FTA dan Dinamika Persaingan Usaha di Banten: Antara Peluang dan Tantangan Global

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah

20 Mei 2025, 08.03

pixabay

Pendahuluan

Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah mendorong negara-negara di dunia untuk membuka akses pasar seluas-luasnya melalui skema kerja sama perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA). Indonesia termasuk negara yang cukup aktif dalam mengadopsi FTA, baik secara bilateral, regional, maupun multilateral. Paper karya Hermansyah Andi Wibowo ini memberikan perhatian khusus pada bagaimana pelaksanaan FTA berdampak terhadap struktur dan dinamika persaingan usaha di Provinsi Banten—sebuah wilayah strategis yang memiliki basis industri kuat di sektor manufaktur, jasa, dan perdagangan.

Dengan pendekatan studi lapangan dan dokumentasi, penulis mengeksplorasi perubahan yang terjadi pasca implementasi FTA serta merumuskan solusi konkret agar pelaku usaha lokal tidak tergerus arus liberalisasi.

Dinamika FTA dan Tantangan di Wilayah Industri

Dampak Langsung FTA terhadap Pelaku Usaha Lokal

Dalam kajiannya, Wibowo menyebutkan bahwa pelaksanaan FTA berdampak langsung terhadap meningkatnya produk impor yang masuk ke pasar Banten. Hal ini memicu persaingan yang ketat, terutama di sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang tidak memiliki kapasitas produksi besar, efisiensi logistik memadai, ataupun teknologi canggih. Produk dari Tiongkok, Jepang, dan negara-negara ASEAN lainnya kerap kali lebih murah dan lebih menarik secara tampilan sehingga lebih kompetitif di pasar domestik.

Salah satu data menarik yang diangkat adalah peningkatan volume impor produk tekstil dan elektronik sebesar lebih dari 20% dalam kurun dua tahun setelah implementasi FTA ASEAN-China. Kondisi ini menimbulkan tekanan besar bagi industri tekstil lokal di Tangerang dan Cilegon.

Efek Struktural: Konsentrasi Usaha dan Dominasi Modal Besar

Salah satu kesimpulan penting dari studi ini adalah meningkatnya konsentrasi usaha pada pelaku bisnis besar. Dalam situasi pasar bebas, perusahaan yang memiliki modal kuat, akses teknologi tinggi, dan jaringan distribusi luas cenderung mendominasi pasar. Sebaliknya, pelaku UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal justru kehilangan pangsa pasar karena tidak mampu bersaing secara harga dan kualitas.

Fenomena ini menunjukkan bahwa liberalisasi tidak selalu menciptakan persaingan usaha yang sehat, melainkan justru dapat menciptakan kecenderungan oligopoli baru di sektor-sektor tertentu.

Studi Kasus

Untuk memperkuat argumen, Wibowo menyajikan studi kasus pada sektor tekstil dan manufaktur. Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Serang menjadi lokasi utama observasi, mengingat daerah ini merupakan pusat kegiatan industri di Banten.

Temuan Kunci:

  • Kinerja IKM Tekstil menurun: Tercatat penurunan omzet rata-rata sebesar 15% setelah dua tahun FTA berlaku.

  • Pengurangan tenaga kerja: Banyak IKM melakukan rasionalisasi tenaga kerja sebagai respon terhadap tekanan persaingan.

  • Konsumen berpindah ke produk impor: Daya saing produk lokal menurun karena kalah teknologi dan estetika desain.

Analisis Tambahan:

Hal ini menunjukkan pentingnya peran pemerintah dalam menyokong daya saing IKM melalui subsidi, pelatihan teknologi, dan promosi produk lokal di dalam negeri maupun luar negeri.

Analisis Regulasi dan Kelembagaan

Salah satu kritik tajam dalam paper ini adalah lemahnya pengawasan terhadap praktik perdagangan yang tidak fair. Penulis menyoroti ketiadaan regulasi teknis yang adaptif terhadap dampak-dampak FTA. Kelembagaan yang mengawasi perdagangan dan perlindungan UMKM juga masih terfragmentasi.

Masalah utama yang teridentifikasi:

  • Kurangnya mekanisme safeguard atas lonjakan produk impor.

  • Ketiadaan pelatihan atau insentif untuk konversi usaha ke sektor yang lebih produktif.

  • Regulasi tidak sinkron antara pusat dan daerah.

Strategi Adaptasi dan Rekomendasi Kebijakan

Penulis mengusulkan serangkaian strategi yang bisa diterapkan oleh pemerintah provinsi dan pelaku usaha:

Rekomendasi Utama:

  • Revitalisasi IKM melalui akses pembiayaan lunak dan adopsi teknologi tepat guna.

  • Pelatihan SDM di bidang digitalisasi usaha, branding, dan pengelolaan ekspor.

  • Penguatan regulasi lokal untuk melindungi pasar domestik dari praktik dumping dan monopoli harga.

  • Kampanye produk lokal agar masyarakat lebih sadar pentingnya membeli produk dalam negeri.

Strategi ini tidak hanya bersifat defensif, tetapi juga proaktif agar pelaku usaha bisa ikut serta dalam jaringan rantai pasok global.

Keterkaitan dengan Tren Global dan Nasional

Dalam konteks global, tren ekonomi saat ini sedang menuju era resilience economy pasca pandemi COVID-19. Negara-negara yang mampu menyeimbangkan keterbukaan pasar dengan perlindungan sektor strategis akan menjadi pemenang jangka panjang. Oleh karena itu, temuan paper ini sangat relevan sebagai acuan daerah dalam menyusun kebijakan perdagangan dan industri.

Di tingkat nasional, strategi hilirisasi dan peningkatan daya saing UMKM yang dicanangkan oleh pemerintah pusat seharusnya menjadi bagian integral dari implementasi FTA di daerah.

Opini Kritis

Resensi ini menilai bahwa paper karya Hermansyah Wibowo merupakan kontribusi penting dalam literatur kebijakan ekonomi daerah. Namun, ada beberapa hal yang dapat dikritisi atau dikembangkan lebih lanjut:

  • Kurangnya eksplorasi digitalisasi UMKM: Padahal ini bisa menjadi kunci dalam menjawab tantangan globalisasi.

  • Minimnya data kuantitatif yang lengkap: Beberapa klaim dapat diperkuat dengan tabel atau grafik tren lima tahun terakhir.

  • Belum menyentuh potensi FTA dari sisi ekspor lokal yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Banten.

Meskipun demikian, paper ini sukses memetakan permasalahan utama, serta menawarkan solusi berbasis realitas di lapangan.

Kesimpulan

Pelaksanaan Free Trade Area (FTA) di Provinsi Banten berdampak signifikan terhadap dinamika persaingan usaha. Meskipun membuka akses pasar lebih luas, FTA juga memicu tekanan terhadap pelaku usaha lokal, khususnya industri kecil dan menengah (IKM), yang belum siap bersaing dengan produk impor.

Ditemukan bahwa banyak IKM mengalami penurunan omzet dan pangsa pasar akibat lemahnya daya saing dan minimnya perlindungan dari pemerintah daerah. Ketidaksiapan regulasi serta kurangnya strategi adaptasi menjadi hambatan utama dalam menghadapi dampak FTA.

Untuk itu, dibutuhkan kebijakan afirmatif seperti pelatihan, pendampingan, dan penguatan regulasi guna menjaga keberlangsungan industri lokal di tengah arus perdagangan bebas.

Sumber

Wibowo, H. A. (Tanpa Tahun). Kajian Dampak terhadap Persaingan Usaha terkait Pelaksanaan Free Trade Area (FTA) di Provinsi Banten. [Makalah tidak dipublikasikan].