1. Pertanyaan dari Bapak Erick G S
kenapa jarak rata - rata x+c+b (b/2), kenapa tidak x+c+b?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi seperti ini pak, bisa dilihat di gambar. Jadi disini ada quary, lalu disini ada basecamp, kemudian disini ada baru area. Jadi disini jaraknya A ke B, lalu disini ada X dan C. Pertanyaan beliau itu rata-rata dari quary menuju ke PH, PH di sini kemudian bendungnya disini. Kenapa jarak rata-rata itu x + c + b / 2, kenapa tidak x + c + b? Kenapa harus seperti ini? Saya akan jelaskan jadi misalnya kalau pekerjaan ini tergantung asumsi lagi, misalnya ada pekerjaan disini akses akses root, sepanjang jalur ini ada akses root misalnya jalannya sir 2 karena di quary ada sir 2 kalau disini kita ada akses root kita memakai yang ini versi saya. Jadi x + c + b / 2, yang terdekat disini sementara jarak terjauh disini harus dibagi dua karena sepanjang jalur ini kita membangun akses root, tetapi kalau beliau mengatakan pekerjaannya misalnya disini pekerjaan besi tulangan beliau yang betul jaraknya adalah x + b + c, seperti itu Pak Erik. Misalnya disini rumah pembangkit ada dipasangkan beton, ini kalau beton ada batu pecah lalu dibawa ke sini itu baru betul anda yang benar jadi x + b + c, tapi kalau pekerjaan di sepanjang titik ini yang benar yang sebelumnya karena titik terjauhnya B itu disini dan titik terdekatnya disini. Sama dengan analogi kalau proyek sedang berjalan ini yang betul. Misalnya seperti ini, bisa dilihat di gambar, di jalur ini tidak ada kalau misal disini ada X dan C dan proyek jalannya disini, misal jarak bentangnya disini 10 km. Kalau proyek jalan dari ini ke ini misal kita membangun jalan tol yang betul jarak rata-ratanya itu dari x + c + b / 2 karena kita membangun dari jarak dari titik ini ke ini, tapi Pak Erik ada benarnya juga kalau asumsinya kita membangun disini. Oleh karena itu judul saya Ya rata-rata dari titik ini ke ini dengan asumsi kita membangun jalan disini.
2. Pertanyaan dari Bapak Erick G S
Untuk yang tadi material galian dari quary tidak dihitung harganya, untuk biaya dan perizinan juga pajak bagaimana ya?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi penjelasannya seperti ini Pak, kalau misalnya di quary itu saat kita mengambil tanah. Kalau anda pekerjaan timbunan nama tempatnya itu bukan quary kita sepakati dulu, nama tempatnya itu adalah boro area biasanya bentuknya itu bukit kecil kalau volumenya banyak punya kecil mungkin tanah datar juga diambil pasti kita dikenakan pajak tambang galian C tapi kalau sudah dikontruksinya, misalnya anda membuat tanah di saluran tidak dikenakan tambang galian C karena tidak dipakai tanahnya, sudah dibebaskan lahannya itulah perbedaannya. Tapi biasanya tidak seragam, tambang galian C di setiap tempat itu beda, kita ke Perda sistem karena tempat itu beda-beda harga tanahnya. Yang saya sebutkan Rp50.000 itu sudah termasuk biasanya biayanya itu macam-macam itemnya, ada biaya LKMD, biaya dana desa atau biaya lainnya sebenarnya seperti itu. Tapi biasanya kalau batu kali range-nya itu kalau di Sulawesi atau di tempat-tempat tidak terlalu jauh sekitar Rp50.000, tapi pertanyaannya kalau tidak ada sungai kita membeli terpaksa dari batu gunung, namun misalnya bila gunungnya ada tapi jauh jadi terpaksa kita membeli eceran. Jadi yang namanya material itu kita mesti memberi keterangan beli jadi atau hasil apa dan seterusnya, itu kembali lagi tergantung dari keterangannya. Misalnya untuk tanda timbunan anda beri keterangan apakah beli atau X galian dan seterusnya.
3. Pertanyaan dari Bapak Ajik Sujoko
Jika melihat lingkup pekerjaannya cukup kompleks, dalam pelaksanaan praktik tender biasanya pakai tender dengan kontrak design and built atau tender dengan kontrak harga satuan?
Jawaban dari Nara Sumber: Ini berbeda, jadi ada semacam kontrak design and built ini semacam EPC dia mendesain sendiri kemudian dia membangun sendiri itu bisa disebut seperti itu tetapi itu bukan tender tetapi EPC, artinya dia yang mendesain kemudian dia yang membangun sendiri. Hanya biasanya kalau tender itu tahapan kontraktor walaupun tahapan kontraktornya itu terbagi 2. Supaya lebih jelas akan saya jelaskan lewat gambar, jadi kalau kita bicara EPC (Engineering Procurement Construction) dia sendiri yang mendesain gambarnya kemudian dia yang membangun tapi menurut pengalaman saya sebagai konsultan setiap pembangunan PLTA itu biasanya pemiliknya swasta, kebanyakan swasta ada juga PLN tapi biasanya swasta yang kita kenal dengan IPP (Independent Power Producer) atau pengembang listrik swasta. Pengembang listrik swasta ini membagi 2 artinya pertama dia membagi 2 dalam kondisi tender menjadi PQ (Post Qualifikasi) atau PraQ (Pra Qualifikasi), kalau PQ itu artinya dokumen legalitasnya dan dokumen teknisnya tergabung tapi kalau PraQ dokumen legalitasnya disandingkan dulu, ini modalnya kuat tidak dan dia termasuk kualifikasi kontraktor sedang atau besar, kecil dan seterusnya baru nanti ada pemenangnya, tapi disini yang ikut kategorinya adalah kontraktor, ini yang standar. Yang bapak sebut tadi design and built itu kalau dia EPC jadi dia yang jadi konsultan dan juga jadi kontraktor tapi di PLTA itu agak sedikit unik, jadi kebanyakan menempuh seperti ini jadi dia kontrak tender tapi pilihannya hanya 2 PQ atau PraQ. Kalau menanyakan kepada saya mana yang paling ideal itu adalah PraQ, karena PraQ ini karena kontraktor yang hanya ikut - ikutan pasti dia tidak lulus diatas kertas, tidak punya alat, modal kerjanya tidak ada, tidak ada pengalamannya tidak akan lulus. Biasanya BUMN konstruksi itu lebih senang bila ikut PraQ karena pesaing - pesaing yang lokal yang kecil - kecil itu pasti gugur, kalau sudah yang menang itu saja jadi mudah pengaturan proyeknya. Tetapi yang saya katakan itu agak unik itu khusus untuk komponen yang ada di Power House atau rumah pembangkit yang mulai dari penstock, turbine, lalu misalnya generator dan trafo itu tidak mungkin kontraktornya mengadakan, dia hanya membantu memasang atau instalasi saja jadi pengadaan alatnya dari dia. Jadi EPCnya itu di pengerjaan ini tapi kontraktornya di pekerjaan civil work dan lain-lainnya termasuk pekerjaan aksesor. Jadi kesimpulannya seperti itu, jadi ada EPCnya tetapi khusus di rumah pembangkit dan pipa pesat, penstock itu pipa pesat walaupun sebenarnya kita bisa mendesain berapa itu kebutuhannya. Misalanya penstock itu di seri ke 3 atau 4 itu mudah sekali menghitungnya, jadi cara menghitung diameter penstock itu begini saja, 0,62 x Q pangkat 0,48 jadi debit andalan Qd ini maksudnya debit desain besarnya itu 120% dari debit andalan, jadi dihitung dulu debit andalannya baru dikalikan faktor pengamannya 1,2 atau 120% kalau sudah akan diketahui diameternya mudah sekali tidak jauh dari situ. Nanti kita akan pasang 1 atau 2 unit akan kita bahasa di sesi berikutnya, jadi intinya saya ulangi lagi yang namanya seperti ini ada 2 tahap sebenarnya tahapan yang besar itu diseleksi kontraktornya.
4. Pertanyaan dari Bapak Boni Laks
Apakah AHSP ini hubungannya dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owner Estimate?
Jawaban dari Nara Sumber: Kalau pelatihan kita ini AHSP tugasnya untuk mengetahui dan menghitung unit price, unit price ini harga satuan pekerjaan pertama kita menentukan koefisien. Entah koefisien upah, koefisien bahan, entah koefisian peralatan itu yang pertama, yang kedua kita menentukan harga satuan dasar untuk upah, bahan dan peralatan. Contoh pekerjaan alat misalnya untuk pekerjaan tanah galian biasa dengan memakai Ex PC200 sudah ditetapkan misalnya alat sendiri kita sepakat misalnya muncul angka Rp.15.000 per meter kubik, kalau begini belum ada angka belum ada overhead belum ada net profit jadi 15.000 ini yang kita katakan direct cost, jadi direct cost ini sama dengan biaya kontraktor cost atau sama dengan vendor cost atau sama dengan sub kontraktor cost. Jadi biaya 15.000 ini kita lempar ke orang, harusnya sudah termasuk untung tetapi kalau dia masuknya ke harga tender yang akan ditenderkan biar mudah asumsikan saja overheadnya berapa kira - kira, misalnya 10% lalu net profitnya kira - kira berapa misalnya 15% overhead. Overhead itu apa sih? Bayar gaji karyawan, biaya sewa mobil, biaya sewa kantor, perjalanan dinas, BPJS, asuransi dan seterusnya, itu namanya overhead. Kita presentasikan saja net profit misalnya 10%, kalau ini saya totalkan 15 + 10 sama dengan 25%, cara menghitung biaya tender apakah ini masuk ke harga perkiraan sendiri? Yang ini bukan perkiraan sendiri tapi ini masih biaya direct cost, kalau mengatakan yang mana biaya sendiri owning estimate atau engineer estimate sama tinggal dimasukan saja 15 + 10 sama dengan 25%. Cara menghitungnya bagaimana? Caranya kalau yang mengatakan HPS atau owner estimate mudah tinggal 15.000 dibagi 100% - 25 % jadi 15.000 dibagi 75% sama dengan 25.000 begitu hasilnya. Jadi harga HPSnya itu 20.000 atau owner estimatenya, kalau harga direct cost itu 15.000, jadi tinggal dikalikan berapapun biayanya maka akan muncul seperti itu. Sama seperti yang saya katakan sebelumnya misal kita membangun pembangkit tenaga listrik 400 milyar untuk 10 Mega Watt ini total biayanya masuk total biaya overhead termasuk net profit dan biaya lainnya, misal diumumkan di koran bahwa kita akan membangu pembangkit listrik 10 Mega Watt akan ditenderkan, nilai HPSnya 400 milyar itu adalah yang 20.000 ini untuk setiap item pengerjaannya. Berapa kira - kira nilai vendornya? Kita bisa tebak kira - kira nilai vendornya sekitar 55%, jadi 55% atau setengahnya 50% dikali 400 itu kira2 200 milyar untuk biaya vendornya.
5. Pertanyaan dari Bapak Basuki Winarno
Selamat pagi pak Oddang, mantap sekali materinya. Untuk estimate ini, sampai kelas berapa ya pak yang mendekati nilai proyek yang sebenarnya, dan bagaimana cara menjustify kelas tersebut pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Sebenarnya kalau bicara akurasi, kalau pernah ikut sebelumnya. Kalau kita membangun PLTA mesti tahu dulu output turbinenya, output turbine itu rumusnya sederhana sekali dari masa jenis air x gravitas x H x efisiensi, jadi kita harus tau dulu berat jenis air misalnya 1.000 terus Q andalannya 120% x debit andalan x gravitasi 9,81 x H x Efisiensi dan seterusnya maka diketahuilah hasilnya berapa Mega Watt. Kembali lagi kalau turbine itu harus tau debit andalannya dan berapa headnya kalau kedua itu sudah diketahui barulah tau hasilnya berapa Mega Watt. Contoh muncul angka 10 Mega Watt bisa kita katakan tadi secara empiris 2,4 juta - 3 juta itu US dollar per Mega Watt, jadi biaya paling murah kit membangun pembangkit listrik itu antara 24 juta US dollar - 30 juta US dollar untuk 10 Mega Watt, tapi bagaimana menentukannya? Tergantung lokasinya. Misal di Jawa dimana raw material mudah didapatkan, biaya semen murah, kira - kira angkanya disini tetapi misal sudah masuk di Sulawesi mungkin di tengah - tengahnya 27 juta US dollar, Sulawesi agak jauh atau mungkin sudah masuk di Ambon, kalau di Papua mungkin sekitar ini. Tapi saya jelaskan kembali anda lihat di sesi sebelumnya, kalau misalnya ini nilai total investasi hati - hati exclude ini sudah termasuk pengadaan biaya turbinenya. Tapi kalau menanyakan kelas estimasi ini saya tidak tahu berapa sesi, tapi dari pengalaman saya kita butuh 6 - 8 jam untuk paham seperti ini, seperti di excelnya tetapi dimulai dari excel kita butuh misal 4 sesi dimana 1 sesi sekitar 2 jam kurang lebih seperti itu maksud saya.
6. Pertanyaan dari Bapak Basuki Winarno
Itu 2,4 - 3 per Mega Watt referensinya dari apa ya Pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Empiris dari asosiasi pembangkit. Bapak bisa lihat di sesi 1 dan 2 atau di buku saya bisa diulas kembali.
7. Pertanyaan dari Bapak Majamas
Apakah perbedaan perhitungan PLTA dengan Bendungan (Waduk)? Boleh tahu perbedaannya apa saja pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi perbedaannya jelas lebih mahal apa? Jadi kalau bendungan tadi sudah dielaskan itu secara biaya konstruksinya jauh lebih mahal, kenapa demikian? Karena tingginya saja sudah pasti, jadi kalau bendung dengan bendungan. Jadi yang kecil itu bendung konstruksinya, yang besar itu bendungan. Kalau bendung dia tidak menyimpan air tapi langsung membagi air tetapi kalau bendungan dia menyimpan air kemudian dia membagi. Lalu yang ketiga perbedaan yang signifikan kalau bendungan pasti turbinenya itu dalam tanda kutip kelasnya raksasa karena dia menyimpan air yang sangat banyak otomatis debit andalannya juga besar. Jadi secara konstuksi tentu saja lebih mahal lebih besar. Contoh bendungan bisa jadi 1 triliun tetapi kalau bendung bisa jadi hanya 400 milyar atau 500 milyar dan seterusnya, tapi fungsinya sama menghasilkan listrik hanya perbedaan di konstruksinya saja.
8. Pertanyaan dari Bapak Ismet Kartono
Apa Pak Oddang punya pengalaman, perbandingan kalau di PLTM itu generator bisa vertikal bisa juga horizontal. Untuk konstruksi dari Power Housenya kira - kira perbedaannya kalau dibandingkan mana yang lebih murah atau ekonomis? Khususnya untuk peralihan sekitar 5 Mega, apakah vertikal atau horizontal?
Jawaban dari Nara Sumber: Setahu saya begini, kembali kesini karena ini teknis pertanyaannya. Jadi yang namanya turbinie itu benar yang dikatakan bapak memang terbagi 2 ada horizontal dan vertikal. Turbine Horizontal itu artinya pada saat penstock masuk, airnya masuk kesini dia memutar airnya secara horizontal, kalau turbine vertikal misal penstocknya miring begini maka alirannya akan keatas begini. Biasanya kalau turbine horizontal itu dia tipikal heatnya kecil, kalau heatnya besar heat itu perbedaan elevasinya biasanya dia memakai turbine vertikal tetapi kalau kita bicara konsep pemahaman yang sederhana mungkin di sisi 3 atau di sisi 2 yang sudah saya jelaskan, jadi kunci PLTA itu anda harus tahu dulu debit andalannya, kalau sudah tahu debit andalannya kita konversi ke debit designnya dan mengalihkan 120% dikali debit andalannya. Yang kedua heatnya kita sudah tahu, kalau debit andalan sudah tahu lalu debit design sudah tahu point pertama lalu kita tahu debit in sudah tahu maka kita akan tahu output turbinenya. Kalau output turbinenya sudah tahu kita akan tahu berapa nilai total investasinya. Berikutnya kalau debit andalan dan design sudah diketahui kita akan bisa memilih turbine, jadi saya terus terang sampai saat ini tidak terlalu yakin kita bisa menentukan memilih turbine horizontal atau vertikal. Namun kalau pengalaman saya di lapangan secara empiris, kalau heatnya terlalu besar dia cenderung memakai turbine vertikal, kalau turbine vertikal itu karena heatnya tinggi otomatis output turbinenya lebih besar, kalau output turbinenya lebih besar berarti nilai total investasinya lebih besar. Ini kebanyakan kalau turbine diatas 10 Mega Watt dia memakai turbine vertikal, tapi kalau turbine horizontal biasanya output turbinenya kalau dibawah 10 Mega Watt dia memakai ini. Tetapi daripada kita debat kusir, paling mudah itu caranya memakai ini yang sumbu Ynya Xnya itu diagram chartnya yang sumbu Xnya itu menunjukkan debitnya dan ini jumlah heatnya dia akan diketahui nanti sumbu Xnya sumbu Ynya dia akan masuk ke daerah sini pembangkit turbine. Biasanya turbine horizontal itu memakai PCT, kalau turbine vertikal itu biasanya F dan K.
Profil InstrukturOddang Rewu
Konsultan Proyek PLTA
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan:
S1 di Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung, Fakultas Teknik, Jurusan Sipil.
Pekerjaan:
PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung Persero (1997 - 1998).
PT. Istaka Karya Persero (2002 - 2007) dan PT. Anugerah Surya Jaya (2007 - 2011).
PT. Havara Mining sebagai Kontraktor Penambangan Batu Bara dengan wilayah penambangan di Kalimantan Timur (2011 - Sekarang).
Portofolio:
1) Buku ke-1
Judul: Risalah Studi Kelayakan Investasi Proyek PLTA
Penulis: Oddang Rewu
Penerbit: Teknosain (Grup Graha Ilmu)
ISBN: 978-602-74479-9-8
Halaman: xviii + 332
2) Buku ke-2
Judul: Panduan Praktis Analisis Kelayakan Investasi Batubara
Penulis: Oddang Rewu
Penerbit: Teknosain (Grup Graha Ilmu)
ISBN: 978-602-72848-1-4
Halaman: xiv + 201