Mengapa Lahan Basah (Wetlands) Penting?
Lahan basah merupakan ekosistem vital yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan: menyerap limpasan air hujan, menyaring polutan, menyimpan karbon, dan mendukung keanekaragaman hayati. Namun, seperti di banyak negara, Swedia telah kehilangan lebih dari 65% lahan basah alaminya karena ekspansi pertanian dan pengeringan lahan. Untuk membalikkan tren ini, sejak 1980-an, pemerintah Swedia mulai mendorong pembangunan dan restorasi lahan basah—terutama melalui insentif finansial.
Makalah tesis karya Amanda Speks (2021) yang berjudul “Analyzing the Impact of the Financial Systems for Constructing Wetlands in Sweden” menelaah efektivitas tiga skema pembiayaan utama: LOVA, LONA, dan Rural Development Programme (RDP), serta menganalisis variasi pembangunan lahan basah antar wilayah (county).
H2: Gambaran Umum Tiga Skema Pembiayaan
H3: LOVA – Local Water Preservation Grant
- Diluncurkan tahun 2009, awalnya untuk tiga tahun tetapi diperpanjang.
- Dikelola oleh Swedish Agency for Marine and Water Management (SwAM).
- Fokus: proyek yang mengurangi limpasan nutrien penyebab eutrofikasi.
- Hanya dapat diajukan oleh pemerintah daerah atau asosiasi nirlaba, bukan perorangan.
- Tingkat subsidi hingga 90% sejak 2018.
Namun, jumlah aplikasi sangat bervariasi antar county. Contohnya, Skåne dan Stockholm banyak menerima dana, sementara Gotland dan Dalarna jauh lebih sedikit.
H3: LONA – Local Initiative for Nature Conservation
- Mulai aktif sejak 2004.
- Dikelola oleh Swedish Environmental Protection Agency (SEPA).
- Bertujuan meningkatkan konservasi alam lokal, termasuk pembangunan lahan basah.
- Dana dialokasikan berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah kota/kabupaten.
Meskipun bertahan cukup lama, dampak LONA terhadap pembangunan lahan basah relatif kecil, hanya menyumbang 1% dari total luas lahan basah yang dibangun selama periode studi.
H3: RDP – Rural Development Programme
- Bagian dari kebijakan Common Agricultural Policy (CAP) Uni Eropa.
- Pendanaan 50% dari UE, 50% dari pemerintah Swedia.
- Tersedia bagi semua pemilik lahan, termasuk petani, organisasi, dan otoritas lokal.
- Dapat membiayai hingga 100% biaya proyek, maksimal 400.000 SEK/ha.
RDP merupakan pemberi dampak terbesar, menyumbang 90% dari total luas pembangunan lahan basah baru selama periode 2007–2020.
H2: Studi Kasus Nasional: Seberapa Banyak Lahan Basah yang Dibangun?
Selama 2007–2020:
- RDP membiayai 4805 ha (90%)
- LOVA membiayai 497 ha (9%)
- LONA membiayai 23 ha (1%)
- Total: 5324 ha lahan basah baru dibangun di Swedia Selatan.
Temuan ini sangat mencolok karena menunjukkan dominasi RDP dalam mendanai pembangunan ekosistem penting ini.
H2: Variasi Regional dalam Implementasi: Skåne Memimpin
H3: Mengapa Wilayah Skåne Mendominasi?
Dari seluruh county yang dianalisis, Skåne menempati posisi teratas baik dalam jumlah maupun luas lahan basah yang dibangun. Alasan utamanya:
- Proporsi lahan pertanian tertinggi di Swedia (46%).
- Area dengan sensitivitas tinggi terhadap polusi nitrat.
- Infrastruktur kelembagaan lebih siap dalam mengajukan dan melaksanakan proyek.
Sebaliknya, daerah seperti Värmland dan Gotland menunjukkan performa yang lebih rendah, sebagian karena proporsi lahan pertanian yang kecil, atau rendahnya kapasitas administrasi lokal.
H2: Tujuan dan Ukuran Lahan Basah: Fokus yang Berbeda
Berdasarkan data dari RDP:
- Tujuan pembangunan terbagi menjadi tiga:
- Mengurangi limpasan nutrien (45%)
- Meningkatkan keanekaragaman hayati (38%)
- Kombinasi keduanya (17%)
Rata-rata luas:
- Biodiversity wetlands: 3,4 ha
- Nutrient wetlands: 2,5 ha
- Kombinasi: 2,4 ha
Menariknya, 77% dari semua lahan basah berukuran di bawah 3 ha, menunjukkan bahwa proyek kecil lebih umum dan mungkin lebih mudah diterapkan secara administratif.
H2: Analisis Komparatif: Apa yang Membuat RDP Lebih Efektif?
Beberapa faktor menjadikan RDP lebih unggul dibanding LOVA dan LONA:
- Skala pendanaan besar dan multiyear (7 tahun).
- Fleksibilitas dalam penerima dana—bisa perseorangan, petani, hingga perusahaan.
- Struktur administratif yang relatif mapan melalui Swedish Board of Agriculture (SBA).
Sebaliknya, LOVA dan LONA memiliki keterbatasan administratif dan regulasi—terutama dalam kriteria penerima dan pendeknya periode proyek.
H2: Tantangan Administratif dan Rekomendasi Kebijakan
H3: 1. Kerumitan Proses Aplikasi
Banyak pemilik lahan yang enggan mengajukan hibah karena:
- Kompleksitas administratif.
- Kurangnya kejelasan tujuan dan hasil.
- Proses yang memakan waktu, terutama di RDP.
H3: 2. Ketimpangan Regional
Distribusi dana berdasarkan variabel seperti jumlah populasi atau luas lahan pertanian justru memperbesar ketimpangan—kabupaten yang sudah kuat institusinya akan lebih diuntungkan.
H3: 3. Keterbatasan Data dan Evaluasi Dampak
Kurangnya evaluasi dampak jangka panjang terhadap kualitas air, keanekaragaman hayati, atau perubahan iklim menjadi kendala dalam mengukur efektivitas sebenarnya dari pembangunan lahan basah ini.
H2: Pembelajaran Global: Relevansi bagi Negara Lain
Pendekatan Swedia—terutama keberhasilan RDP—dapat menjadi model bagi negara lain, khususnya:
- Negara-negara dengan kepemilikan lahan pribadi yang tinggi.
- Konteks di mana pemerintah ingin mendorong konservasi berbasis insentif.
Namun, perlu diingat bahwa keberhasilan sangat bergantung pada:
- Kapasitas kelembagaan daerah,
- Sistem pengawasan dan evaluasi yang ketat,
- Dan kebijakan fiskal yang stabil untuk mendukung skema jangka panjang.
H2: Kesimpulan: Memadukan Ekonomi, Ekologi, dan Pemerintahan
Amanda Speks dalam tesisnya memberikan kontribusi penting terhadap diskusi mengenai peran keuangan dalam pelestarian lingkungan. Kesimpulan utama yang bisa ditarik dari penelitian ini adalah:
- Sistem pembiayaan yang fleksibel dan inklusif seperti RDP terbukti paling efektif dalam mendorong pembangunan lahan basah baru.
- Kebijakan satu ukuran untuk semua (one-size-fits-all) tidak cocok; pendekatan berbasis regional dengan dukungan administratif penting.
- Evaluasi berkelanjutan dan transparansi dalam pendanaan sangat krusial untuk mencegah inefisiensi dan ketimpangan.
Jika negara-negara ingin mempercepat pencapaian SDG 6, mereka harus melihat tidak hanya pada pendanaan, tetapi juga pada struktur tata kelola dan kapasitas lokal untuk memaksimalkan manfaat ekologi dari setiap dana yang dikeluarkan.
Sumber asli:
Speks, Amanda. (2021). Analyzing the Impact of the Financial Systems for Constructing Wetlands in Sweden. Master Thesis in Sustainable Development, Uppsala University, No. 2021/25.