Pendahuluan
Pembangunan terowongan di daerah pegunungan rentan terhadap risiko longsor, terutama saat terowongan harus melintasi zona geser (sliding surface) yang aktif. Kondisi ini semakin kompleks ketika terjadi gempa, yang dapat memicu deformasi kumulatif dan kerusakan permanen pada struktur terowongan. Paper karya Pai, Wu, dan Wang (2023) mengeksplorasi dampak gempa terhadap deformasi kumulatif terowongan yang melintasi zona geser melalui uji shaking table dan analisis numerik, sekaligus memperkenalkan indikator baru untuk menilai tingkat kerusakan dan ketahanan struktur.
Tantangan Utama: Terowongan di Zona Landslide
Terowongan di daerah pegunungan sering kali harus melintasi zona yang berpotensi longsor akibat aktivitas tektonik atau erosi. Meskipun survei geoteknik telah dilakukan, beberapa zona geser sulit dideteksi pada tahap awal, sehingga terowongan tetap dibangun di area yang berisiko tinggi. Gempa bumi, sebagai salah satu bencana alam paling merusak, dapat mengaktifkan kembali zona longsor yang sebelumnya stabil, bahkan menyebabkan keruntuhan terowongan. Fenomena ini telah banyak terjadi di berbagai negara, seperti pada gempa Kanto (1923, Jepang), Chi-Chi (1999, Taiwan), dan Wenchuan (2008, China), yang menyebabkan kerusakan besar pada ratusan terowongan.
Metode Penelitian: Shaking Table Test & Analisis Numerik
Penelitian ini menggunakan shaking table test untuk mensimulasikan respons dinamis terowongan yang melintasi zona geser akibat gempa. Data percepatan dan regangan dinamis diukur untuk menganalisis perilaku struktur dalam domain waktu dan frekuensi. Selain itu, peneliti juga melakukan simulasi numerik untuk memperkuat hasil eksperimen dan mengembangkan indikator baru dalam menilai kerusakan struktur.
Indikator Baru: MIa, PEC, dan SCFE
Penelitian ini memperkenalkan beberapa indikator baru, yaitu:
-
Magnification of Arias Intensity (MIa): Digunakan untuk menilai tingkat deformasi lokal dan global pada lining terowongan berdasarkan karakteristik frekuensi dan energi gempa.
-
Plastic Effect Coefficient (PEC): Menjelaskan tingkat deformasi plastis yang terjadi pada lining akibat beban gempa, dengan makna fisik yang lebih jelas dibandingkan residual strain.
-
Seismic Cumulative Failure Effect (SCFE): Digunakan untuk mendefinisikan tahapan kerusakan kumulatif akibat gempa, mulai dari tahap elastis (<0.15g), elastis-plastis (0.15g–0.30g), hingga plastis (0.30g–0.40g).
Studi Kasus & Angka Nyata
Penelitian ini mengungkap beberapa temuan penting berdasarkan data eksperimen dan simulasi:
-
Komponen Frekuensi Gempa: Komponen frekuensi rendah (≤10 Hz) menyebabkan deformasi global pada terowongan, sedangkan komponen frekuensi tinggi (>10 Hz) menyebabkan deformasi lokal yang signifikan pada lining.
-
Tahapan Kerusakan Kumulatif: Pada intensitas gempa rendah (<0.15g), deformasi masih bersifat elastis dan struktur dapat kembali ke bentuk semula. Pada intensitas 0.15g–0.30g, deformasi mulai bersifat elastis-plastis, dan pada intensitas 0.30g–0.40g, deformasi sudah bersifat plastis dan berpotensi menyebabkan kerusakan permanen.
-
Kerusakan Lining: Data historis menunjukkan bahwa gempa besar seperti Kanto (1923) menyebabkan kerusakan pada 149 terowongan kereta api, 62% di antaranya memerlukan perbaikan besar. Gempa Wenchuan (2008) merusak 110 terowongan di China, dengan kerusakan berupa retak, runtuh, dan heave pada lining.
Analisis Frekuensi & Energi
Analisis domain frekuensi menunjukkan bahwa komponen frekuensi tinggi (>10 Hz) sangat berpengaruh terhadap kerusakan lokal pada lining. Hal ini disebabkan oleh energi yang terakumulasi pada frekuensi tinggi, yang dapat menyebabkan retak dan keruntuhan pada titik-titik tertentu. Sementara itu, komponen frekuensi rendah menyebabkan deformasi global yang dapat mengubah geometri terowongan secara keseluruhan.
Aplikasi Industri & Tren Terkini
Dalam industri konstruksi terowongan, penggunaan shaking table test dan simulasi numerik semakin menjadi standar untuk menilai ketahanan struktur terhadap gempa. Selain itu, pengembangan indikator baru seperti MIa, PEC, dan SCFE memberikan alat yang lebih akurat untuk merancang struktur terowongan yang lebih tahan gempa, terutama di zona landslide.
Opini & Kritik
Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami mekanisme deformasi kumulatif terowongan akibat gempa, terutama di zona geser. Namun, beberapa tantangan masih perlu diatasi, antara lain:
-
Keterbatasan Data Historis: Data kerusakan terowongan akibat gempa masih terbatas, terutama untuk kasus dengan intensitas sangat tinggi (>0.40g).
-
Kompleksitas Interaksi Tanah-Struktur: Interaksi antara tanah, zona geser, dan struktur terowongan masih sangat kompleks dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
-
Integrasi Teknologi Digital: Penggunaan AI, IoT, dan sensor real-time dapat meningkatkan akurasi monitoring dan prediksi kerusakan struktur di masa depan.
Kesimpulan
Deformasi kumulatif terowongan akibat gempa di zona landslide merupakan tantangan besar dalam rekayasa geoteknik. Penggunaan shaking table test, analisis numerik, dan indikator baru seperti MIa, PEC, dan SCFE dapat meningkatkan ketahanan dan keamanan struktur terowongan. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya monitoring dan desain yang adaptif, terutama di daerah rawan gempa dan longsor.
Sumber : Pai, L., Wu, H., & Wang, X. (2023). Shaking table test and cumulative deformation evaluation analysis of a tunnel across the hauling sliding surface. Deep Underground Science and Engineering, 2, 371–393. DOI: 10.1002/dug2.12046