Drainase Berkelanjutan

Inovasi Manajemen Air Berkelanjutan untuk Masa Depan Perkotaan Indonesia: Dari SuDS hingga Biopori

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 28 Mei 2025


Mengapa Pengelolaan Air Berkelanjutan Kini Jadi Kebutuhan Mendesak?

Dalam dua dekade terakhir, pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia membawa konsekuensi berat terhadap daya dukung lingkungan. Alih fungsi lahan basah dan ruang terbuka menjadi kawasan perumahan, komersial, dan industri menyebabkan semakin berkurangnya kawasan resapan udara. Kombinasi tekanan populasi, perubahan iklim, serta pola konsumsi udara yang boros, menjadikan krisis udara—baik kekurangan maupun kelebihan (banjir)—sebagai risiko laten yang mengancam.

Dalam konteks inilah artikel ilmiah karya AAA Made Cahaya Wardani dan Cokorda Putra hadir sebagai kesepakatan pemikiran strategis. Melalui pendekatan Water Demand Management (WDM) dan pengembangan Sustainable Drainage Systems (SuDS), mereka menyusun serangkaian inovasi untuk menjawab tantangan pengelolaan udara dalam kawasan pengembangan di Indonesia.

Pengelolaan Permintaan Air (WDM): Paradigma Baru Pengelolaan Permintaan Air

Apa Itu WDM?

Pengelolaan Kebutuhan Air bukan sekedar menyediakan air, melainkan mengatur dan mengendalikan kebutuhan air dengan strategi yang efisien dan adil. Pendekatan ini pentingnya mengurangi konsumsi, mendorong efisiensi, serta mendaur ulang air untuk mengurangi beban sistem pasokan konvensional.

Wardani dan Putra menekankan bahwa WDM memiliki potensi luar biasa untuk:

  • Mengurangi tekanan pada sumber daya air terbatas.
  • Meningkatkan efisiensi dan distribusi udara.
  • Membantu keadilan dan akses udara untuk seluruh lapisan masyarakat.

Pendekatan ini juga mendukung prinsip tata kelola partisipatif, di mana masyarakat dan pemerintah bekerja sama dalam mewujudkan keinginan.

Strategi Utama: Teknologi Hemat Udara & Pemetaan Konsumsi

A. Pengukuran Cerdas dan Sistem Jaringan Pintar

Salah satu pendekatan revolusioner dalam WDM adalah penerapan jaringan pintar. Dengan sensor dan sistem pemantauan jarak jauh, penggunaan udara dapat dimonitor secara real-time. Hal ini memungkinkan deteksi kebocoran, ketidakefisienan, dan pola konsumsi yang boros.

B. Retrofit Teknologi Hemat Udara

Instalasi perangkat seperti dual-flush toilet, shower aerator, dan Duravit Rimless menjadi contoh teknologi yang mampu menekan konsumsi tanpa mengorbankan kenyamanan pengguna. Efisiensi udara dalam bangunan bisa ditingkatkan hingga 20–40%.

SuDS: Membawa Alam Kembali ke Kota

Sustainable Drainage Systems (SuDS) adalah upaya mengintegrasikan elemen alami ke dalam sistem drainase kota. Pendekatan ini tidak hanya untuk mengurangi limpasan air hujan, tetapi juga menghidupkan kembali siklus udara alami yang terganggu oleh permukaan kedap udara.

Wardani dan Putra menyusun beberapa elemen kunci SuDS, yaitu:

1. Atap Hijau

Atap hijau mampu menyerap air hujan, mengurangi suhu atap, dan memperbaiki kualitas udara. Kombinasi dengan sistem atap biru-hijau memungkinkan penyimpanan udara untuk keperluan irigasi, terutama pada bangunan bertingkat atau kawasan padat.

2. Pemanenan Air Hujan (Pemanenan Air Hujan)

Pengumpulan air hujan dari atap menjadi solusi desentralisasi udara yang efektif. Udara dapat digunakan untuk pembilasan toilet, menyiram taman, bahkan untuk mencuci dan mandi setelah melalui penyaringan. Ini secara langsung mengurangi tekanan pada air PDAM dan sistem saluran air kota.

3. Biopori: Solusi Tradisional, Dampak Modern

Lubang biopori meningkatkan infiltrasi udara ke tanah, mendukung pertumbuhan akar tanaman, serta membantu mengolah sampah organik. Pendekatan ini efektif di kawasan rumah tinggal hingga kawasan publik.

Inovasi Tambahan: Sistem Drainase Berkelanjutan

Wardani dan Putra juga menyoroti pentingnya intervensi di tingkat dasar , seperti:

  • Kolam Retensi Air Hujan Bawah Tanah
    Tangki penyimpanan air hujan ini dapat dipasang di bawah jalan atau tempat parkir dan mampu menahan limpasan saat curah hujan tinggi.
  • Sistem Drainase Terdesentralisasi
    Seperti paving permeabel, kanal terbuka, dan lubang pohon, yang menyerap dan memperlambat aliran air ke saluran utama.

Dampak Lingkungan dan Sosial: Lebih dari Sekadar Infrastruktur

Manajemen udara berkelanjutan tidak hanya soal teknik, tetapi juga tentang membangun ketahanan sosial dan ekologi kota :

  • Merugikan banjir dan kerugian ekonomi akibat penyelamatan.
  • Meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan.
  • Menumbuhkan kesadaran kolektif untuk hidup ramah lingkungan.

Studi ini juga mengingatkan bahwa ancaman penurunan muka tanah di kota seperti Jakarta disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan. Solusinya? Bangunan tinggi harus dilengkapi sumur resapan dan sistem penahan udara sebagai bentuk regenerasi udara tanah.

Perbandingan: Tren Global dan Relevansi Lokal

Kota-kota besar dunia seperti Singapura dan Rotterdam telah lama mengadopsi strategi SuDS dan WDM:

  • Singapura memiliki NEWater—sistem daur ulang air kelas dunia.
  • Rotterdam menciptakan plaza bawah tanah yang bisa berubah menjadi kolam saat banjir.

Indonesia harus belajar dari pendekatan ini, menyesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial-ekonomi lokal. Implementasi SuDS di wilayah dengan kemiringan tanah, kepadatan tinggi, atau lahan sempit tetap dapat dilakukan, meskipun memerlukan desain penyesuaian.

Kritik dan Tantangan Implementasi

Meskipun konsep WDM dan SuDS sangat menjanjikan, ada sejumlah tantangan nyata di lapangan:

  • Pendanaan awal yang tinggi
    Atap hijau dan tangki penyimpanan air memerlukan biaya investasi yang belum tentu bisa dijangkau oleh semua kalangan.
  • Literasi masyarakat yang rendah
    Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya efisiensi udara dan pengelolaan drainase alami.
  • Kurangnya regulasi yang mendorong penerapan teknologi ramah lingkungan
    memerlukan insentif fiskal atau peraturan yang memaksa pengembang untuk mengintegrasikan solusi hijau dalam proyek mereka.

Rekomendasi Penulis: Jalan ke Depan

Penelitian ini mendorong:

  1. Regulasi yang kuat untuk infrastruktur hijau dalam proyek pengembangan kawasan.
  2. Insentif fiskal bagi warga yang menerapkan teknologi hemat air atau SuDS mandiri.
  3. Kampanye edukasi publik tentang pentingnya efisiensi udara dan keterlibatan masyarakat dalam siklus udara kota.
  4. Riset dan pengembangan teknologi lokal , agar solusi lebih terjangkau dan sesuai konteks.

Kesimpulan: Air, Pusat dari Masa Depan Kota yang Tangguh

Studi ini membuktikan bahwa manajemen lingkungan hidup tidak harus mahal atau rumit, melainkan perlu pendekatan yang terencana, terintegrasi, dan partisipatif. Kombinasi antara teknologi hemat udara, drainase alami, dan kesadaran kolektif dapat menjadi kunci bagi kota-kota Indonesia untuk bertahan di tengah krisis iklim dan urbanisasi ekstrem.

Kini saatnya kota berhenti membangun untuk menaklukkan alam—dan mulai merancang ruang yang hidup selaras dengannya.

Sumber:

Wardani, AMC, & Putra, C. (2022). Inovasi Manajemen Air Berkelanjutan pada Pengembangan Kawasan di Indonesia . Jurnal Inovasi Teknik Sipil, 17(1), 35–42.

Selengkapnya
Inovasi Manajemen Air Berkelanjutan untuk Masa Depan Perkotaan Indonesia: Dari SuDS hingga Biopori
page 1 of 1