Darurat Kualitas Air Sungai Jakarta: Menyingkap Fakta Mencengangkan dari Pemantauan DLH Tahun 2021

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

12 Juni 2025, 06.17

pixabay.com

Jakarta dan Sungai: Hubungan Vital yang Terancam

Sebagai ibu kota dengan 13 sungai utama yang melintas, DKI Jakarta punya tanggung jawab besar terhadap kesehatan lingkungan perairannya. Sungai bukan hanya saluran banjir, melainkan sumber air baku, jalur transportasi, dan bagian dari ekosistem urban yang kompleks. Namun, realita yang terungkap dalam laporan "Pemantauan Kualitas Lingkungan Air Sungai Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021" menunjukkan bahwa sungai-sungai kita sedang dalam kondisi genting.

Dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta bersama PPLH-IPB, pemantauan ini mencakup 120 titik di 23 ruas sungai. Hasilnya: mayoritas lokasi pemantauan menunjukkan kondisi air yang tercemar berat, baik secara fisik, kimiawi, maupun biologis. Masalah ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam kesehatan jutaan warga Jakarta.

Cakupan dan Metodologi: Mengukur Lebih dari Sekadar Warna Air

Pemantauan dilakukan di lima DAS utama: Ciliwung, Angke-Pesanggrahan, Sunter, Cakung, dan Sentiong. Metodologi yang digunakan sangat komprehensif—mencakup 33 parameter kualitas air yang diklasifikasikan menjadi parameter fisika (seperti suhu, TDS, TSS), kimia (BOD, COD, logam berat), dan mikrobiologi (bakteri coli dan koli tinja).

Pengambilan sampel dilakukan empat kali dalam setahun pada setiap titik. Analisis dilakukan menggunakan dua pendekatan utama: metode STORET (penilaian status mutu air berdasarkan ambang batas) dan Indeks Pencemaran (IP). Kedua metode ini saling melengkapi untuk menentukan tingkat pencemaran di setiap lokasi dan mengidentifikasi sumber masalah yang paling mendesak.

Temuan Utama: Sungai Jakarta Didominasi Pencemar Organik dan Mikrobiologi

Salah satu hasil paling mengkhawatirkan adalah banyaknya titik dengan konsentrasi Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) yang sangat tinggi. BOD mencerminkan kebutuhan oksigen mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air, sedangkan COD mengukur total senyawa kimia yang dapat teroksidasi. Kadar BOD di sejumlah titik pemantauan tercatat melebihi 10 mg/L, jauh di atas ambang batas air kelas II sebesar 3 mg/L.

Selain itu, nilai Total Coliform dan Fecal Coliform di sebagian besar lokasi melampaui 2.400 MPN/100 mL, angka yang menunjukkan adanya pencemaran feses dalam jumlah besar—indikasi langsung dari limbah domestik yang tidak diolah. Pada DAS Sentiong, bahkan ditemukan nilai yang konsisten berada di atas 1.000.000 MPN/100 mL.

Temuan ini menguatkan asumsi bahwa limbah rumah tangga adalah sumber utama pencemar air sungai di Jakarta, selain limbah industri dan sedimentasi akibat erosi dan pengendapan.

Studi Kasus: DAS Ciliwung, Simbol Krisis Sungai Perkotaan

DAS Ciliwung merupakan lokasi dengan jumlah titik pemantauan terbanyak, yakni 44 titik yang tersebar dari Jakarta Selatan hingga Jakarta Utara. Sungai ini juga menerima beban aliran dari hulu di Jawa Barat, menjadikannya sangat kompleks dalam hal pengelolaan.

Salah satu titik pemantauan di sub-jaringan Istiqlal–Gajah Mada menunjukkan kadar TSS mencapai 200 mg/L dan COD mendekati 120 mg/L. Ini adalah nilai yang sangat tinggi dan masuk kategori pencemaran berat. Nilai DO (oksigen terlarut) juga sangat rendah, berkisar antara 1–2 mg/L, padahal ambang batas kualitas air yang layak membutuhkan DO minimal 4 mg/L.

Masalah juga terlihat dari pencemaran logam berat. Kandungan timbal (Pb) ditemukan hingga 0,15 mg/L, padahal ambang batas untuk air permukaan hanya 0,03 mg/L. Hal ini sangat berisiko bagi kesehatan, khususnya bila air digunakan untuk irigasi atau keperluan rumah tangga.

Pola yang Konsisten: Angke, Sunter, Cakung, hingga Sentiong Tak Luput

Bukan hanya Ciliwung yang menunjukkan gejala parah. Di DAS Angke-Pesanggrahan, ditemukan kadar amonia sebesar 3,8 mg/L dan total nitrogen yang menembus 5 mg/L. Nilai-nilai ini menunjukkan eutrofikasi, yaitu kondisi air yang kelebihan nutrien sehingga merangsang pertumbuhan alga secara berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan oksigen dan matinya organisme akuatik lain.

Di DAS Sunter, ditemukan kadar logam berat seperti kadmium dan merkuri yang berfluktuasi namun tetap di atas baku mutu. Bahkan beberapa titik di Kanal Timur (Cakung) mencatatkan kadar nikel hingga 0,1 mg/L—empat kali lipat dari ambang aman.

Sementara itu, DAS Sentiong, meski hanya memiliki empat titik pemantauan, menunjukkan tingkat pencemaran mikrobiologi yang sangat tinggi. Kandungan fecal coliform-nya menunjukkan bahwa DAS ini sangat rentan terhadap penyebaran penyakit berbasis air.

Evaluasi Spasial dan Temporal: Kondisi Makin Memburuk?

Laporan tahun 2021 membandingkan data dengan tahun 2018 dan 2019. Hasilnya menunjukkan bahwa pencemaran tidak membaik secara signifikan. Bahkan, di beberapa lokasi, indeks pencemaran justru meningkat, terutama dari aspek mikrobiologis.

Sebagai contoh, indeks pencemaran (IP) di DAS Angke naik dari 5,5 pada 2019 menjadi lebih dari 8 pada 2021, mengindikasikan lonjakan pencemaran dari kategori sedang menjadi berat. Di lokasi prioritas seperti Sungai Cideng dan Sungai Sunter, tren juga mengarah pada penurunan kualitas meski telah dilakukan intervensi teknis.

Penyebab Utama: Limbah Domestik, Industri, dan Penurunan Sedimentasi

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor dominan pencemaran adalah limbah cair domestik yang langsung dibuang ke sungai. Selain itu, limbah industri dari usaha kecil hingga besar ikut memperburuk situasi. Penurunan laju sedimentasi di beberapa lokasi juga mencerminkan terhambatnya aliran akibat tumpukan endapan, mempercepat dekomposisi bahan organik dan memperburuk kondisi air.

Konsentrasi H₂S, senyawa berbau busuk yang terbentuk dari proses anaerobik, ditemukan cukup tinggi di beberapa lokasi. Ini menunjukkan air berada dalam kondisi minim oksigen, akibat penumpukan limbah yang tidak terurai dengan baik.

Rekomendasi Penting: Dari Teknologi ke Edukasi Masyarakat

Laporan ini tidak hanya menyajikan data, tetapi juga rekomendasi konkrit. Beberapa di antaranya:

  • Peningkatan penggunaan sistem pemantauan online (Onlimo) untuk deteksi dini pencemaran.
  • Pelibatan aktif Suku Dinas Lingkungan Hidup di tiap wilayah dalam kegiatan pemantauan.
  • Verifikasi data pemantauan oleh pemilik izin usaha, termasuk perusahaan yang memiliki saluran pembuangan air limbah.
  • Kampanye penggunaan bahan ramah lingkungan, terutama untuk kebutuhan rumah tangga.
  • Peningkatan fasilitas pengolahan air limbah domestik, baik individu maupun kolektif, seperti IPAL komunal.
  • Edukasi masyarakat melalui sekolah, kampung tematik, dan media digital untuk membangun budaya jaga sungai.

Kritik dan Peluang: Mampukah Jakarta Keluar dari Krisis Air?

Laporan ini adalah langkah penting menuju transparansi lingkungan. Namun, ada beberapa catatan penting. Pertama, perlu adanya konsistensi dalam metode pemantauan dan keterlibatan lembaga independen untuk validasi data. Kedua, solusi berbasis teknologi perlu disertai regulasi ketat terhadap industri dan pengembang properti yang berpotensi mencemari sungai.

Ketiga, perlu adanya integrasi program pengelolaan sungai dengan pengendalian tata ruang, karena urbanisasi liar di bantaran sungai menyumbang kontribusi besar pada pencemaran.

Jakarta juga bisa belajar dari kota-kota besar dunia seperti Seoul yang sukses merevitalisasi Cheonggyecheon Stream melalui kolaborasi antarsektor dan investasi besar dalam infrastruktur hijau. Konsep serupa bisa diadaptasi untuk Ciliwung dan kanal-kanal utama lainnya di ibu kota.

Penutup: Sungai Jakarta Butuh Lebih dari Sekadar Normalisasi

Laporan pemantauan air sungai DKI Jakarta tahun 2021 adalah peringatan keras bagi semua pemangku kepentingan. Sungai-sungai yang dulunya menjadi nadi kehidupan kini berada di ambang kerusakan permanen. Perlu aksi nyata dan kolaborasi lintas sektor untuk menyelamatkan sistem perairan Jakarta dari krisis berkelanjutan.

Masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah harus bergerak bersama. Karena menjaga sungai bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal masa depan kota dan kesehatan generasi mendatang.

Sumber Asli
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Laporan Pemantauan Kualitas Lingkungan Air Sungai Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021. Bekerja sama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB University. Desember 2021.