1. Pertanyaan dari Bapak Yulizar Widyatama
Untuk Penerapan SCM di Era 4.0 sebagai bidang ilmu Teknik Industri, apakah ada batasan tertentu agar tidak tumpang tindih dengan bidang ilmu data science atau computer science?
Jawaban: Kalau pertanyaan seperti itu, mungkin sama dengan pertanyaan seperti ini. Mungkin di teknik yang lain belajar tentang manajemen, apakah itu tumpang tindih? Nah itu, saya kembalikan lagi ke pertanyaannya. Ya Itu tergantung persepsi, kalau mau dikatakan tumpang tindih boleh-boleh saja, tetapi yang penting kegunaannya apa, saya lebih condong seperti itu, kenapa harus dipelajari. Kalau saya tidak mau membatasi hal-hal semacam itu, karena menurut saya ada barang bagus dan berguna untuk kita kenapa kita harus terkekang dengan domain-domain semacam itu. Kalau kita membicarakan lingkup akademis misalkan, mungkin ada bakunya harus seperti ini, tetapi tidak semuanya diatur di sana. Saat ini kita tidak lagi terkotak-kotak, oleh karena itu ada intersubjektif, ada keterkaitan antar lintas ilmu. Justru sekarang yang dihargai adalah lintas ilmu.
2. Pertanyaan dari Ibu Ayu Risna Zuliana
Apakah Supply Chain memang ada di seluruh lini usaha, baik UMKM maupun perusahaan? Jika memang tidak ada aliran informasi antara Manufacturing dengan konsumen, apakah masih bisa disebut sebagai Supply Chain?
Jawaban: Pasti ada informasi, tidak mungkin tidak ada. Misalnya di UMKM mau membeli bahan bakunya, ada komunikasi, meskipun lisan itu tetap ada informasi di sana. Jadi jangan seperti, informasi harus menggunakan surat-surat tertentu, itu tidak. Informasi dibahas sebagai value, value yang bisa dipakai oleh perusahaan si vendornya juga yang dipasok, itu menjadi berguna untuk mengembangkan usahanya. Jadi kalau misalnya nanti dikembangkan dengan sistem informasi yang lebih canggih itu bagus-bagus saja. Jadi selama dilakukan oleh manusia pasti ada komunikasi, pasti ada informasi di sana. Misalnya harga, pemilihan harga itu juga informasi, penentuan harga kemudian harga itu disampaikan kepada pembelinya itu merupakan informasi juga. Diskon, promo itu juga merupakan sebuah informasi kepada pelanggannya. Apakah itu hanya terjadi di perusahaan besar, tahu jawabannya ya, yaitu tidak. Semua UMKM, atau kita transaksi yang kecil saja pasti itu terjadi.
3. Pertanyaan dari Bapak Gunawan Tjahjadi
Di industri apa saja dan di negara apa saja yang sudah Implementasi Industri 4.0 secara lengkap dan fully integrated? Bagaimana membedakan analog Supply Chain terhadap yang digital? Dan adakah contoh-contoh real yang terkait?
Jawaban: Memang belum komprehensif semua, tetapi kalau kita lihat beberapa tulisan, informasi yang muncul itu misalnya Jerman itu banyak yang sudah melakukannya. Karena industri 4.0 itu lahirnya di sana. Memang kalau fully integrated sejauh yang saya tahu itu memang, belum benar-benar fully. Karena yang fully integrated itu juga melibatkan lawannya, misalnya perusahaan kita mau integrated tetapi yang diajak integrated itu tidak mau atau masih setengah-setengah ya tidak bisa fully juga, artinya itu tergantung dari yang diintegrasikan. Contoh konkrit memang saya belum bisa menyebutkan disini perusahaan apa, tetapi yang saya baca dari beberapa tulisan dan juga artikel itu banyak di perusahaan Jerman, tetapi saya agak lupa perusahaannya, namanya agak asing tetapi ada kasus disitu, dimana dia bisa sedikit demi sedikit sudah, tetapi ada juga contoh kalau tidak salah Schneider (perusahaan elektronik pembuat panel-panel) dan Siemen, yang sekarang banyak dipakai untuk role model kalau kita bicara 4.0. Siemens setahu saya waktu saya studi Inggris itu gencar sekali untuk juga promosi bagaimana mereka sudah mulai untuk mengadopsi apa apa yang ada di industri 4.0.
Mengenai analog, kita bisa bedakan saja antara di platform teknologinya saja. Di penggunaan, bagaimana mereka mendapatkan capture datanya, dan bagaimana mereka mengolahnya, itu bisa dilihat dari sana yang saya pahami analog dengan digital ini.
4. Pertanyaan dari Ibu Sulli
Bagaimana penerapan Supply Chain 4.0 di jasa konstruksi? Mengingat proyek sifatnya unik, customize, dan temporary.
Jawaban: Membuat konstruksi gedung atau bangunan rumah itu dengan 3D printing. Bisa dilihat di YouTube, jadi membuat rumah itu tidak lagi harus memasang batu bata sudah menggunakan 3D printing. Memang masih sangat terbatas, tetapi konstruksi pun akan "ngena" karena sifatnya juga sistem perusahaan. Kemudian misalkan bagaimana kedepannya tren konstruksi yang kuat itu bagaimana? Bahannya harus apa? Ada simulasi, simulasi juga semakin canggih. Tetapi sekarang yang sudah terjadi konkrit itu adalah 3D printing, itu luar biasa, membuat rumah dengan 3D printing. Kalau di konstruksi itu mirip mengecor dengan beton tetapi itu printer, bahannya mungkin bukan bahan cor tetapi bahan tertentu mungkin seperti composit atau semacam itu saya kurang tahu juga.
Profil InstrukturIr. B. Laksito Purnomo, S.T., M.Sc, IPM, ASEAN Eng, CSCA, CSCM
Dosen Teknik Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
• Sarjana Teknik Industri– S.T. ITB (1998)
• Master Manufacturing Management – M.Sc. University of Bradford, England, UK (2014)
• Insinyur – PSPPI ITB (2021)
Pekerjaan
Staf Pengajar, Departemen Teknik Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2000 s.d. skrg)
Sertfikasi
• IPM dan Asean Eng. [PII]
• Certified Supply Chain Analyst [CSCA] – ISCEA
• Certified Supply Chain Manager CSCM – ISCEA
Organisasi:
• Institute of Industrial and System Engineering [IISE]
• Persatuan Insinyur Indonesia [PII]
• Perhimpunan Ergonomi Indonesia [PEI]
Pengalaman Proyek
• Pengadaan Barang & Jasa Pemerintah for Any Indonesian Local Government Agencies
• Owner Estimate/HPS for Petrokimia Company, PJB Rembang
• Purchasing-Procurement Management for Bank Rakyat Indonesia, Panti Nugroho Hospital Yogyakarta
• Suply Chain Management for PT Pupuk Sriwijaya Company, PBJ Muara Karang
Dll.