Inilah Rahasia di Balik Penyusunan Atlas Pertanian Kulonprogo!

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah

29 April 2025, 07.33

pixabay

Pendahuluan: Visualisasi Data Pertanian untuk Perencanaan Pembangunan

Pertanian di Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, menjadi sektor ekonomi utama sekaligus potensi pembangunan daerah. Namun, potensi besar ini membutuhkan data spasial yang akurat untuk mendorong perencanaan berbasis bukti. Melalui penelitian Aniendyta Apty Haryono dan Noorhadi Rahardjo, penyusunan Atlas Pertanian menjadi upaya strategis untuk menggabungkan data statistik ke dalam bentuk visual yang lebih intuitif dan informatif.

Penelitian ini menegaskan pentingnya transformasi data numerik menjadi peta-peta tematik dan atlas, baik dalam format cetak maupun elektronik, untuk mempermudah akses informasi oleh pembuat kebijakan dan masyarakat luas.

Metode Penelitian: Dari Data Statistik Menuju Representasi Spasial

Penelitian ini menggunakan serangkaian metode yang sistematis:

  • Pengumpulan Data: Digitalisasi peta, pengumpulan data statistik pertanian (2006–2010), dan dokumentasi atribut seperti foto dan deskripsi objek.

  • Klasifikasi dan Simbolisasi Data: Data diklasifikasikan menggunakan metode Dispersal Graphs dan disimbolkan berdasarkan kaidah kartografis.

  • Pembuatan Peta Tematik: Data statistik dipetakan menggunakan ArcGIS 9.2 untuk menghasilkan peta produksi dan perkembangan komoditas pertanian.

  • Penyusunan Atlas: Atlas disusun dalam dua format — cetak (konvensional) dan elektronik — dengan desain antarmuka dan navigasi berbeda.

  • Evaluasi: Efektivitas atlas diuji melalui kuisioner kepada responden untuk menilai aspek kemudahan penggunaan, tampilan, dan pemahaman isi.

Hasil Penelitian: Menyatukan Data Pertanian dalam Bentuk Atlas

Desain Simbol dan Visualisasi Data

  • Simbol Areal digunakan untuk data produksi padi, dengan gradasi warna sebagai indikator volume produksi.

  • Simbol Titik dan Diagram Batang digunakan untuk komoditas lain seperti palawija dan temulawak, di mana tinggi diagram menggambarkan volume produksi.

Distribusi Spasial Produksi Pertanian

  • Peta Produksi Padi 2006 menunjukkan kecamatan Wates dan Sentolo sebagai sentra produksi utama.

  • Peta Produksi Palawija mengungkap persebaran lebih merata namun volume lebih kecil.

  • Peta Perkembangan Temulawak (2006–2010) mencatat pertumbuhan positif di sebagian besar kecamatan, mencerminkan potensi herbal lokal.

Penyusunan Atlas Konvensional dan Elektronik

  • Atlas Cetak: Menyajikan peta-peta secara sistematis dari administrasi hingga produksi pertanian, dilengkapi daftar isi sebagai navigasi.

  • Atlas Elektronik: Dilengkapi tombol interaktif, grafik tambahan, foto, dan narasi multimedia, membuat pengguna dapat mengakses informasi lebih dinamis.

Evaluasi dan Persepsi Pengguna

  • 16,7% responden tidak dapat menerima atlas dengan baik.

  • 66,7% responden menerima atlas dengan cukup baik.

  • 16,7% responden sangat menyukai atlas.

Menariknya, mayoritas pengguna lebih memilih atlas versi cetak karena dianggap lebih praktis, meski atlas elektronik menawarkan informasi tambahan yang lebih kaya.

Studi Kasus Tambahan: Pentingnya Atlas Elektronik dalam Era Digital

Di masa kini, tren penggunaan atlas digital berkembang pesat seiring meningkatnya adopsi teknologi di sektor publik. Kabupaten seperti Banyuwangi dan Kulonprogo mulai mengembangkan dashboard pertanian berbasis GIS, mempercepat keputusan dalam pengelolaan pangan lokal. Dalam konteks ini, proyek penyusunan atlas elektronik Kulonprogo menjadi langkah awal penting menuju pemerintahan berbasis data (data-driven governance).

Namun, tantangan utama tetap pada ketersediaan perangkat dan literasi digital masyarakat di pedesaan.

Analisis Kritis: Kekuatan dan Kelemahan Penelitian

Kekuatan

  • Pendekatan sistematis: Dari pengumpulan data hingga evaluasi atlas.

  • Kombinasi format cetak dan elektronik: Menyesuaikan kebutuhan pengguna konvensional dan modern.

  • Integrasi Data Atribut: Narasi, tabel, dan foto memperkaya peta.

Kelemahan

  • Terbatasnya Partisipasi Responden: Evaluasi berbasis sampel kecil berpotensi bias.

  • Keterbatasan Atlas Elektronik: Keterbatasan akses komputer di tingkat desa menjadi hambatan utama.

  • Rentang Data Terbatas: Fokus hanya 2006–2010, tanpa pembaruan ke data terbaru.

Relevansi dan Implikasi untuk Pembangunan Wilayah

Atlas Pertanian menjadi alat vital dalam:

  • Perencanaan Pangan: Menentukan daerah prioritas produksi dan pengembangan komoditas unggulan.

  • Pengentasan Kemiskinan: Menyasar daerah dengan produksi rendah untuk intervensi program pertanian.

  • Penguatan Daya Saing Daerah: Menunjukkan potensi ekspor produk pertanian berbasis spasial.

Dengan adanya atlas elektronik, Kabupaten Kulonprogo mampu mengikuti arah global di mana data geospasial menjadi basis perencanaan ekonomi, pertanian, dan infrastruktur.

Kesimpulan

Penyusunan Atlas Pertanian di Kabupaten Kulonprogo bukan sekadar proyek akademik, melainkan langkah konkret untuk meletakkan pondasi data spasial pertanian dalam pembangunan berkelanjutan.
Kedepannya, integrasi atlas ini ke dalam sistem informasi daerah akan mempercepat transformasi Kulonprogo menjadi wilayah berbasis data modern.

Dalam era teknologi, siapa yang menguasai data — dialah yang memenangkan masa depan.

 Sumber

Penelitian ini dapat diakses di:

Aniendyta Apty Haryono & Noorhadi Rahardjo, Penyusunan Atlas Pertanian Wilayah Kabupaten Kulonprogo Provinsi DIY, 2023.