencerminkan area transisi antara urban dan rural dengan penyebaran guru yang relatif stabil.

  • Klaster 3 (Rendah): Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak – wilayah pedalaman yang secara geografis terpencil dan cenderung mengalami kekurangan tenaga pengajar.

Analisis Visual Peta

Peta hasil klasterisasi memberikan visualisasi yang jelas tentang ketimpangan penyebaran guru. Misalnya, Kabupaten Lebak tampak “dingin” dalam peta, menunjukkan konsentrasi guru yang sangat rendah. Ini memperkuat argumen bahwa wilayah ini butuh intervensi kebijakan afirmatif.

Studi Kasus

Data menunjukkan bahwa perbandingan jumlah guru per siswa sangat timpang. Jika Kota Tangerang Selatan memiliki 1 guru untuk setiap 20 siswa, Kabupaten Lebak bisa mencapai 1 guru untuk setiap 50 siswa.

Hal ini berdampak pada:

  • Tingginya beban kerja guru di wilayah terpencil.

  • Minimnya pembelajaran berbasis diferensiasi di sekolah pinggiran.

  • Kesulitan implementasi kurikulum merdeka karena keterbatasan sumber daya manusia.

Nilai Tambah

Penggunaan algoritma K-Means sebagai instrumen analitik dalam perencanaan pendidikan merupakan langkah maju yang relevan dengan revolusi industri 4.0. Jika diperluas ke tingkat provinsi lain atau nasional, model ini bisa menjadi dashboard perencanaan kebutuhan guru secara dinamis.

Rekomendasi Penguatan Model:

  1. Tambah variabel demografis: Usia guru, status PNS atau honorer, rasio siswa per guru.

  2. Integrasi temporal: Analisis data multiyear untuk melihat tren distribusi.

  3. Pemetaan berbasis kecamatan: Untuk detil spasial yang lebih tinggi.

Kelebihan dan Kelemahan Penelitian

Kelebihan:

  • Inovatif: Integrasi SIG dan machine learning dalam pemetaan pendidikan.

  • Visualisasi kuat: Peta spasial memberi dampak komunikasi kebijakan yang efektif.

  • Metodologi kuantitatif valid: K-Means adalah metode unsupervised learning yang solid untuk eksplorasi data spasial.

Kelemahan:

  • Resolusi data terbatas: Level kabupaten/kota tidak cukup detail untuk intervensi spesifik.

  • Aspek kualitas guru tidak dibahas: Jumlah guru belum tentu mencerminkan mutu pengajaran.

  • Tidak membahas alokasi anggaran daerah: Faktor fiskal dan perencanaan daerah bisa jadi penghambat distribusi guru.

Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini sejalan dengan studi seperti yang dilakukan oleh Andalas et al. (2020) di Sumatera Barat yang juga menggunakan pendekatan spasial dalam distribusi guru. Namun, pendekatan K-Means memberi keunggulan dalam otomatisasi dan objektivitas pemetaan klaster. Berbeda dengan pendekatan subjective scoring atau kualitatif yang lebih banyak digunakan sebelumnya.

Relevansi Terhadap Tantangan Nasional

Kesenjangan distribusi guru merupakan persoalan yang sangat relevan dengan agenda reformasi pendidikan nasional. Terutama dalam konteks:

  • Implementasi Kurikulum Merdeka.

  • Penguatan sekolah inklusif dan pengembangan daerah tertinggal.

  • Target SDG’s poin 4 tentang pemerataan pendidikan berkualitas.

Dengan pendekatan semacam ini, pemerintah pusat dan daerah dapat menetapkan skema rotasi guru, insentif penempatan di daerah terpencil, hingga seleksi CPNS yang berbasis kebutuhan spasial.

Kesimpulan

Paper ini menunjukkan bahwa integrasi antara data spasial dan data science seperti K-Means clustering sangat relevan untuk menjawab tantangan pendidikan di Indonesia. Penyebaran guru yang tidak merata di Provinsi Banten adalah cerminan dari isu nasional yang lebih luas. Dengan pemetaan berbasis bukti, pemerintah dapat menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Penggunaan SIG dan K-Means dalam konteks ini tidak hanya memperkuat kapasitas analitik perencanaan pendidikan, tapi juga membuka ruang kolaborasi antara ahli teknologi, pendidik, dan pengambil kebijakan. Ke depan, riset semacam ini perlu diadopsi lebih luas dan dikembangkan dengan resolusi spasial yang lebih tinggi untuk mencapai keadilan pendidikan yang sesungguhnya.

Sumber

Yohanes Aji Priambodo & Sri Yulianto Joko Prasetyo.
Pemetaan Penyebaran Guru di Provinsi Banten dengan Menggunakan Metode Spatial Clustering K-Means (Studi kasus: Wilayah Provinsi Banten).
Jurnal Ilmiah Informatika Komputer, Universitas Amikom Yogyakarta.

Selengkapnya
Pemetaan Penyebaran Guru di Banten dengan K-Means: Solusi Pemerataan Pendidikan Berbasis Data Spasial
page 1 of 1