BIM Meningkatkan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Jerman

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

15 Mei 2025, 15.55

pixabay.com

Mendorong Transformasi Keselamatan Konstruksi: Peran BIM dalam OHS di Jerman

Building Information Modeling (BIM) semakin dianggap sebagai solusi digital untuk meningkatkan Occupational Health and Safety (OHS) dalam industri konstruksi. Artikel ini meresensi penelitian yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif untuk menjawab satu pertanyaan penting: Bagaimana BIM dapat meningkatkan keselamatan kerja di lokasi konstruksi?

Tantangan Keselamatan Konstruksi di Jerman

Selama periode 2010–2019, rata-rata 110.000 kecelakaan kerja terjadi setiap tahun di sektor konstruksi Jerman, dengan 77 korban jiwa per tahun. Ini setara dengan 30,2 kecelakaan fatal per satu juta pekerja penuh waktu pada 2019. Industri konstruksi menjadi sektor paling berisiko di Jerman dalam hal kecelakaan fatal.

Meskipun terdapat kebijakan seperti Baustellenverordnung yang mewajibkan keberadaan koordinator keselamatan sejak 1998, sebagian besar pekerja menyatakan tidak mengetahui peningkatan keselamatan terkini. Bahkan mereka yang menggunakan BIM tidak bisa menyebutkan peningkatan yang signifikan, mengindikasikan adanya kesenjangan pengetahuan dalam integrasi keselamatan dengan teknologi digital.

Temuan Kuantitatif: Harapan vs. Realita

Penelitian melibatkan survei terhadap tenaga kerja konstruksi. Hasilnya:

  • 96% responden percaya perusahaan mereka berusaha meningkatkan keselamatan.
  • 81% percaya bahwa rencana digital dan tampilan 3D meningkatkan pemahaman tentang keselamatan.
  • Namun hanya 58% pekerja selalu melaporkan bahaya secara langsung, sementara 42% tidak melakukannya karena tekanan waktu, rasa takut akan konsekuensi, atau penilaian yang salah.

Temuan Kualitatif: BIM dan Potensinya dalam OHS

Dalam penelitian ini, BIM memiliki empat manfaat utama menurut para praktisi:

  1. Komunikasi dan Koordinasi: BIM membantu menyinkronkan informasi di antara pemangku kepentingan, meminimalisir miskomunikasi.
  2. Transparansi: BIM mengurangi kesalahan desain dan memberikan visibilitas terhadap potensi bahaya sejak tahap awal.
  3. Akurasi: Model 3D dari BIM memberikan gambaran geometris yang lebih tepat sehingga perencanaan menjadi lebih andal.
  4. Aliran Informasi: Data proyek dapat dibagikan secara real time, mempercepat deteksi masalah dan solusi.

Namun, meskipun potensi tersebut besar, BIM masih belum digunakan secara luas untuk keselamatan kerja. Sebagian besar pengguna BIM fokus pada estimasi biaya dan penjadwalan, bukan keselamatan.

Studi Kasus: BIM untuk Validasi Desain dan Edukasi Keselamatan

  • Zhang et al. (2013) mengembangkan sistem pemeriksaan otomatis berbasis aturan untuk mendeteksi bahaya di model BIM dan menyarankan langkah pencegahan.
  • Guo et al. (2016) menciptakan sistem pengkodean aturan keselamatan untuk mendeteksi kondisi desain yang tidak aman secara otomatis.
  • Kim et al. (2016) fokus pada identifikasi bahaya yang terkait dengan struktur sementara seperti perancah.
  • Riaz et al. (2014) menggabungkan sensor nirkabel dengan BIM untuk mengawasi kadar oksigen dan suhu di lokasi konstruksi secara real-time.

Semua studi ini menunjukkan bagaimana pemodelan digital bisa berfungsi sebagai alat validasi dan edukasi yang lebih efektif daripada metode tradisional.

Hambatan dalam Implementasi BIM untuk OHS

Tantangan besar yang diidentifikasi meliputi:

  • Biaya dan Efektivitas Ekonomi: Banyak perusahaan kecil enggan berinvestasi dalam teknologi ini karena anggaran terbatas.
  • Kebutuhan Standarisasi dan Antarmuka yang Intuitif: Penggunaan BIM perlu dirancang agar dapat digunakan oleh pekerja tanpa keterampilan teknis tinggi.
  • Inisiatif Pemerintah: Diperlukan dukungan regulatif agar BIM menjadi standar keselamatan nasional.
  • Kesadaran dan Kemauan Pengguna: Tanpa adanya perubahan sikap dari pengguna BIM di lapangan, manfaatnya untuk keselamatan tidak akan terwujud.

BIM sebagai Alat Pendukung Keputusan untuk Keselamatan

Studi ini menekankan bahwa BIM tidak hanya sebagai alat visualisasi, melainkan alat pengambilan keputusan strategis untuk:

  • Mengurangi bahaya yang tidak terdeteksi, terutama di fase perencanaan.
  • Menghindari biaya tambahan dan keterlambatan akibat kecelakaan.
  • Meningkatkan kesejahteraan sosial karena pekerja merasa lebih aman dan dihargai.

Hal ini menciptakan sinergi antara keselamatan kerja dan keberlanjutan proyek, baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Meskipun BIM memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan OHS, implementasinya masih terbatas. Penelitian ini menyoroti perlunya:

  • Pendidikan berkelanjutan dan pelatihan BIM untuk pekerja.
  • Sistem pelaporan bahaya yang anonim dan digital untuk meningkatkan pelaporan insiden.
  • Integrasi BIM dalam kurikulum keselamatan dan perencanaan desain.

Jika digunakan secara menyeluruh, BIM bisa menjadi tonggak baru dalam revolusi keselamatan kerja di konstruksi, bukan hanya di Jerman, tetapi juga global.

Sumber Artikel: Müller, M. (2022). How can Building Information Modeling (BIM) positively impact Occupational Health and Safety (OHS) during construction? Master’s Thesis, Hochschule für Technik Stuttgart.