Drainase Berkelanjutan
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 19 September 2025
Mengapa Pengelolaan Air Berkelanjutan Kini Jadi Kebutuhan Mendesak?
Dalam dua dekade terakhir, pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia membawa konsekuensi berat terhadap daya dukung lingkungan. Alih fungsi lahan basah dan ruang terbuka menjadi kawasan perumahan, komersial, dan industri menyebabkan semakin berkurangnya kawasan resapan udara. Kombinasi tekanan populasi, perubahan iklim, serta pola konsumsi udara yang boros, menjadikan krisis udara baik kekurangan maupun kelebihan (banjir) sebagai risiko laten yang mengancam.
Dalam konteks inilah artikel ilmiah karya AAA Made Cahaya Wardani dan Cokorda Putra hadir sebagai kesepakatan pemikiran strategis. Melalui pendekatan Water Demand Management (WDM) dan pengembangan Sustainable Drainage Systems (SuDS), mereka menyusun serangkaian inovasi untuk menjawab tantangan pengelolaan udara dalam kawasan pengembangan di Indonesia.
Pengelolaan Permintaan Air (WDM): Paradigma Baru Pengelolaan Permintaan Air
Apa Itu WDM?
Pengelolaan Kebutuhan Air bukan sekedar menyediakan air, melainkan mengatur dan mengendalikan kebutuhan air dengan strategi yang efisien dan adil. Pendekatan ini pentingnya mengurangi konsumsi, mendorong efisiensi, serta mendaur ulang air untuk mengurangi beban sistem pasokan konvensional.
Wardani dan Putra menekankan bahwa WDM memiliki potensi luar biasa untuk:
Pendekatan ini juga mendukung prinsip tata kelola partisipatif, di mana masyarakat dan pemerintah bekerja sama dalam mewujudkan keinginan.
Strategi Utama: Teknologi Hemat Udara & Pemetaan Konsumsi
A. Pengukuran Cerdas dan Sistem Jaringan Pintar
Salah satu pendekatan revolusioner dalam WDM adalah penerapan jaringan pintar. Dengan sensor dan sistem pemantauan jarak jauh, penggunaan udara dapat dimonitor secara real-time. Hal ini memungkinkan deteksi kebocoran, ketidakefisienan, dan pola konsumsi yang boros.
B. Retrofit Teknologi Hemat Udara
Instalasi perangkat seperti dual-flush toilet, shower aerator, dan Duravit Rimless menjadi contoh teknologi yang mampu menekan konsumsi tanpa mengorbankan kenyamanan pengguna. Efisiensi udara dalam bangunan bisa ditingkatkan hingga 20–40%.
SuDS: Membawa Alam Kembali ke Kota
Sustainable Drainage Systems (SuDS) adalah upaya mengintegrasikan elemen alami ke dalam sistem drainase kota. Pendekatan ini tidak hanya untuk mengurangi limpasan air hujan, tetapi juga menghidupkan kembali siklus udara alami yang terganggu oleh permukaan kedap udara.
Wardani dan Putra menyusun beberapa elemen kunci SuDS, yaitu:
1. Atap Hijau
Atap hijau mampu menyerap air hujan, mengurangi suhu atap, dan memperbaiki kualitas udara. Kombinasi dengan sistem atap biru-hijau memungkinkan penyimpanan udara untuk keperluan irigasi, terutama pada bangunan bertingkat atau kawasan padat.
2. Pemanenan Air Hujan (Pemanenan Air Hujan)
Pengumpulan air hujan dari atap menjadi solusi desentralisasi udara yang efektif. Udara dapat digunakan untuk pembilasan toilet, menyiram taman, bahkan untuk mencuci dan mandi setelah melalui penyaringan. Ini secara langsung mengurangi tekanan pada air PDAM dan sistem saluran air kota.
3. Biopori: Solusi Tradisional, Dampak Modern
Lubang biopori meningkatkan infiltrasi udara ke tanah, mendukung pertumbuhan akar tanaman, serta membantu mengolah sampah organik. Pendekatan ini efektif di kawasan rumah tinggal hingga kawasan publik.
Inovasi Tambahan: Sistem Drainase Berkelanjutan
Wardani dan Putra juga menyoroti pentingnya intervensi di tingkat dasar , seperti:
Dampak Lingkungan dan Sosial: Lebih dari Sekadar Infrastruktur
Manajemen udara berkelanjutan tidak hanya soal teknik, tetapi juga tentang membangun ketahanan sosial dan ekologi kota :
Studi ini juga mengingatkan bahwa ancaman penurunan muka tanah di kota seperti Jakarta disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan. Solusinya? Bangunan tinggi harus dilengkapi sumur resapan dan sistem penahan udara sebagai bentuk regenerasi udara tanah.
Perbandingan: Tren Global dan Relevansi Lokal
Kota-kota besar dunia seperti Singapura dan Rotterdam telah lama mengadopsi strategi SuDS dan WDM:
Indonesia harus belajar dari pendekatan ini, menyesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial-ekonomi lokal. Implementasi SuDS di wilayah dengan kemiringan tanah, kepadatan tinggi, atau lahan sempit tetap dapat dilakukan, meskipun memerlukan desain penyesuaian.
Kritik dan Tantangan Implementasi
Meskipun konsep WDM dan SuDS sangat menjanjikan, ada sejumlah tantangan nyata di lapangan:
Rekomendasi Penulis: Jalan ke Depan
Penelitian ini mendorong:
Kesimpulan: Air, Pusat dari Masa Depan Kota yang Tangguh
Studi ini membuktikan bahwa manajemen lingkungan hidup tidak harus mahal atau rumit, melainkan perlu pendekatan yang terencana, terintegrasi, dan partisipatif. Kombinasi antara teknologi hemat udara, drainase alami, dan kesadaran kolektif dapat menjadi kunci bagi kota-kota Indonesia untuk bertahan di tengah krisis iklim dan urbanisasi ekstrem.
Kini saatnya kota berhenti membangun untuk menaklukkan alam dan mulai merancang ruang yang hidup selaras dengannya.
Sumber:
Wardani, AMC, & Putra, C. (2022). Inovasi Manajemen Air Berkelanjutan pada Pengembangan Kawasan di Indonesia . Jurnal Inovasi Teknik Sipil, 17(1), 35–42.
Drainase Berkelanjutan
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 12 September 2025
Latar Belakang Teoretis
Tulisan yang disajikan oleh Naufal Maulana, Rosmawita Saleh, dan Arris Maulana (2020) berakar pada permasalahan praktis yang relevan secara luas di lingkungan urban: kegagalan sistem drainase dalam menanggapi curah hujan ekstrem, yang mengakibatkan genangan berulang di Kampus B Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Kerangka teoretis yang dibangun oleh penulis secara metodis membedah masalah ini menjadi dua domain analisis fundamental: hidrologi dan hidrolika.
Pada domain hidrologi, penulis menguraikan proses standar untuk mengkuantifikasi beban air hujan yang harus ditangani oleh sistem. Ini dimulai dengan analisis frekuensi data curah hujan historis untuk menentukan curah hujan rencana dengan kala ulang tertentu (misalnya, 10 tahun). Intensitas hujan kemudian dihitung menggunakan rumus Mononobe, yang mengaitkan curah hujan harian rencana (R24) dengan waktu konsentrasi (Tc). Puncak dari analisis ini adalah penerapan Metode Rasional untuk menghitung debit puncak atau debit rencana (Qrencana), yang diformulasikan sebagai Q=0,278⋅C⋅I⋅A. Formula ini secara efektif menerjemahkan karakteristik fisik daerah tangkapan air (luas A dan koefisien limpasan C) serta data iklim (intensitas hujan I) menjadi sebuah parameter desain rekayasa yang terukur.
Selanjutnya, pada domain hidrolika, penulis memaparkan metodologi untuk mengevaluasi kapasitas infrastruktur yang ada. Kapasitas debit eksisting (Qeksisting) dihitung dengan menentukan kecepatan aliran rata-rata (V) dalam saluran menggunakan rumus Manning: V=n1R32S21 . Kecepatan ini, yang dipengaruhi oleh kekasaran material saluran (n), jari-jari hidrolis (R), dan kemiringan (S), kemudian digunakan dalam persamaan kontinuitas (Q=V⋅A) untuk menghasilkan kapasitas maksimum saluran. Dengan demikian, kerangka teoretis ini secara sistematis membangun landasan untuk perbandingan langsung antara beban hidrologis yang diantisipasi dan kapasitas hidrolis yang terukur, yang menjadi inti dari hipotesis penelitian.
Metodologi dan Kebaruan
Pendekatan penelitian yang diuraikan adalah deskripsi kuantitatif, yang alur kerjanya terstruktur secara logis dan dapat direplikasi. Proses ini mencakup serangkaian langkah rekayasa standar: (1) identifikasi masalah melalui observasi genangan; (2) pengumpulan data primer (survei dimensi saluran) dan sekunder (data curah hujan); (3) analisis hidrologi untuk menghasilkan Qrencana; (4) analisis hidrolika untuk menghasilkan Qeksisting; dan (5) evaluasi komparatif.
Kebaruan dari studi ini tidak terletak pada penemuan formula baru, melainkan pada aplikasi metodis dari prinsip-prinsip yang sudah mapan untuk tujuan diagnostik yang jelas dalam konteks infrastruktur kampus. Inti dari metodologi evaluasi ini adalah kriteria biner yang lugas: sistem dinyatakan tidak memadai jika Qeksisting<Qrencana . Kesederhanaan kriteria ini merupakan kekuatan utamanya, karena menghasilkan kesimpulan yang tegas dan mudah dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan non-teknis, seperti manajemen universitas. Dengan demikian, paper ini berfungsi sebagai panduan metodologis yang praktis untuk melakukan audit infrastruktur drainase skala kecil.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Salah satu aspek paling signifikan dari paper ini adalah diskoneksi antara judul dan ruang lingkupnya dengan data empiris yang disajikan. Meskipun secara eksplisit berfokus pada Kampus B UNJ, bagian "Hasil dan Pembahasan" tidak menyajikan analisis kuantitatif atau data spesifik untuk lokasi tersebut. Sebaliknya, penulis mengalihkan diskusi ke temuan dari studi relevan lainnya untuk mengilustrasikan penerapan metodologi mereka. Disebutkan bahwa penelitian di komplek perumahan Bea dan Cukai, yang memiliki intensitas curah hujan tinggi (mencapai 190 mm/jam), menghasilkan rekomendasi perubahan dimensi saluran . Demikian pula, studi perencanaan ulang sistem drainase di Kampus A UNJ juga menyimpulkan perlunya perubahan dimensi karena kapasitas saluran yang ada tidak mampu menampung debit rencana untuk periode 25 tahun.
Absennya data primer dari studi kasus utama secara fundamental mengubah karakter tulisan ini dari sebuah laporan penelitian empiris menjadi sebuah proposal penelitian yang dipublikasikan atau sebuah artikel metodologis. "Temuan" yang disajikan berfungsi sebagai bukti konsep (proof of concept), yang menunjukkan jenis hasil yang diharapkan akan muncul jika metodologi tersebut diterapkan sepenuhnya. Kontekstualisasi ini penting: kontribusi paper ini bukanlah pada penyelesaian masalah spesifik di Kampus B UNJ, melainkan pada penyajian dan validasi sebuah kerangka kerja diagnostik yang dapat diterapkan secara luas.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Keterbatasan paling fundamental dari karya ini adalah ketiadaan data empiris untuk studi kasus yang dijanjikan, yang menciptakan kesenjangan antara ekspektasi yang dibangun di pendahuluan dan hasil yang disajikan. Hal ini membuat kesimpulan mengenai kondisi drainase Kampus B UNJ tetap bersifat spekulatif.
Secara metodologis, pilihan untuk menggunakan Metode Rasional membawa serta asumsi-asumsi yang menyederhanakan realitas, seperti intensitas hujan yang seragam di seluruh area dan karakteristik permukaan yang homogen. Lingkungan kampus yang kompleks, dengan campuran atap, taman, dan area beraspal, mungkin memerlukan model yang lebih canggih untuk analisis yang lebih akurat. Selain itu, hasil perhitungan sangat sensitif terhadap pemilihan koefisien empiris seperti koefisien limpasan (C) dan koefisien kekasaran Manning (n). Paper ini tidak membahas ketidakpastian yang melekat dalam pemilihan nilai-nilai ini atau bagaimana analisis sensitivitas dapat dilakukan untuk menguji kekokohan kesimpulan. Perubahan kecil pada koefisien ini berpotensi mengubah hasil evaluasi dari "memadai" menjadi "tidak memadai," sebuah poin kritis yang tidak dieksplorasi.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Terlepas dari keterbatasannya, paper ini memberikan kontribusi yang berharga dengan menyajikan sebuah kerangka kerja evaluasi infrastruktur yang jelas dan dapat diakses. Di tengah meningkatnya frekuensi kejadian cuaca ekstrem, pendekatan diagnostik proaktif semacam ini menjadi semakin krusial, mendorong pergeseran dari manajemen krisis reaktif ke penilaian kerentanan preventif.
Implikasi untuk penelitian di masa depan sangat jelas. Pertama, penyelesaian studi kasus Kampus B UNJ dengan data lapangan yang konkret adalah langkah yang paling logis. Kedua, kerangka kerja ini dapat diperkaya dengan mengintegrasikan analisis ekonomi untuk membandingkan biaya berbagai opsi perbaikan (misalnya, pembesaran saluran vs. kolam retensi). Ketiga, penelitian selanjutnya harus memasukkan proyeksi perubahan iklim ke dalam analisis curah hujan, sehingga desain infrastruktur tidak hanya didasarkan pada data historis tetapi juga siap menghadapi skenario iklim masa depan. Terakhir, validasi model sederhana seperti Metode Rasional terhadap model hidrologi-hidrolika yang lebih kompleks (misalnya, SWMM) akan memberikan wawasan penting tentang tingkat akurasi dan batas penerapan metode yang lebih praktis ini dalam konteks lingkungan kampus. Sebagai refleksi akhir, karya ini berhasil memetakan masalah penting dan menyajikan pendekatan yang solid, membuka jalan bagi penelitian terapan yang lebih mendalam dan relevan dengan tantangan adaptasi infrastruktur modern.
Sumber
Maulana, N., Saleh, R., & Maulana, A. (2020). Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase Terhadap Intensitas Curah Hujan di Kampus B Universitas Negeri Jakarta. Prosiding Seminar Pendidikan Kejuruan dan Teknik Sipil (SPKTS) 2020, 201-212.