Evaluasi Kinerja Manajemen K3 di Proyek Gedung: Antara Regulasi dan Realita Lapangan

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj

06 Mei 2025, 07.44

pexels.com

Pendahuluan

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) menjadi salah satu pilar fundamental dalam proyek konstruksi, mengingat tingginya risiko yang mengintai pekerja di lapangan. Indonesia sendiri melalui regulasi seperti UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3) telah menetapkan landasan hukum pelaksanaan K3 secara komprehensif. Namun, bagaimana penerapannya di lapangan? Itulah yang coba dijawab oleh penelitian berjudul Evaluasi Kinerja Penerapan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Proyek Pembangunan Gedung karya La Ode Asrul R., La Ode Adiansyah, dan La Ode Abdul Rahman.

Latar Belakang Masalah

Kasus kecelakaan kerja di sektor konstruksi masih mendominasi laporan tahunan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan). Menurut data tahun 2019, dari total 155.000 kasus kecelakaan kerja, sekitar 30% berasal dari sektor konstruksi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah sistem manajemen K3 yang telah dirancang secara nasional benar-benar diimplementasikan dengan baik di proyek-proyek konstruksi?

Penelitian ini mengambil studi kasus pada proyek pembangunan Gedung Kantor Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi seberapa efektif penerapan manajemen K3 pada proyek ini menggunakan metode evaluasi berbasis Permen PUPR No. 10 Tahun 2021.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan instrumen evaluasi berupa kuesioner dan wawancara mendalam kepada pelaksana proyek. Evaluasi dilakukan terhadap empat aspek utama dalam manajemen K3:

  • Komitmen dan Kebijakan

  • Perencanaan

  • Implementasi

  • Evaluasi dan Tinjauan Ulang

Setiap aspek dinilai menggunakan skala likert dan selanjutnya dikalkulasi untuk mendapatkan nilai total yang menunjukkan kategori kinerja (baik, cukup, atau kurang).

Hasil Evaluasi dan Analisis

1. Komitmen dan Kebijakan

Penerapan komitmen dan kebijakan K3 dalam proyek ini tergolong baik, ditunjukkan dengan keberadaan dokumen formal seperti kebijakan K3, penunjukan personel K3, dan alokasi anggaran untuk keselamatan kerja. Namun, aspek pelatihan dan sosialisasi kebijakan masih terbatas, yang menunjukkan kurangnya internalisasi nilai K3 di tingkat operasional.

2. Perencanaan

Pada aspek ini, nilai yang didapatkan masuk dalam kategori cukup. Rencana kerja K3 memang ada, namun belum sepenuhnya menjangkau semua potensi bahaya spesifik. Misalnya, identifikasi risiko belum mencakup semua pekerjaan berisiko tinggi seperti pekerjaan di ketinggian dan penggunaan alat berat. Hal ini membuka celah terjadinya kecelakaan kerja yang seharusnya bisa dicegah dengan perencanaan yang lebih rinci.

3. Implementasi

Dalam pelaksanaan lapangan, tim K3 memang aktif melakukan inspeksi rutin dan menggunakan alat pelindung diri (APD). Namun, pemantauan ini belum disertai dengan evaluasi kinerja secara periodik. Ini menyebabkan penerapan K3 bersifat reaktif, bukan proaktif. Masih banyak dijumpai pekerja yang abai menggunakan APD karena pengawasan yang tidak konsisten.

4. Evaluasi dan Tinjauan Ulang

Aspek ini mendapat nilai terendah dalam penelitian, masuk dalam kategori kurang. Evaluasi terhadap kinerja K3 cenderung dilakukan hanya saat terjadi insiden, bukan sebagai bagian dari sistem berkelanjutan. Tidak ada sistem pelaporan terstruktur dan minim dokumentasi pelanggaran atau tindakan korektif.

Studi Kasus Tambahan: Proyek MRT Jakarta

Sebagai perbandingan, proyek besar seperti MRT Jakarta telah menerapkan SMK3 secara ketat dan terintegrasi. Dalam laporan resminya, MRT mencatat penurunan angka kecelakaan kerja hingga 70% sejak mengadopsi pendekatan berbasis ISO 45001 dan menerapkan pelatihan berkala, audit rutin, serta reward system bagi pekerja yang disiplin menerapkan K3. Ini menunjukkan bahwa implementasi K3 yang konsisten dan sistematis memberikan dampak nyata.

Kritik dan Catatan Penting

Salah satu kekuatan penelitian ini adalah pendekatannya yang terstruktur menggunakan indikator resmi dari Permen PUPR No. 10 Tahun 2021. Namun, studi ini memiliki keterbatasan pada cakupan data. Evaluasi hanya dilakukan pada satu proyek, sehingga generalisasi ke proyek lain perlu dilakukan dengan hati-hati.

Selain itu, peneliti belum mengaitkan temuan mereka dengan tren global K3 seperti digitalisasi sistem K3 (misalnya penggunaan aplikasi safety checklist dan wearable safety devices), yang kini mulai diadopsi di berbagai negara. Padahal, hal ini bisa menjadi rekomendasi kuat untuk meningkatkan efektivitas implementasi K3 di proyek-proyek di Indonesia.

Rekomendasi Praktis

Berdasarkan hasil analisis, berikut beberapa rekomendasi untuk peningkatan kinerja manajemen K3 di proyek konstruksi:

  • Integrasi Teknologi: Penggunaan aplikasi mobile untuk inspeksi harian K3 dan pelaporan potensi bahaya.

  • Pelatihan Rutin: Tidak hanya bagi pekerja baru, tetapi juga refreshment untuk pekerja lama setiap 3–6 bulan.

  • Insentif K3: Pemberian penghargaan bagi pekerja dan tim proyek yang menunjukkan disiplin tinggi terhadap SOP K3.

  • Audit Eksternal: Pelibatan auditor independen untuk mengevaluasi kinerja K3 secara objektif.

Kesimpulan

Penelitian ini memperlihatkan bahwa meskipun kerangka regulasi dan dokumen manajemen K3 telah tersedia, implementasi nyata di lapangan masih menghadapi berbagai kendala. Komitmen formal tanpa disertai pelaksanaan yang konsisten hanya menghasilkan kepatuhan administratif tanpa dampak nyata. Untuk itu, evaluasi rutin, edukasi berkelanjutan, dan integrasi teknologi menjadi kunci peningkatan budaya K3 di proyek konstruksi Indonesia.

Sumber Artikel:
La Ode Asrul R., La Ode Adiansyah, La Ode Abdul Rahman. Evaluasi Kinerja Penerapan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Proyek Pembangunan Gedung. Jurnal Ilmiah Media Engineering, Vol. 11 No. 2 (2021). https://doi.org/10.33536/me.v11i2.1585