Ekonomi Regional & Statistik
Dipublikasikan oleh pada 28 Mei 2025
Pendahuluan: PDRB Bukan Sekadar Angka
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sering dianggap sebagai angka statistik belaka. Namun dalam kenyataannya, PDRB mencerminkan denyut nadi perekonomian sebuah daerah. Dalam konteks Jawa Timur—provinsi dengan kontribusi ekonomi terbesar kedua di Indonesia—fluktuasi PDRB menjadi sorotan penting.
Dalam rentang waktu 2013–2015, laju pertumbuhan ekonomi Jatim menunjukkan tren penurunan, dari 6,08% (2013) menjadi 5,44% (2015). Meskipun masih di atas rata-rata nasional, penurunan ini memicu pertanyaan: apa sebenarnya penyebabnya?
Desi Puspita, dalam tugas akhirnya di Departemen Statistika ITS, memilih pendekatan yang tidak biasa: regresi nonparametrik spline, untuk menguak hubungan antara PDRB dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya.
Latar Belakang: Saat Model Linear Tak Lagi Cukup
Sering kali dalam analisis ekonomi, hubungan antar variabel diasumsikan linier. Tapi dalam kenyataannya, data sosial ekonomi sangat dinamis dan kompleks. Dalam studi ini, scatterplot menunjukkan pola tak beraturan antara PDRB dengan variabel-variabel prediktor seperti:
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Jumlah Industri Besar dan Sedang (IBS)
Dana Alokasi Umum (DAU)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kondisi ini membuat metode regresi linear biasa tidak memadai, dan mendorong penggunaan regresi nonparametrik spline, yang memiliki fleksibilitas lebih dalam menangkap pola data yang tidak linier.
Apa Itu Regresi Nonparametrik Spline?
Keunggulan:
Tidak mengasumsikan bentuk fungsi hubungan
Cocok untuk data yang tidak mengikuti pola tertentu
Mampu menangkap perubahan lokal antar interval melalui titik knot
Spline bekerja dengan membagi kurva regresi menjadi beberapa segmen, masing-masing dengan fungsi polinomial tersendiri. Titik "knot" menjadi penentu di mana bentuk kurva berubah.
Data dan Variabel Penelitian
📍 Sumber data:
BPS Jawa Timur (2011–2015)
Statistik Keuangan dan Industri Jawa Timur
Statistik APBD dan DAU
📈 Variabel yang dianalisis:
Y (Respon): PDRB atas dasar harga konstan 2010
X1: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
X2: Jumlah Industri Besar dan Sedang (IBS)
X3: Dana Alokasi Umum (DAU)
X4: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Hasil Utama: Ketika Dana dan Industri Bicara
1. Model Terbaik: Kombinasi Knot 2-3-3
Model ini dipilih berdasarkan nilai Generalized Cross Validation (GCV) terkecil.
Nilai koefisien determinasi R² = 99,52%, menunjukkan model sangat akurat menjelaskan variasi data PDRB.
2. Tiga Variabel Paling Signifikan:
IBS (Industri): Kontribusi signifikan terhadap nilai tambah ekonomi daerah.
DAU: Semakin tinggi dana transfer pusat, semakin tinggi nilai PDRB.
APBD: Investasi langsung pemerintah daerah mendorong aktivitas ekonomi lokal.
3. TPAK Tidak Signifikan?
Meskipun teorinya partisipasi kerja memengaruhi PDRB, hasil model menunjukkan signifikansi yang lemah. Ini menunjukkan perlunya pendekatan lintas sektoral, di mana kualitas tenaga kerja lebih penting dibanding kuantitas.
Studi Kasus: Kesenjangan Antardaerah
Dalam penelitian ini, data PDRB menunjukkan disparitas mencolok:
Kota Surabaya: PDRB mencapai Rp 324,2 triliun
Kabupaten Sidoarjo: Rp 112 triliun
Kota Blitar: Hanya Rp 3,85 triliun
🎯 Analisis tambahan: Kesenjangan ini menegaskan bahwa faktor struktural seperti infrastruktur, basis industri, dan belanja pemerintah sangat menentukan perkembangan ekonomi daerah.
Kritik & Kekuatan Penelitian
🔍 Kekuatan:
Menggunakan pendekatan statistik canggih dan fleksibel
Memberi hasil akurat dan mendalam
Menyediakan rekomendasi skenario kebijakan (optimis, moderat, pesimis)
⚠️ Keterbatasan:
Data hanya tahun 2015, tidak memperhitungkan fluktuasi antar tahun
Tidak memasukkan variabel pendidikan, infrastruktur, atau indeks kemiskinan
Sifat cross-section tidak menangkap dinamika temporal
Dampak Praktis & Rekomendasi Kebijakan
Penelitian ini dapat digunakan untuk:
Perencanaan anggaran berbasis data: DAU dan APBD perlu diarahkan ke sektor pengungkit PDRB.
Pengembangan kawasan industri baru: Kabupaten dengan IBS rendah bisa diprioritaskan dalam perencanaan industri.
Evaluasi skenario fiskal daerah: Model optimis dan pesimis memberikan simulasi realistis untuk kebijakan berbasis target.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Nurindah (2016): Studi serupa di Jawa Tengah juga menempatkan DAU, IBS, dan APBD sebagai faktor utama PDRB.
Fauzan (2015): Menambahkan variabel pendidikan dan investasi untuk memperkaya model pertumbuhan.
Najiah (2013): Menggunakan regresi parametrik, tapi gagal menangkap pola nonlinier seperti yang ditunjukkan model spline ini.
Kesimpulan: Fleksibilitas Statistik untuk Fleksibilitas Ekonomi
Desi Puspita dengan cerdas memilih metode statistik nonkonvensional untuk menjawab masalah ekonomi riil. Di era kebijakan berbasis data, model regresi spline nonparametrik menjadi alat yang sangat kuat untuk mengungkap hubungan tak linier dan tak terlihat di balik angka-angka statistik.
Dengan akurasi model mencapai hampir 100%, hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan nyata untuk perencanaan pembangunan daerah yang lebih adaptif, cerdas, dan berbasis data.
Sumber:
Puspita, D. (2017). Pemodelan Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Jawa Timur Menggunakan Regresi Nonparametrik Spline. Tugas Akhir Sarjana Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Akses: ITS Repository (jika tersedia)