Keselamatan Kerja

Dampak Implementasi Safety Management System (SMS) dalam Industri Transportasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Keselamatan dalam industri transportasi merupakan prioritas utama yang tidak dapat diabaikan. Dengan kompleksitas operasional serta berbagai risiko yang melekat, organisasi di sektor ini terus mencari cara untuk meningkatkan manajemen risiko dan proses pengambilan keputusan. Salah satu pendekatan yang semakin banyak diterapkan adalah Safety Management System (SMS).

Penelitian oleh Kathleen Fox dalam tesisnya di Lund University berjudul How has the implementation of Safety Management Systems (SMS) in the transportation industry impacted on risk management and decision-making? menyoroti bagaimana SMS telah memengaruhi pengelolaan risiko dan pengambilan keputusan di sektor transportasi. Studi ini mengulas laporan investigasi kecelakaan dari Transportation Safety Board of Canada (TSB) yang melibatkan operator yang telah atau sedang menerapkan SMS. Selain itu, penelitian ini membahas tantangan dan manfaat dari implementasi SMS serta dampaknya dalam menciptakan lingkungan keselamatan yang lebih baik.

Latar Belakang dan Teori Dasar

1. Manajemen Risiko dalam Industri Transportasi

Dalam industri transportasi, pengambilan keputusan oleh manajer sering kali melibatkan prioritas yang saling bertentangan, seperti keselamatan, efisiensi operasional, dan keuntungan finansial. Seiring dengan meningkatnya regulasi keselamatan, banyak perusahaan mulai menerapkan SMS sebagai pendekatan sistematis untuk mengelola risiko.

Fox mengacu pada berbagai teori yang mendukung implementasi SMS, seperti model pengambilan keputusan oleh March (1994) dan konsep High-Reliability Organizations (HRO). HRO adalah organisasi yang secara konsisten berhasil menghindari kegagalan meskipun beroperasi dalam kondisi berisiko tinggi, seperti dalam penerbangan dan lalu lintas udara.

2. Definisi dan Komponen Safety Management System (SMS)

SMS didefinisikan sebagai kerangka kerja sistematis untuk mengelola risiko keselamatan, yang mencakup:

  • Kebijakan Keselamatan: Komitmen organisasi terhadap keselamatan.
  • Identifikasi Bahaya dan Manajemen Risiko: Evaluasi risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan.
  • Jaminan Keselamatan: Proses pemantauan dan peningkatan berkelanjutan terhadap sistem keselamatan.
  • Promosi Keselamatan: Pelatihan dan komunikasi keselamatan untuk meningkatkan kesadaran pekerja.

SMS telah diadopsi secara luas di berbagai sektor transportasi, termasuk penerbangan, perkapalan, dan perkeretaapian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis laporan investigasi kecelakaan dari TSB Kanada. Laporan-laporan ini memberikan wawasan mengenai bagaimana kelemahan dalam manajemen risiko dan pengambilan keputusan berkontribusi terhadap kecelakaan. Selain itu, Fox juga melakukan wawancara dengan para manajer dan ahli industri untuk memahami tantangan serta keberhasilan dalam implementasi SMS.

Hasil dan Temuan Utama

1. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan SMS

Studi ini menemukan bahwa keberhasilan implementasi SMS bergantung pada beberapa faktor kunci:

  • Komitmen Manajemen: SMS yang efektif membutuhkan keterlibatan langsung dari pimpinan organisasi.
  • Pelaporan Insiden yang Transparan: Budaya keselamatan yang sehat mendorong karyawan untuk melaporkan insiden tanpa takut mendapat hukuman.
  • Identifikasi Bahaya yang Proaktif: Organisasi yang secara aktif mengidentifikasi dan menilai risiko sebelum terjadi kecelakaan cenderung lebih berhasil dalam menerapkan SMS.

2. Studi Kasus dari Laporan Investigasi TSB

Fox mengulas berbagai kecelakaan yang terjadi di Kanada, di mana kurangnya penerapan SMS atau kelemahan dalam sistem ini berkontribusi terhadap insiden serius.

  • Kasus 1: Sebuah kapal kargo mengalami kegagalan sistem navigasi karena manajemen tidak melakukan analisis risiko sebelum mengganti peralatan elektroniknya.
  • Kasus 2: Sebuah maskapai penerbangan mengalami kecelakaan akibat kurangnya pemantauan terhadap prosedur keselamatan oleh manajemen.
  • Kasus 3: Sebuah perusahaan kereta api mengalami kecelakaan fatal akibat kelalaian dalam memperbarui kebijakan keselamatan setelah serangkaian insiden sebelumnya.

Dari studi kasus ini, Fox menyoroti bahwa kegagalan dalam mengelola risiko sering kali terjadi karena adanya tekanan operasional, kurangnya sumber daya, atau ketidakseimbangan antara prioritas keselamatan dan efisiensi bisnis.

3. Tantangan dalam Implementasi SMS

Meskipun SMS memiliki manfaat besar, penerapannya juga menghadapi berbagai tantangan:

  • Hambatan Budaya: Beberapa organisasi masih memiliki budaya keselamatan yang lemah, di mana pelaporan insiden dianggap sebagai tanda kelemahan.
  • Kekurangan Sumber Daya: Implementasi SMS memerlukan investasi dalam pelatihan dan teknologi, yang sering kali menjadi kendala bagi perusahaan kecil.
  • Kurangnya Pemahaman di Tingkat Manajemen: Manajer yang tidak memahami pentingnya SMS cenderung mengabaikan aspek keselamatan dalam pengambilan keputusan.

Implikasi dan Rekomendasi

Fox menyimpulkan bahwa implementasi SMS yang sukses dapat mengurangi risiko kecelakaan secara signifikan dan meningkatkan efisiensi operasional. Untuk memperbaiki sistem ini, ia memberikan beberapa rekomendasi:

  1. Meningkatkan Pelatihan Keselamatan: Program pelatihan harus mencakup simulasi risiko dan studi kasus nyata untuk meningkatkan pemahaman karyawan.
  2. Mendorong Budaya Pelaporan Insiden: Organisasi harus menciptakan lingkungan di mana karyawan merasa aman untuk melaporkan insiden tanpa takut dihukum.
  3. Penggunaan Teknologi dalam Manajemen Risiko: Data analitik dan kecerdasan buatan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola risiko yang tidak terlihat sebelumnya.
  4. Evaluasi dan Audit Berkala: Organisasi harus melakukan audit SMS secara rutin untuk memastikan efektivitasnya dan melakukan perbaikan yang diperlukan.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa SMS merupakan alat yang efektif dalam mengelola risiko keselamatan di industri transportasi. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen manajemen, budaya keselamatan, dan sumber daya yang tersedia. Dengan menerapkan sistem ini secara konsisten, organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan efisien.

Sumber Asli

Fox, Kathleen. How has the implementation of Safety Management Systems (SMS) in the transportation industry impacted on risk management and decision-making? Thesis submitted in partial fulfillment of the requirements for the MSc in Human Factors and System Safety, Lund University, Sweden, 2009.

Selengkapnya
Dampak Implementasi Safety Management System (SMS) dalam Industri Transportasi

Keselamatan Kerja

Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Manajemen keselamatan dalam industri penerbangan menjadi prioritas utama dalam menjaga keberlangsungan operasional yang aman dan efisien. Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System/SMS) adalah kerangka kerja yang mencakup prosedur, dokumentasi, serta sistem pengetahuan untuk mengontrol dan meningkatkan kinerja keselamatan suatu organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sybert Stroeve, Job Smeltink, dan Barry Kirwan dalam jurnal Safety tahun 2022 mengkaji cara-cara menilai dan meningkatkan sistem manajemen keselamatan dalam industri penerbangan. Dengan menggunakan alat penilaian tingkat kematangan SMS serta pendekatan berbasis faktor manusia, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam sistem keselamatan organisasi penerbangan.

Studi ini menggunakan pendekatan berbasis Hesitant Fuzzy Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengevaluasi tingkat kematangan SMS. Pendekatan ini memungkinkan organisasi penerbangan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem keselamatannya dan mengembangkan strategi perbaikan yang lebih efektif. Penelitian ini juga membandingkan berbagai metode manajemen keselamatan yang digunakan oleh organisasi penerbangan di Eropa.

Komponen Utama Sistem Manajemen Keselamatan (SMS)

Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization), SMS terdiri dari empat komponen utama:

  1. Kebijakan dan Tujuan Keselamatan (Safety Policy and Objectives)
    • Menetapkan kebijakan keselamatan yang jelas dan tanggung jawab masing-masing individu dalam organisasi.
    • Manajemen harus menunjukkan komitmen yang kuat terhadap keselamatan.
  2. Manajemen Risiko Keselamatan (Safety Risk Management)
    • Mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko dalam operasi penerbangan.
    • Melibatkan analisis risiko berdasarkan data historis dan kejadian nyata.
  3. Jaminan Keselamatan (Safety Assurance)
    • Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan dan prosedur keselamatan.
    • Menggunakan data dan indikator kinerja keselamatan untuk meningkatkan sistem.
  4. Promosi Keselamatan (Safety Promotion)
    • Memberikan pelatihan dan komunikasi yang efektif untuk meningkatkan budaya keselamatan di dalam organisasi.

Penelitian ini menerapkan model evaluasi SMS pada beberapa organisasi penerbangan, termasuk maskapai, bandara, dan penyedia layanan navigasi udara di Eropa. Hasil studi menunjukkan beberapa temuan penting:

  • Kematangan SMS:
    • 60% organisasi memiliki sistem keselamatan yang cukup matang tetapi masih perlu perbaikan dalam integrasi faktor manusia.
    • 25% organisasi masih berada pada tahap pengembangan dan membutuhkan lebih banyak dukungan dari manajemen senior.
    • 15% organisasi memiliki sistem yang sangat maju dengan pendekatan berbasis budaya keselamatan yang kuat.
  • Kelemahan utama yang ditemukan:
    • Kurangnya keterlibatan manajemen dalam implementasi kebijakan keselamatan.
    • Kurangnya pelatihan keselamatan yang berkelanjutan untuk pekerja.
    • Sistem pelaporan keselamatan yang kurang efisien dan kurangnya budaya just culture.
  • Dampak dari Implementasi SMS yang Buruk:
    • 35% insiden yang terjadi disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola risiko keselamatan secara efektif.
    • Penyimpangan dari prosedur keselamatan meningkat sebesar 20% di organisasi dengan tingkat SMS yang rendah.

Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa strategi utama disarankan untuk meningkatkan efektivitas SMS dalam industri penerbangan:

  1. Meningkatkan Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Manajemen senior harus terlibat langsung dalam evaluasi dan perbaikan kebijakan keselamatan.
    • Pemimpin organisasi harus menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung budaya keselamatan.
  2. Mengadopsi Pendekatan Berbasis Data dan Teknologi
    • Menggunakan big data dan machine learning untuk memprediksi potensi risiko keselamatan.
    • Menerapkan sistem pelaporan yang lebih efisien dengan teknologi berbasis real-time monitoring.
  3. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan
    • Mengembangkan program pelatihan yang lebih interaktif dan berbasis simulasi.
    • Mendorong budaya just culture agar pekerja tidak takut melaporkan insiden atau penyimpangan prosedur.
  4. Meningkatkan Integrasi Faktor Manusia dalam SMS
    • Memastikan desain sistem dan prosedur mendukung kapasitas manusia dalam mengelola keselamatan.
    • Mengurangi beban kerja berlebih yang dapat menyebabkan kelelahan mental dan kesalahan operasional.
  5. Melakukan Audit dan Evaluasi Berkala
    • Melaksanakan audit internal secara rutin untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem.
    • Menggunakan umpan balik dari pekerja sebagai bagian dari proses evaluasi.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan SMS yang efektif sangat bergantung pada keterlibatan manajemen, integrasi teknologi, serta faktor manusia dalam organisasi penerbangan. Dengan meningkatkan aspek-aspek ini, industri penerbangan dapat secara signifikan mengurangi insiden keselamatan dan meningkatkan efisiensi operasional.

Sumber Asli

Stroeve, S., Smeltink, J., & Kirwan, B. Assessing and Advancing Safety Management in Aviation. Safety 2022, 8(20). https://doi.org/10.3390/safety8020020

Selengkapnya
Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Keselamatan Kerja

Peran Safety Management System (SMS) dalam Meningkatkan Budaya Keselamatan di Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Dalam dunia penerbangan, keselamatan menjadi aspek utama yang tidak dapat diabaikan. Safety Management System (SMS) adalah pendekatan sistematis dalam mengelola keselamatan, termasuk struktur organisasi, akuntabilitas, kebijakan, dan prosedur. Meski implementasi SMS di program penerbangan perguruan tinggi masih bersifat sukarela, banyak institusi yang telah menerapkannya sebagai bagian dari upaya peningkatan keselamatan.

Penelitian oleh Foster dan Adjekum (2022) menyoroti hubungan antara implementasi SMS dan persepsi budaya keselamatan dalam berbagai program penerbangan di perguruan tinggi di Amerika Serikat. Studi ini menemukan adanya kesenjangan pemahaman mengenai SMS di kalangan mahasiswa, instruktur penerbangan bersertifikat (Certified Flight Instructors/CFI), dan pemimpin keselamatan.

Studi ini melibatkan tiga program penerbangan perguruan tinggi dengan tingkat implementasi SMS yang berbeda:

  • Universitas A: Baru memulai proses implementasi SMS.
  • Universitas B: Telah mencapai tahap kepatuhan aktif dalam program SMS yang diakui FAA.
  • Universitas C: Telah mencapai tahap akhir dalam standar SMS internasional.

Melalui wawancara semi-terstruktur, ditemukan bahwa mayoritas mahasiswa dan CFI tidak memahami secara mendalam tentang SMS dan implementasinya. Mereka cenderung mengasosiasikan SMS hanya dengan sistem pelaporan keselamatan, padahal SMS mencakup aspek yang lebih luas seperti manajemen risiko dan pengawasan keselamatan.

Peran CFI dalam Budaya Keselamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CFI memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi mahasiswa terhadap budaya keselamatan. Beberapa temuan utama:

  • CFI sebagai Teladan: Mahasiswa lebih banyak terpengaruh oleh perilaku CFI dibandingkan oleh kebijakan tertulis atau pemimpin keselamatan.
  • Variasi Pengajaran Keselamatan: Mahasiswa yang memiliki lebih dari satu CFI mendapatkan perspektif yang beragam terkait keselamatan.
  • Kesenjangan Pemahaman SMS: Banyak CFI yang tidak memahami SMS secara mendalam, sehingga sulit untuk menanamkan pemahaman yang baik kepada mahasiswa.

Implikasi Implementasi SMS

1. Kurangnya Pemahaman SMS

Salah satu temuan penting adalah kurangnya pemahaman mahasiswa dan CFI terhadap SMS. Bahkan ketika diberikan pertanyaan spesifik mengenai jenis SMS yang digunakan di institusi mereka, banyak yang tidak dapat memberikan jawaban yang tepat. Hal ini menunjukkan perlunya pendidikan lebih lanjut mengenai SMS di lingkungan akademik.

2. Peran Pelatihan Keselamatan

Mahasiswa dan CFI lebih banyak belajar tentang keselamatan melalui interaksi sehari-hari daripada melalui pelatihan formal. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan SMS dalam kurikulum penerbangan dan memastikan CFI memahami perannya dalam membentuk budaya keselamatan.

3. Kebutuhan Umpan Balik dalam Pelaporan Keselamatan

Mahasiswa dan CFI cenderung enggan melaporkan insiden keselamatan jika mereka tidak mendapatkan umpan balik yang jelas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian umpan balik terhadap laporan keselamatan dapat meningkatkan partisipasi dalam sistem pelaporan dan memperkuat budaya keselamatan.

Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di program penerbangan perguruan tinggi adalah:

  1. Meningkatkan Edukasi SMS
    • Memasukkan SMS sebagai bagian dari kurikulum penerbangan.
    • Menyediakan pelatihan reguler bagi CFI mengenai implementasi SMS.
  2. Memperkuat Peran CFI dalam Keselamatan
    • Menjadikan CFI sebagai mentor keselamatan bagi mahasiswa.
    • Mendorong CFI untuk lebih aktif dalam proses manajemen risiko.
  3. Meningkatkan Efektivitas Pelaporan Keselamatan
    • Menyediakan sistem umpan balik bagi pelapor.
    • Mempromosikan pentingnya pelaporan keselamatan sebagai bagian dari budaya keselamatan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa SMS memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya keselamatan di program penerbangan perguruan tinggi. Namun, keberhasilan implementasi SMS sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif mahasiswa dan CFI. Dengan meningkatkan edukasi SMS, memperkuat peran CFI, dan memastikan sistem pelaporan yang efektif, institusi dapat membangun budaya keselamatan yang lebih baik.

Sumber: Foster, R. A. & Adjekum, D. K. (2022). ‘A Qualitative Review of the Relationship between Safety Management Systems (SMS) and Safety Culture in Multiple-Collegiate Aviation Programs’. Collegiate Aviation Review International, 40(1), 63-94.

Selengkapnya
Peran Safety Management System (SMS) dalam Meningkatkan Budaya Keselamatan di Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Keselamatan Kerja

Hubungan antara Safety Management System (SMS) dan Budaya Keselamatan dalam Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Keselamatan dalam dunia penerbangan adalah aspek utama yang tidak dapat diabaikan, terutama dalam program penerbangan perguruan tinggi yang melatih calon pilot dan tenaga profesional industri penerbangan. Penelitian yang dilakukan oleh Foster dan Adjekum (2022) menyoroti hubungan antara implementasi Safety Management System (SMS) dengan persepsi budaya keselamatan di berbagai program penerbangan perguruan tinggi di Amerika Serikat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur untuk memahami bagaimana mahasiswa, instruktur penerbangan bersertifikat (CFI), dan pemimpin keselamatan memandang SMS dan budaya keselamatan di institusi mereka.

Studi Kasus dan Temuan Utama

1. Variasi Implementasi SMS di Perguruan Tinggi

Studi ini melibatkan tiga institusi penerbangan dengan tingkat implementasi SMS yang berbeda:

  • Universitas A: Baru memulai proses implementasi SMS.
  • Universitas B: Telah mencapai tahap kepatuhan aktif dalam program SMS yang diakui oleh FAA.
  • Universitas C: Telah mencapai tahap akhir dalam standar SMS internasional.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa banyak mahasiswa dan CFI tidak memahami SMS secara mendalam. Mayoritas mengasosiasikan SMS hanya dengan sistem pelaporan keselamatan, tanpa memahami aspek yang lebih luas seperti manajemen risiko dan evaluasi keselamatan.

2. Peran CFI dalam Membentuk Budaya Keselamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CFI memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi budaya keselamatan mahasiswa. Beberapa poin penting terkait peran CFI:

  • CFI sebagai contoh utama: Mahasiswa lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku CFI dibandingkan kebijakan tertulis.
  • Variasi pendekatan keselamatan: Mahasiswa yang memiliki lebih dari satu CFI mendapatkan perspektif berbeda terkait keselamatan.
  • Kesenjangan pemahaman SMS: Banyak CFI tidak memahami SMS secara menyeluruh, sehingga sulit untuk menanamkan pemahaman yang baik kepada mahasiswa.

3. Kurangnya Pemahaman tentang SMS

Salah satu temuan utama penelitian ini adalah bahwa sebagian besar mahasiswa dan CFI tidak memahami secara spesifik jenis SMS yang diterapkan di institusi mereka. Bahkan ketika diberikan pertanyaan spesifik mengenai fase implementasi SMS, mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat.

Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada edukasi lebih lanjut mengenai SMS dalam kurikulum penerbangan serta integrasi konsep keselamatan dalam pelatihan sehari-hari.

4. Kebutuhan Umpan Balik dalam Pelaporan Keselamatan

Mahasiswa dan CFI enggan melaporkan insiden keselamatan jika mereka tidak mendapatkan umpan balik yang jelas dari laporan mereka. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian umpan balik terhadap laporan keselamatan dapat meningkatkan partisipasi dalam sistem pelaporan dan memperkuat budaya keselamatan.

Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di program penerbangan perguruan tinggi adalah:

  1. Meningkatkan Edukasi SMS
    • Memasukkan SMS sebagai bagian dari kurikulum penerbangan.
    • Menyediakan pelatihan reguler bagi CFI mengenai implementasi SMS.
  2. Memperkuat Peran CFI dalam Keselamatan
    • Menjadikan CFI sebagai mentor keselamatan bagi mahasiswa.
    • Mendorong CFI untuk lebih aktif dalam proses manajemen risiko.
  3. Meningkatkan Efektivitas Pelaporan Keselamatan
    • Menyediakan sistem umpan balik bagi pelapor.
    • Mempromosikan pentingnya pelaporan keselamatan sebagai bagian dari budaya keselamatan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa SMS memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya keselamatan di program penerbangan perguruan tinggi. Namun, keberhasilan implementasi SMS sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif mahasiswa serta CFI. Dengan meningkatkan edukasi SMS, memperkuat peran CFI, dan memastikan sistem pelaporan yang efektif, institusi dapat membangun budaya keselamatan yang lebih baik.

Sumber: Foster, A. R. & Adjekum, D. K. (2022). ‘A Qualitative Review of the Relationship between Safety Management Systems (SMS) and Safety Culture in Multiple-Collegiate Aviation Programs’. Collegiate Aviation Review International, 40(1), 63-94.

Selengkapnya
Hubungan antara Safety Management System (SMS) dan Budaya Keselamatan dalam Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Keselamatan Kerja

Menuju Operasi Offshore Tanpa Insiden: Konseptualisasi Langkah Keselamatan Tingkat Lanjut

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Industri minyak dan gas offshore menghadapi tantangan besar dalam menjaga keselamatan operasional. Dengan risiko tinggi akibat kondisi lingkungan ekstrem, kesalahan manusia, dan kegagalan peralatan, industri ini harus menerapkan langkah-langkah keselamatan yang lebih maju untuk mencapai zero-incident operations. Studi oleh Aderamo et al. (2024) menyajikan kerangka konseptual untuk meningkatkan keselamatan dengan teknologi canggih dan pendekatan manajemen keselamatan berbasis budaya organisasi.

Studi Kasus dan Data

Penelitian ini menyajikan beberapa studi kasus dari platform minyak offshore yang telah menerapkan langkah-langkah keselamatan inovatif. Beberapa angka penting dari studi ini meliputi:

  • Reduksi kecelakaan kerja sebesar 35% dengan penerapan pemeliharaan prediktif berbasis AI.
  • Peningkatan efisiensi operasional hingga 20% melalui penggunaan sensor IoT untuk pemantauan real-time.
  • Tingkat kepatuhan terhadap regulasi meningkat 90% dengan implementasi sistem keselamatan berbasis budaya.

Teknologi Keselamatan yang Diusulkan

1. Pemeliharaan Prediktif dengan AI

  • Menggunakan machine learning untuk mendeteksi potensi kegagalan peralatan sebelum terjadi insiden.
  • Menganalisis pola keausan dan memberi peringatan dini.
  • Mengurangi downtime dan memperpanjang umur peralatan.

2. Pemantauan Real-time dengan IoT

  • Sensor IoT digunakan untuk mengukur kondisi lingkungan dan kinerja peralatan.
  • Data dikirim secara langsung ke pusat kontrol untuk analisis dan respons cepat.
  • Mampu mendeteksi kebocoran gas atau perubahan tekanan yang berpotensi membahayakan.

3. Pelatihan Keselamatan dengan Virtual Reality (VR)

  • Simulasi berbasis VR memungkinkan pekerja mengalami skenario berbahaya dalam lingkungan yang aman.
  • Mengurangi risiko kesalahan manusia dengan meningkatkan kesiapan mental dan teknis pekerja.
  • Studi menunjukkan bahwa pekerja yang menjalani pelatihan VR memiliki peningkatan keterampilan keselamatan sebesar 40%.

Regulasi dan Budaya Keselamatan

Penerapan teknologi saja tidak cukup tanpa komitmen terhadap budaya keselamatan. Perusahaan yang sukses dalam mencapai zero-incident operations memiliki ciri:

  • Kepemimpinan yang berorientasi keselamatan: Manajer terlibat langsung dalam inisiatif keselamatan.
  • Sistem pelaporan insiden tanpa sanksi: Pekerja lebih aktif melaporkan potensi bahaya tanpa takut hukuman.
  • Kepatuhan regulasi ketat: Standarisasi mengikuti ISO 45001 dan regulasi dari badan internasional seperti IMO.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dengan kombinasi teknologi canggih, budaya keselamatan, dan regulasi ketat, industri offshore dapat bergerak menuju zero-incident operations. Studi ini menunjukkan bahwa langkah-langkah seperti pemeliharaan prediktif, pemantauan IoT, dan pelatihan VR dapat mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi.

Rekomendasi Utama:

  1. Mengintegrasikan teknologi AI dan IoT dalam pemantauan operasional.
  2. Menerapkan pelatihan VR untuk meningkatkan kesiapan pekerja terhadap bahaya.
  3. Mendorong budaya keselamatan proaktif dengan kepemimpinan yang mendukung pelaporan insiden tanpa sanksi.
  4. Mematuhi standar regulasi internasional guna memastikan keselamatan optimal.

Sumber: Aderamo, A. T., Olisakwe, H. C., Adebayo, Y. A., & Esiri, A. E. (2024). ‘Towards Zero-Incident Offshore Operations: Conceptualizing Advanced Safety Safeguards’. International Journal of Engineering Research and Development, 20(11), 216-233.

Selengkapnya
Menuju Operasi Offshore Tanpa Insiden: Konseptualisasi Langkah Keselamatan Tingkat Lanjut

Keselamatan Kerja

Analisis Kritis terhadap Safety Management Systems dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Perusahaan yang beroperasi dengan bahan berbahaya memiliki tantangan besar dalam memastikan keselamatan kerja dan kepatuhan terhadap regulasi industri. Studi oleh József Lakatos dan Ágota Drégelyi-Kiss (2023) membandingkan berbagai Safety Management Systems (SMS), termasuk Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) berdasarkan ISO 45001, Process Safety Management (PSM), dan Safety Management System (SMS) yang diwajibkan oleh hukum. Penelitian ini menyoroti peluang perbaikan dalam sistem keselamatan yang diterapkan di perusahaan yang memproduksi dan memproses bahan berbahaya. Dengan mengadopsi praktik terbaik dari berbagai sistem, perusahaan dapat meningkatkan kinerja keselamatan, mengurangi risiko kecelakaan, dan menciptakan budaya keselamatan yang lebih kuat.

Perbandingan Sistem Manajemen Keselamatan

1. Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) – ISO 45001

  • Berfokus pada keselamatan kerja dan kesehatan karyawan.
  • Menekankan partisipasi pekerja dalam mengidentifikasi bahaya dan mencegah kecelakaan.
  • ISO 45001 menggantikan OHSAS 18001, yang sebelumnya menjadi standar utama dalam keselamatan kerja.

2. Process Safety Management (PSM)

  • Digunakan dalam industri kimia dan manufaktur bahan berbahaya.
  • Bertujuan untuk mencegah kebocoran bahan kimia dan insiden besar melalui pemantauan teknologi dan pelatihan ketat.
  • Menekankan analisis risiko proses dan pemeliharaan peralatan.

3. Safety Management System (SMS) berdasarkan Regulasi Hukum

  • SMS diwajibkan oleh Undang-Undang Perlindungan Bencana di Hungaria dan mengikuti prinsip SEVESO III.
  • Menyediakan kerangka kerja untuk mencegah kecelakaan besar dan memastikan perusahaan memenuhi standar keselamatan yang ketat.
  • SMS hukum menggabungkan komunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal, termasuk masyarakat dan otoritas pemerintah.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Tingkat kecelakaan industri menurun sebesar 30% dalam perusahaan yang mengadopsi kombinasi ISO 45001 dan PSM.
  • Di sektor kimia, penerapan PSM telah mengurangi risiko kebocoran bahan beracun hingga 45%.
  • Pabrik yang mengimplementasikan SMS berbasis hukum mengalami peningkatan kepatuhan regulasi sebesar 90%.

Elemen Kunci dalam Sistem Manajemen Keselamatan

  1. Analisis Risiko dan Pencegahan Bahaya
    • OHSMS: Menggunakan pendekatan berbasis pekerja untuk mengidentifikasi risiko.
    • PSM: Menganalisis risiko bahan kimia dan kegagalan proses industri.
    • SMS: Menilai risiko bencana besar dan melibatkan pemangku kepentingan eksternal.
  2. Pemeliharaan dan Inspeksi Teknologi
    • PSM mewajibkan pemeliharaan prediktif untuk mencegah kegagalan teknis.
    • ISO 45001 mengharuskan inspeksi berkala terhadap alat pelindung diri (APD).
  3. Pelibatan Pekerja dan Manajemen
    • ISO 45001 menekankan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan keselamatan.
    • PSM lebih teknis, dengan fokus pada insinyur dan ahli keselamatan.
    • SMS hukum mengharuskan komunikasi dengan regulator dan komunitas.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Efisiensi SMS

  1. Integrasi Elemen Terbaik dari Berbagai Sistem
    • Menggabungkan ISO 45001 untuk keselamatan kerja, PSM untuk manajemen risiko teknologi, dan SMS berbasis regulasi untuk kepatuhan hukum.
  2. Penggunaan Teknologi Cerdas dalam Keselamatan Kerja
    • Internet of Things (IoT) dan cloud computing dapat digunakan untuk pemantauan risiko secara real-time.
    • Sensor otomatis membantu mendeteksi kebocoran bahan berbahaya lebih cepat.
  3. Penerapan Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
    • Menjadikan keselamatan sebagai bagian dari perbaikan berkelanjutan dalam operasional perusahaan.
    • Memastikan pelaporan insiden digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan sistem.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa tidak ada satu sistem keselamatan yang sempurna, tetapi dengan menggabungkan elemen terbaik dari OHSMS, PSM, dan SMS berbasis regulasi, perusahaan dapat meningkatkan keselamatan operasional dan kepatuhan terhadap hukum. Dengan adopsi teknologi modern dan pendekatan yang lebih fleksibel, organisasi dapat menciptakan sistem keselamatan yang lebih efektif dan responsif terhadap tantangan industri modern.

Sumber: Lakatos, J., & Drégelyi-Kiss, Á. (2023). ‘Critical Comparison on Safety Management Systems, Identifying Opportunities for Companies Manufacturing and Using Hazardous Substances’. Interdisciplinary Description of Complex Systems, 21(1), 114-130.

Selengkapnya
Analisis Kritis terhadap Safety Management Systems dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya
page 1 of 11 Next Last »