Investasi di Indonesia: Membuka Peluang

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

17 Mei 2024, 13.36

Sumber: pexels.com

Jepang dan Indonesia telah menjalin hubungan ekonomi yang telah berlangsung lama. Pada tahun 2023, investasi Jepang di Indonesia mencapai USD4,63 miliar, menjadikan Jepang sebagai investor asing terbesar keempat. Dalam satu dekade terakhir, investor Jepang sangat tertarik pada sektor kendaraan dan transportasi, serta utilitas (listrik, air, dan gas) dan pasar real estat.

Indonesia adalah tujuan yang menarik bagi investor Jepang yang ingin mengembangkan bisnis mereka. Dengan jumlah penduduk yang besar dan ekonomi yang terus berkembang, pasar konsumen Indonesia menawarkan potensi pertumbuhan yang signifikan untuk berbagai industri.

Sumber daya alam yang melimpah termasuk mineral, batu bara dan gas alam menawarkan rantai pasokan yang stabil bagi para investor. Lokasi geografis Indonesia yang strategis dan relatif dekat dengan Jepang juga membuatnya ideal bagi investor Jepang yang berniat untuk memperluas jangkauan pasar mereka di Asia Tenggara dan global.

Inisiatif kebijakan

Denny Rahmansyah

Denny Rahmansyah
Partner
SSEK Law Firm
Jakarta
Email: dennyrahmansyah@ssek.com

Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Indonesia secara signifikan menekankan pada fasilitasi masuknya investasi asing melalui berbagai inisiatif kebijakan dan reformasi peraturan.

Kebijakan investasi saat ini sebagian besar ditujukan untuk memperkuat pengembangan ekonomi yang inovatif dan berbasis teknologi, khususnya ekonomi hijau dan ekonomi biru yang berkelanjutan. Sektor-sektor investasi yang potensial untuk mendorong ekonomi hijau antara lain infrastruktur, industri otomotif berbasis baterai listrik, dan sektor energi baru dan terbarukan. Ekonomi biru dipromosikan melalui investasi potensial di bidang perikanan, kelautan dan sumber daya pesisir, serta proyek-proyek konservasi terumbu karang.

Selain mempromosikan ekonomi berkelanjutan, pemerintah juga berfokus pada transformasi struktur ekonomi dari berbasis sektor primer menjadi berbasis nilai tambah (hilir). Hal ini dilakukan melalui prioritas sektor investasi tertentu termasuk industri yang berorientasi ekspor dan padat karya, energi terbarukan, infrastruktur, ekonomi digital, dan kegiatan nilai tambah di industri pertambangan.

Untuk memfasilitasi inisiatif kebijakan tersebut di atas dan mempermudah masuknya investasi asing, pemerintah telah menerbitkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

UU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi nasional melalui transformasi ekonomi, serta mempercepat proses pembangunan nasional, terutama dengan meningkatkan kemudahan berusaha. Secara umum, UU ini mereformasi peraturan investasi dengan merampingkan peraturan terkait investasi dan menyederhanakan prosedur perizinan usaha.

Reformasi regulasi didukung oleh digitalisasi sistem perizinan usaha yang telah meningkatkan efisiensi secara signifikan. Implementasi sistem Online Single Submission (OSS) telah menyederhanakan prosedur administratif terkait perizinan usaha, yang sangat menguntungkan investor dan pelaku usaha.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi asing juga mencakup pemberian berbagai insentif bagi investor asing. Insentif tersebut antara lain tax holiday dan tax allowance, serta fasilitas pembebasan bea masuk untuk sektor-sektor tertentu.

Mengurangi risiko

Velicia Khoswan

Velicia Khoswan
Associate
SSEK Law Firm
Jakarta
Email: veliciakhoswan@ssek.com

Terlepas dari daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi, pemahaman yang menyeluruh mengenai kerangka hukum dan peraturan diperlukan bagi investor Jepang untuk dapat mengurangi potensi risiko ketika memasuki pasar.

Pertimbangan hukum utama meliputi prosedur untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, persyaratan kapitalisasi minimum, batasan investasi asing, dan perizinan bisnis yang diperlukan. Investor asing, termasuk investor Jepang, biasanya mendirikan perusahaan di Indonesia dengan mendirikan Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA), yang akan menjadi entitas yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia.

Kegiatan usaha di Indonesia diklasifikasikan ke dalam serangkaian angka lima digit dari katalog yang dikenal sebagai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), yang terakhir kali diterbitkan pada tahun 2020.

Sebelum mendirikan PT PMA, penting untuk terlebih dahulu memeriksa KBLI yang berlaku untuk kegiatan usaha yang akan dijalankan oleh PT PMA. Menentukan KBLI yang sesuai untuk kegiatan usaha yang dimaksud sangatlah penting karena batasan investasi asing yang berlaku, kapitalisasi minimum, dan persyaratan perizinan usaha ditetapkan dengan mengacu pada klasifikasi KBLI.

Batasan penanaman modal asing, termasuk batasan kepemilikan saham asing yang berlaku, yang berlaku untuk PT PMA diatur dalam Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2021 (Daftar Positif).

Daftar Positif memberikan daftar kegiatan usaha yang terbuka dan dibatasi untuk penanaman modal asing. Batasan tersebut termasuk larangan total bagi individu dan entitas asing untuk berinvestasi dalam kegiatan usaha yang relevan, persentase kepemilikan saham maksimum, atau persyaratan untuk bekerja sama dengan koperasi lokal atau usaha mikro, kecil dan menengah.

Selain batasan kepemilikan asing, penetapan nomor KBLI PT PMA juga sangat penting untuk menentukan kapitalisasi PT PMA yang diperlukan dan tepat.

Sebagai aturan umum, dengan pengecualian di sektor-sektor tertentu, nilai investasi minimum PT PMA adalah Rp10 miliar (USD640.000) per nomor KBLI, tidak termasuk tanah dan bangunan. Dalam praktiknya, nilai investasi minimum ini tercermin dan secara umum dianggap setara dengan modal dasar perusahaan, yang mana bukan merupakan modal yang disuntikkan ke dalam perusahaan secara aktual, melainkan nilai plafon dari modal yang ditempatkan dan disetor (modal yang benar-benar disuntikkan). Terlepas dari hal-hal yang disebutkan di atas, PT PMA juga diwajibkan untuk memiliki modal dasar minimal Rp10 miliar.

Setelah PT PMA didirikan, PT PMA harus mendapatkan izin-izin yang diperlukan untuk dapat menjalankan kegiatan usaha di Indonesia. Semua perizinan dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko, di mana setiap kegiatan usaha diklasifikasikan berdasarkan skala risiko kegiatan tersebut.

Kegiatan usaha dengan risiko rendah hanya perlu mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Kegiatan usaha yang berisiko lebih tinggi memerlukan izin usaha dan/atau sertifikasi tambahan selain NIB, tergantung pada jenis kegiatan usaha dan risiko yang terkait.

Selain persyaratan dan pembatasan umum yang disebutkan di atas, beberapa sektor usaha memiliki persyaratan dan pembatasan sektoral yang harus dipertimbangkan oleh investor.

Sebagai contoh, Indonesia memberlakukan kewajiban divestasi untuk perusahaan pertambangan mineral dan batubara yang sahamnya dipegang oleh pemegang saham asing, yang mewajibkan investor asing untuk mendivestasikan saham mereka secara bertahap kepada pemegang saham domestik selama periode waktu tertentu.

Contoh lainnya adalah persyaratan yang dikenakan pada pemegang saham perusahaan jasa konstruksi; mereka harus merupakan badan usaha jasa konstruksi di negara asalnya (untuk pemegang saham asing) atau perusahaan jasa pertambangan konstruksi nasional (untuk pemegang saham domestik). Ketika berinvestasi di Indonesia, investor Jepang mungkin menghadapi berbagai risiko dalam menavigasi lanskap hukum, yang membutuhkan strategi mitigasi. Risiko yang signifikan adalah perubahan peraturan yang dapat mempengaruhi investasi dan operasi bisnis.

Perubahan tersebut mungkin tidak dapat diprediksi, terlebih lagi jika dikombinasikan dengan faktor-faktor lain seperti ketidakstabilan politik dan geopolitik. Perubahan peraturan dapat mengganggu rencana bisnis investor, dan proses untuk mematuhi peraturan baru terkadang memakan waktu dan biaya.

Disadur dari: law.asia