1. Pertanyaan dari Bapak Robi
1) Bisakah berikan ilustrasi di mana lingkup manajemen logistik dan CSM yang saling beririsan, mengingat semakin terasa ada beberapa hal lingkupnya sama dengan CSM, misalkan tata kelola traffic, traffic manajemen dalam lahan proyek?
2) Apakah manajemen logistik ini masuk ke ranah manajemen risiko?
3) Apakah manajemen logistik ini ada keterlibatan dengan VE atau pemahaman efisiensi hanya dilakukan oleh pihak pelaksana saja?
Jawaban:
1) Kita mesti sepakati dahulu CSM ini dibawah unit mana, katakanlah CSM ini koordinasinya dibawah logistic, dia 2 unit yang berbeda. Karena kalau kita berbicara site manajemen maka ada proses arus lalu lintas resources, artinya apakah dia beririsan? Bisa juga CSM itu sudah blendid dengan manajemen logistic, namun manajemen logistic itu primarynya hanya material handling, material delivery, dan transportasi, dia tidak berbicara terkait dengan safety, traffic management itu sebagai support responsibility, jadi kalau tadi ditanyakan bagaimana irisannya?. Kalau primarynya 3 tadi, sehingga sisa diluar itu sudah masuk part dari pada CSM, bagaimana traffic managementnya, tapi pertanyaan sederhananya seperti ini, kira kira kalau tidak ada divisi yang mengurus itu apakah tim logistic tidak memiliki kepentingan? Sehingga bisa dipastikan kalau memang dia ada 2 divisi yang berbeda maka dari scoope sempitnya, logistic itu hanya berbicara 4 tadi, tapi dari scoope luasnya dia bisa sama lingkupnya dengan CSM, karena dia bicara terkait dengan bagaimana securitynya, bagaimana manajemennya, K3 nya, traffic manajemennya, itu bagian daripada support responsibility. Tinggal kita sepakati di tim proyek kita, ini masuk atau tidak sebagai tugas dan tanggung jawab tim logistic, apabila masuk berarti dia harus memperhatikan site managementnya, apabila tidak termasuk dia hanya mengurusi material handling, receive, storage dan scoope kecil.
2) Risiko itu sendiri adalah suatu efek daripada aktifitas di proyek konstruksi, material handling itu ada risikonya tidak? Risiko dari sisi kejatuhan, telat sehingga bisa dikatakan setiap aktiftas yang ada di logistic itu memiliki aspek risikonya yang harus diidentifikasi oleh tim manajemen manager logistic, jadi itu merupakan dampak dari aktifitas risiko.
3) Ini yang memang mindsetnya harus kita ubah, karena pada slide terakhir saya kasih kata kunci logistic konstruksi kearah panah konstruksi ramping. Jadi, VE itu nanti muaranya ke konstruksi ramping, artinya ada upaya-upaya, salah satunya itu Value Stream itu bagaimana kita memaksimalkan aliran-aliran setiap aktifitas menjadi maksimal sehingga mengikis daripada waist tadi. Ada atau tidak? Ya pasti ada karena muaranya kearah sana, tapi ini baru pengantar, artinya mindset seluruh stakeholder yang ada dilapangan itu harus kearah sana. Karena di industry manufaktur itu bisa, kita mencoba untuk sekurang-kurangnya tidak 100% kita mengadopsi tapi sekian persen, dan itu harus berjalan mulai dari stake holder utama yaitu tim kontraktor dan top manajemen kebawah, karena tenaga terampil itu sering berganti, tapi top manajemen, pelaku project manager, site manager itu jarang sering berganti, tapi kalau itu tidak disamakan persepsinya maka hanya berupa ide-ide yang kita adopsi dari manufaktur ke konstruksi tapi hingga hari ini itu belum bisa diterapkan khususnya di Indonesia, tapi saya yakin khususnya di kontraktor besar kalau kita lihat itu beberapa sudah lin, tapi kalau itu sudah sama dengan industry manufaktur itu belum, karena karakternya berbeda, orangnya selalu berubah-ubah.
2. Pertanyaan dari Bapak Heru Agus Wiryawan
Bagaimana memecahkan masalah keterlambatan proyek yang diakibatkan man power local yang kurang terampil? Sedangkan, pilihan untuk mendatangkan man power non local akan memberi cost proyek yang membutuhkan masa karantina 3 hari, sedangkan masa waktu pengerjaan tinggal menghitung hari?
Jawaban: Kalau saya boleh kasih saran, yang pertama saya tetap menggunakan best practive yaitu tenaga terampil karena kita bicara man power local tapi untuk pekerjaan strategi itu efeknya berulang, defectnya ada lagi, mau tidak mau kita akan mengerjakan ulang lagi dan costnya lebih banyak, tapi ini balik lagi conditional saya tidak bisa melihat real pekerjaannya. Sebelum covid saya selalu mengambil dari local itu yang tidak strategis untuk meminimalisir defect, tetapi balik lagi itu memang harus dipetakan terkait dengan. Kalau saya pakai yang man power local itu kompetensinya seperti apa harus diidentifikasi dahulu, saya khawatir ketika itu digunakan malah membuat 2 kali kerjaan dibandingkan kita harus karantina orang 3 hari tapi setelah itu selesai kita pakai orang tersebut. Bapak harus benar-benar identifikasi, yang dimaksud local ini untuk pekerja strategis atau tidak, karena kalau strategi situ artinya nanti banyak complain artinya defect itu diulang, kalau diulang itu berdasarkan beberapa kajian ilmiah itu biayanya lebih besar, tidak hanya waktu tapi uang, owner itu akan lebih sensitive yang tadinya tidak kurang jadi kurang, yang defect kecil jadi besar.
3. Pertanyaan dari Ibu Suly Yunwanti
Mohon penjelasan lebih detail tentang Value Stream Maping.
Jawaban: Prinsip daripada lin construction itu salah satunya Value Stream Maping, itu adalah sebuah metode bagaimana setiap kontraktor di proyek itu mampu mengidentifikasi seluruh sub pekerjaannya sehingga ketika sub pekerjaan itu menjadi best practice yang diulang-ulang, ada temuan-temuan yang bisa diminimalisir sehingga waste nya itu menjadi kecil. Banyak sekali best practice yang sekarang diulang-ulang itu adalah fomuk itu sudah sangat lazim, dimana para kontraktor menggunakan berulang. Tapi satu hal yang mungkin jadi temuan, ketika kita menggunakan fomuk yang tidak bagus atau tidak sesuai, dan cetakan itu kita buka terkadang sambungan-sambungannya itu terlihat , beberapa owner yang memang aga “rewel” itu tidak suka ada sambungan, sehingga itu menjadi defect. Berarti kita tidak memetakan terkait dengan value stream, maka kita harus petakan kira-kira fomuk kit aitu bisa tidak tanpa terlihat sambung atau seamless, apakah diakali dengan dempul, dsb itu bagian daripada value stream. Itu kembali kepada masing-masing kontraktor, tapi best practice yang saya alami sederhananya seperti itu.
4. Pertanyaan dari (Tanpa Nama)
Dalam sebuah proses bisnis EPC, rantai pasok akan menjadi sangat kritis. Kira-kira apakah ada semacam rule of thumb dalam practical dan efektif, sehingga proyek secara keseluruhan bisa berjalan mulus?
Jawaban: Delivery mate dari EPC yang kita kenal ada yang tradisional, teintegrasi salah satunya EPC, dimana engineering procurement contractor itu oleh 1 badan. Rule of thumb yang terkait logistic, yang pertama pastikan identifikasi data karakterisitik projeknya, kita harus kelompokkan dahulu, ini proyek seperti apa, apakah proyek-proyek di daerah remote area atau memang wilayahnya itu existing sekitarnya itu sudah ada aktifitas masyarakatnya. Setelah kita petakan baru kita lakukan perencanaan terkati dengan primary responsibility dan secondary responsibility daripada manajemen logistic, kedua itu yang rule of thumb masih relevan untuk diterapkan. Kemudian nanti muaranya manajemen logistic ini berbicara mengenai konsep lin/ramping tadi, rule of thumb itu ketika sudah dijalankan sebenarnya temen-temen yang ada di kontraktor itu secara mekanikal tinggi begitu. Misalnya mau tender di proyek A pasti yang akan kita cari quarry kita itu dimana, beberapa sub cont kita, itu rule of thumbnya itu pasti begitu, apakah kita mengambil dari area, atau kita kirim dari titik atau kita bangun plan, secara otomatis mechanical thinking nya itu sudah kesana. Baru nanti kita kritisi, kalau misalnya saya kirimkan dari Jawa ke Sumatera itu baru ada hitung-hitungannya, atau kita bangun plan disana, baru kita kritisi, baru kita ada opsi untuk owner untuk memutuskan oke kita ngasih penawaran sekian dengan catatan supplier kita dari lokasi proyek.
5. Pertanyaan dari Bapak Aulia
Bagaimana izin dan tata cara kerja sama terkait logistik proyek konstruksi? Misalnya, dari sumber galian sampai ke lokasi proyek.
Jawaban: Yang pertama sya coba jelaskan dari site ke buangan, maka sepanjang jalur itu kita pastikan berkoordinasi, selain kita mendapatkan izin pembuangan kalau untuk izin pekerjaan itu sudah pasti ada. Sekarang saya balik, kalau dari quarry bagaimana perizinannya? Pastikan quarrynya sendiri itu sudah memiliki izin, karena quarry bukan punya kita, quarry itu sebagai salah satu supplier kit aitu mindsetnya. Jangan sampai nanti dibalik, kita hanya pesan tapi kita yang ditanya tanya, proyek dikait-kaitkan misalnya quarrynya mengganggu dampak lingkungan dsb. Jadi, pastikan dahulu bahwa quarry itu sebagai salah satu supplier kita, kita tanyakan ini bagaimana, aman tidak kalau saya pesen kepada anda, biasanya ada kerjasamanya dengan quarry A /B. Tanggung jawab kita itu, bagaimana deliverynya, apakah dari quarry sampai ke titik itu tanggung jawab kita atau kita bagi fifthy-fifthy. Seperti contohnya pengurukan sampai radius 500m diluar itu bukan wilayah saya tapi 500m dari titik lokasi itu wilayah saya, yang amanin. Tokoh masyarakat kita ajak diskusi, “koordinasinya bagaimana harian, bulanan dsb”.Tapi diluar 500m itu tanggung jawab si supplier, apakah nanti ada oknum dsb, sudah dihitung penawarannya oleh supplier.
6. Pertanyaan dari (Tanpa Nama)
Terkait dengan waste management, apakah pembongkaran bangunan existing atau relokasinya merupakan bagian di dalam suatu poyek gedung baru?
Jawaban: Pertanyaannya itu bangunannya milik siapa? Ketika kita berkontrak apakah itu masuk kepada scoope pekerjaan kita atau kita menerimanya sudah clean, sudah dibongkar, jadi kita terima sudah bersih itu dahulu kita mesti dudukan persepsinya bersama-sama. Kalau seandainya itu bagian daripada pekerjaan si kontraktor yang include pada proses penawaran, maka seluruh pertanyaannya itu Ya bagian daripada waist manajemen kita. Tapi apabila dalam kontrak itu kewenangannya itu milik owner, katakanlah owner tidak mau tahu itu bangunan bagaimana hilang tapi owner tidak mau bayar, bisa? Ya bisa, apakah laku? Ya laku, karena beberapa jasa penawaran itu melihat ini framenya masih bagus, keramiknya. Atau kontraktor terima bersih, artinya tidak ada existing. Apakah di kontrak tadi ruang lingkupnya bagian daripada pekerjaan kontraktor atau bukan, kalau bagian daripada pekerjaan kontraktor mau tidak mau itu termasuk kepada waste manajemennya si kontraktor. Kontrak itu sebaiknya, PM bahkan hingga level tertentu itu harus disosialisasikan, banyak sekali PM itu tidak menurunkan kontrak. Kontrak itu bukan hanya pasal-pasal, kontrak itu 1 bundel yang isinya ada spesifikasi teknik, gambar, informasi itu harus bisa disosialisasikan oleh tim inti, memang tidak harus semua, kalau projek manager semuanya harus tahu, tapi kalau site manager di wilayahnya dia yang harus di edukasi.
7. Pertanyaan dari Bapak Azan Ardia
Jika segi Best Value Projectnya kalau supply material disediakan oleh owner project, apakah lebih hemat dalam anggaran projectnya jika dibandingkan supply material disediakan oleh kontraktor? Dan apa kelebihan dan kekurangannya jika supply material disediakan oleh owner?
Jawaban: Mindset ini ada di owner-owner besar yang memang sistemnya sudah bagus sehingga seluruh material supply by owner. Tapi yang di komplainkan oleh PM itu jadi lambat, karena seluruh project itu lari ke HO, ownernya supply. Kalau owner sudah menetapkan itu, PM pun tidak bisa apa-apa, karakteristik proyek itu menjadi penting dan lokasi proyek itu menjadi penting. Kalau memang ternyata materialnya itu mudah di supply dan owner itu tahu itu ada “dagingnya” biasanya owner akan ambil. Makanya kalau proyek-proyek residential kalau bicara dengan kontraktor sudah habis sudah mepet. Masyarakat atau oknum sekitar itu berfikir bahwa kontraktor “banyak duit” padahal sudah di pretelin. Pertanyaan tadi tidak bisa dijawab, untungnya dengan versi yang tadi misalnya supply by owner, itu tidak bisa, ada beberapa tulisan bahwa dua-duanya saling menguntungkan, tapi kita lihat karakteristik studi kasusnya seperti apa.
Profil InstrukturFerdinand Fasa, ST, MT
Dosen Manajemen dan Rekayasa Konstruksi Universitas Agung Podomoro
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan:
2020-Now PARAHYANGAN UNIVERSITY, Doctoral Degree
2005-2008 INDONESIA UNIVERSITY, Master's Degree/Post Graduate Degree in Engineering (Civil) | Indonesia, Major PROJECT MANAGEMENT
1997-2003 MUHAMMADIYAH JAKARTA UNIVERSITY, Master's Degree/Post Graduate Degree in Engineering (Civil) | Indonesia, Major Civil Engineering
Pekerjaan
Feb 2018 – Present (3 year 07 Month)
Head Of Construction Engineering and Management Department
Agung Podomoro University | jakarta, Indonesia
Feb 2011 – Jan 2018 (7 years)
Head Of Civil Engineering Department
Pembangunan Jaya University | Banten, Indonesia
Jun 2008 - Dec 2010 (2 years 7 months)
Resident Engineer
PT. TeamworX Indonesia
Project:
1. NAN RTF Project, PT. Nestle Indonesia, Pasuruan August –Dec 2010
2. Flood Control Project, PT. Nestle Indonesia, Pasuruan Feb-July 2010
3. Egron 3 & 4 Project ,PT. Nestle Indonesia, Pasuruan June– Dec 2008