Dampak Kemiskinan, Pendidikan, dan Upah terhadap Partisipasi Kerja Wanita Jawa Timur (2015–2019)

Dipublikasikan oleh

20 Mei 2025, 16.44

Sumber: Pixabay

 

Pendahuluan

Perubahan sosial dan ekonomi di Indonesia telah memperluas peran perempuan dalam dunia kerja. Namun, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita (TPAK-W) masih menunjukkan disparitas yang signifikan antar wilayah. Dalam skripsi berjudul "Pengaruh Kemiskinan, Pendidikan, dan Upah terhadap Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015–2019", Anisa Arwiaty dari Universitas Tidar mengupas dinamika kontribusi perempuan terhadap pasar kerja dan pengaruh variabel sosial-ekonomi terhadap keputusan mereka untuk bekerja.

Studi ini penting dalam konteks pemberdayaan ekonomi perempuan dan perumusan kebijakan ketenagakerjaan yang inklusif di tingkat provinsi.

Latar Belakang

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu daerah dengan populasi penduduk besar dan struktur sosial ekonomi yang kompleks. Meskipun jumlah perempuan usia produktif terus meningkat, keterlibatan mereka dalam pasar kerja tidak selalu berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi daerah.

Banyak perempuan menghadapi hambatan struktural seperti:

  • Kewajiban rumah tangga

  • Tingkat pendidikan rendah

  • Upah yang tidak kompetitif

  • Kondisi kemiskinan keluarga

Penelitian ini mencoba menguji apakah ketiga faktor tersebut—kemiskinan, pendidikan, dan upah minimum—berpengaruh terhadap keputusan wanita untuk ikut serta dalam angkatan kerja.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan data panel dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur selama 5 tahun (2015–2019). Data diambil dari BPS dan sumber resmi lainnya.

Variabel yang Digunakan:

  • Variabel Dependen: TPAK-W (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita)

  • Variabel Independen:

    • Tingkat kemiskinan (% jumlah penduduk miskin)

    • Rata-rata lama sekolah perempuan (tahun)

    • Upah minimum kabupaten/kota (rupiah)

Model yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM) berdasarkan hasil uji Chow dan Hausman. Analisis dilakukan menggunakan software Eviews.

Hasil Penelitian

Temuan Utama:

  • Kemiskinan: Berpengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi kerja wanita. Artinya, semakin miskin suatu wilayah, semakin besar tekanan ekonomi yang mendorong perempuan untuk bekerja.

  • Pendidikan: Berpengaruh negatif dan signifikan, yang mengejutkan. Perempuan dengan pendidikan tinggi cenderung memilih tidak bekerja, kemungkinan karena selektivitas kerja dan peran domestik.

  • Upah Minimum: Tidak berpengaruh signifikan terhadap partisipasi kerja wanita secara statistik, meskipun secara ekonomi diasumsikan berpengaruh.

Studi Kasus:

  • Di daerah seperti Bojonegoro dan Lamongan, yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, partisipasi kerja wanita mencapai lebih dari 55%.

  • Sebaliknya, di kota seperti Surabaya dan Malang, yang memiliki kualitas pendidikan perempuan lebih tinggi, TPAK-W justru lebih rendah.

Analisis Tambahan & Opini

Penafsiran:

Kemiskinan sebagai pendorong partisipasi wanita dalam kerja menunjukkan bahwa banyak perempuan bekerja bukan karena pilihan, melainkan karena keterpaksaan ekonomi. Ini menjadi sorotan penting dalam kajian ekonomi kesejahteraan.

Temuan negatif dari pendidikan menunjukkan bahwa perempuan berpendidikan tinggi lebih selektif terhadap jenis pekerjaan. Mereka cenderung menunggu pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan ekspektasi mereka, atau memilih aktivitas non-ekonomi seperti mengurus keluarga atau studi lanjut.

Kritik terhadap Penelitian:

  • Upah minimum sebagai indikator terlalu agregatif dan tidak mencerminkan ketimpangan upah berdasarkan sektor atau jenis kelamin.

  • Tidak mempertimbangkan variabel budaya, jumlah tanggungan, atau status perkawinan yang bisa memengaruhi keputusan wanita untuk bekerja.

Implikasi Kebijakan

  • Pemerintah daerah harus menciptakan program pelatihan kerja yang sesuai dengan keterampilan dan harapan perempuan berpendidikan.

  • Pemberdayaan ekonomi perempuan di wilayah miskin perlu dikembangkan melalui skema dukungan informal seperti UMKM berbasis rumah tangga.

  • Perlu pengembangan regulasi ketenagakerjaan yang mendukung fleksibilitas jam kerja dan cuti untuk perempuan.

Perbandingan dengan Studi Lain

Studi ini memperkuat temuan Afifah (2018) yang menyebutkan bahwa tekanan ekonomi mendorong partisipasi kerja wanita. Namun, berbeda dengan Indrawati (2016) yang menyatakan pendidikan berbanding lurus dengan partisipasi kerja perempuan secara nasional.

Kesimpulan

Penelitian Anisa Arwiaty memberikan wawasan penting tentang kompleksitas partisipasi angkatan kerja wanita di Jawa Timur. Kemiskinan mendorong perempuan untuk bekerja, sementara pendidikan tinggi justru membuat mereka lebih selektif. Hasil ini membuka ruang kebijakan yang lebih kontekstual, responsif gender, dan berbasis data wilayah.

Saran

  • Perluasan studi dengan memasukkan dimensi budaya dan keluarga.

  • Rekomendasi kebijakan harus mempertimbangkan pendekatan lintas sektor: pendidikan, ketenagakerjaan, dan pemberdayaan sosial.

Sumber

Arwiaty, A. (2021). Pengaruh Kemiskinan, Pendidikan, dan Upah terhadap Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015–2019. Universitas Tidar.