1. Pertanyaan dari Lina Gozali (Universitas Tarumanagara)
Kalau misalnya ada 1 mesin dipakai 2 group atau Kelompok Layout, tadi alternatifnya split. Tapi, kalau 1 mesin mungkinkah dibuat seperti irisan? Jadi, dia di tengah kelompok mesin 1 kiri kelompok mesin 2 di kanan. Ini usul saya saja. Maaf bertanya, mungkin kalau layout tidak terlalu masalah. Paling masalah di penjadwalan mesin. Karena, kapan dipakai kelompok kiri kapan dipakai di kelompok kanan.
Jawaban: Beberapa alternatif memiliki kemungkinan yang lain. Usulan ini harus dilihat beban mesin tambahan, ada tambahan 1 center atau cell lagi yang akan dipakai di mana tergantung dari mana kita melihatnya. Dilihat dulu beban atau load atau fraksi mesin. Karena fraksi mesin menentukan beban atau load kerja masin yang akan digunakan. Tapi harus memiliki data mengenai load. Jika load mesin masih bisa digunakan, maka bisa menggunakan usulan ini. Tapi sebelumnya harus dilihat dulu dihitung dan ditentukan dulu load-nya atau fraksi mesin yang akan dipakai, nanti akan terlihat kebutuhan itu perlu di tengah atau tidak. Mana load yang tinggi dan load yang rendah. Bagaimana kalau 3 cell load-nya harus dibagi dulu.
2. Pertanyaan dari Nofriani Fajrah (Universitas Putera Batam)
Dalam penelitian TLFP, kita perlu melakukan pengujian dari hasil desain layout kita. Menurut Bapak, metode apa yang dapat digunakan untuk menguji atau mengukur efektivitas dan efisiensi dari hasil desain layout kita Pak?
Jawaban: Tergantung dari jenis layout, kalau sekarang cellular sekarang clustering diukur dari banyak tidaknya void dengan elemen, secara spesifik diukur dengan 3 Parameter Grouping: Grouping Efficiency, Grouping Efficacy, dan Grouping Measure. Dasar atau variabel input untuk perhitungan dengan menghitung jumlah void dan elemen. Termasuk berapa banyak part mesin yang bisa kejaring. Nanti akan menentukan, berkiraan antara 0 sampai 1 atau 0 sampai 100. Kemudian, yang kedua material juga umum. Baik di dalam sel ataupun antar sel. Harus diminimalkan karena merupakan biaya. Product layout akan dikaji dengan line balancing-nya. Maka, yang akan dinilai masalah line balancing-nya. Kalau process layout alirannya tidak karuan, vairan juga tinggi diukur dengan minimasi biaya perpindahan material. Maka, model pada tata letak fasilitas yang menggunakan process layout minimasi biaya dengan jarak perpindahan tadi. Meskipun pada layout yang kontemporer tidak hanya itu.
3. Pertanyaan dari Vincentius Marvelin Tambunan (USU)
Mengenai pengelompokkan mesin-mesin menjadi 1 cell itu bagaimana caranya? Karena yang dijelaskan tadi hanya sesederhana melihat dari OPC-nya saja. Apakah memang seperti itu pengelompokkannya? Karena akan sangat banyak kemungkinan cell jika dilakukan pada proses Manufacturing yang nyata.
Jawaban: Lihat dulu cara clusteringnya, ada 3 macam. Part-nya tidak banyak pakai visual saja. Seperti ini mirip, bentuk kotak atau bulat. Kalau misalnya perusahaan besar produksi banyak menggunakan kode barang. Sudah banyak dilakukan seperti di warehouse. Menggunakan kode material, mengikuti monocode yang menunjukan atribut manufaktur akan dikerjakan. Secara spesifik, diukur dengan 3 Parameter Grouping: Grouping Efficiency, Grouping Efficacy, dan Grouping Measure.
4. Pertanyaan dari M. Hanifuddin Hakim
Apakah ada software untuk mempermudah TLS sebagai penunjang merancang tata letak fasilitas pabrik?
Jawaban: Tinggal mengembangkan software saja, program tidak rumit karena algoritma sudah tersedia.
5. Pertanyaan dari Ukurta Tarigan
Perusahaan-perusahaan apa saja di Indonesia yang menerapkan Cellular Manufacturing?
Jawaban: Surveinya belum pernah dilakukan, ada perusahaan pembuat alat untuk mengkaitkan mobil dengan menggunakan cellular. Karena perusahaan itu ada penggunaan cell robot, maka dibentuk menjadi cellular. Di Indonesia yang sederhana di furniture tapi hanya dua cell dan sederhana.
6. Pertanyaan dari Puthut Prasetiyo S.T (Universitas Trunojoyo)
Apakah cellular ini bisa di terapkan di perusahaan air minum? Di mana biasanya satu line mesin biasanya digunakan untuk 1 produk saja walaupun ada beberapa step produksi, misalnya sealing dan packing yang sama antar produk 1 dan produk lainnya.
Jawaban: Ya, pasti selalu bisa sejauh produknya bisa diklasifikasi seperti grouping pasti bisa, dan harus dilihat yang mau diperbaiki dari perfomansi sistemnya. Dua keuntungan masalah pengurangan WIP (Working in Process) dan keuntungan pada set-up nya. Jika ingin mencapai itu, setidaknya selama part-part nya bisa dikelompokan atribut desainya atau manufakturnya itu bisa. Kalau air minum harus mempunyai dasar dulu, ini atribut apa yang mau dipakai. Apa ada air minum yang tidak boleh tercampur dalam satu mesin. Yang penting harus dilihat dulu klasifikasi produk yang akan dilakukan. Apabila tidak bisa dicampur atau digroupkan jangan.
7. Pertanyaan dari Devi Pratami (Telkom University)
Apakah ada semacam maturity readiness untuk layout yang tepat, misal untuk small, medium, dan big industry?
Jawaban: Tergantung dari manufakturnya. Ya, tetap karena fisik penataan layout akan tetap seperti itu, di samping ada pengembangan yang baru, ada NFGL ada 6 varian salah satunya yang menjadi tantangan untuk Industry 4.0 adalah reconfigurable layout. Nah, kalau mau dikata readiness lihat saja perusahaan apakah sudah bisa mengadopsi syarat-syarat untuk penggunaan layout ini.
8. Pertanyaan dari Ardan Pradana
Apabila ada kendala dari layout yang sudah ditetapkan suatu perusahaan dan kita sebagai operator membuat suatu layout sendiri, apakah harus izin dari Kepala Produksi/PPIC? Sedangkan, menurut saya proses/layout yang telah ditetapkan sudah lama dan belum ada perubahan membuat proses produksi lambat dan tidak efisien.
Jawaban: Tergantung dari perusahaan dan prosedur perusahaan.
Profil InstrukturIr. B. Laksito Purnomo, S.T., M.Sc, IPM, ASEAN Eng, CSCA, CSCM
Dosen Teknik Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
• Sarjana Teknik Industri– S.T. ITB (1998)
• Master Manufacturing Management – M.Sc. University of Bradford, England, UK (2014)
• Insinyur – PSPPI ITB (2021)
Pekerjaan
Staf Pengajar, Departemen Teknik Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2000 s.d. skrg)
Sertfikasi
• IPM dan Asean Eng. [PII]
• Certified Supply Chain Analyst [CSCA] – ISCEA
• Certified Supply Chain Manager CSCM – ISCEA
Organisasi:
• Institute of Industrial and System Engineering [IISE]
• Persatuan Insinyur Indonesia [PII]
• Perhimpunan Ergonomi Indonesia [PEI]
Pengalaman Proyek
• Pengadaan Barang & Jasa Pemerintah for Any Indonesian Local Government Agencies
• Owner Estimate/HPS for Petrokimia Company, PJB Rembang
• Purchasing-Procurement Management for Bank Rakyat Indonesia, Panti Nugroho Hospital Yogyakarta
• Suply Chain Management for PT Pupuk Sriwijaya Company, PBJ Muara Karang
Dll.