1. Pertanyaan dari Bapak Majamas
Bagaimana membangun Manajemen Mindset dalam masa kondisi Covid-19 yang belum berakhir sampai saat ini?
Jawaban: Saya mengutip saja pernyataan dari Menteri Kesehatan, tidak ada yang namanya pandemi itu berlalu cepat pasti tahunan. Saya bukan ahli kesehatan, saya anggap statement itu ada benarnya sehingga saya rasa yang namanya pandemi ini kita harus siap bahwa hidup kita seperti ini, Maksudnya kita harus selalu bermasker, menjaga jarak, mencuci tangan, itu semua menjadi bagian dari hidup kita. Kemudian kita harus bisa mengambil hikmahnya, termasuk hikmah pelatihan. Sebelum pandemi saya rutin melakukan change management excellent training, itu Face to Face di hotel dan pesertanya 24 maksimal, saya buat sampai 3 plates karena pesertanya banyak sekali, bukan karena pandemi tetapi saya ingin mendapatkan diskusi yang interaktif, jadi menurut saya kalau lebih dari 24 itu bukan interaktif lagi Tetapi hanya sekedar berbagi, Padahal saya juga ingin belajar dari partisipan. Karena konsep saya yang namanya pembelajaran itu harus dua sisi. Kepada Pak Majamas tadi menurut saya yang pertama kita harus akui bahwa pandemi ini belum berakhir bahkan beberapa bulan kedepan, hanya Allah yang tahu kapan akan berakhir karena WHO-pun tidak bisa memprediksi Yang kedua kita harus siap dengan kondisi seperti ini, artinya kalau Biasanya kita kerja full, kita harus siap mungkin sekarang di schedule. Ada klien saya salah satunya pertamina itu hanya bisa 25% sekali kerja, tidak bisa lebih, dan ini fact of Life, kita tidak bisa lagi " Aduh harusnya seperti dulu". Tim building, mana bisa sekarang tim building, Saya biasanya setiap tahun itu selalu ada tim building 100 orang, sekarang tidak bisa, tapi apakah kita akan berhenti di situ? Tidak, kita bisa melakukan online seperti ini, memang kelemahannya kalau online kita tidak bisa Face to Face. Kalau bagi saya pribadi hikmahnya ada, saya bisa merealisasikan cita-cita saya untuk membangun bedah buku bisnis, kalau nggak ada endemi sampai sekarang saya tidak pernah membahas 32 buku tadi, tetapi karena pandemi Alhamdulillah. Yang ketiga growth mindsetnya adalah gali itu hikmahnya, walaupun banyak kesulitan, Mungkin gaji dipotong karena kerja tidak full, lalu tidak ada uang transport sudah pasti, Ya sudah mau apa lagi. Kita ubah mindset kita, kita ini pegawainya Allah, kalau Allah memang ngasihnya dipotong ya sudah mau apa lagi, tinggal sekarang bagaimana kreativitas kita untuk bisa menyikapi ini.
2. Pertanyaan dari Bapak Ivan
Bagaimana Pak, kalau motivasi ingin berubah itu datangnya dari rasa perendahan diri dari orang lain, sehingga memunculkan motivasi untuk berubah? Biasanya orang termotivasi oleh pujian. Apakah itu normal, Pak?
Jawaban: Kalau Pak Ivan sudah bisa melihat hikmah dari orang yang merendahkan dirinya itu malah bagus menurut saya karena anda mencoba suatu hal yang humble, karena salah satu key leadership Talent itu adalah orang yang humble dan Curious. Humble itu merupakan salah satu ciri-ciri pokok seorang leader yang baik, jadi menurut saya malah bagus.
Tanggapan dari Bapak Ivan: Kalau untuk berubah memang berat, tetapi pada saat misalkan ada orang yang menganggap rendah kita. Misalnya, saya bekerja di bidang A, "Ah, kamu tidak bisa seperti itu". Dari hal itulah saya termotivasi. Berbeda kalau misalkan, "Kamu bisa ini, kamu hebat ini-itu". Tetapi, rasanya itu motivasinya kurang.
Jawaban: Mohon maaf Bapak saya salah tangkap tadi, istilahnya ini kita dilecehkan orang, tidak mampu bekerja, kasarnya seperti itu sehingga kita bisa terancam kehilangan pekerjaan. Pertama kita harus ingat bahwa kita sedang belajar growth mindset, Artinya kita ingin mempertahankan semangat kita untuk meningkatkan diri, jadi tujuannya itu kenapa, kalau kita tujuannya hanya untuk membuktikan bahwa saya ini bisa, tidak salah tetapi terjebak dalam fixed mindset, karena fixed mindset itu adalah selalu ingin membuktikan diri, hati-hati. Misalnya orang lain, si Badu itu dia direndahkan oleh atasannya, pertama Yang penting dia tidak perlu defensif, kedua dia perlu mengembangkan dirinya sampai dia bisa melebihi daripada Apa yang diharapkan, itu yang bagus. Tetapi kalau dia hanya ingin, atasannya biar tahu bahwa saya ini hebat, kalau saya dikasih pekerjaan 10 saya bisa melaksanakannya 12, jadi dia salah Saya ingin membuktikan Anda terjebak dalam fixed mindset, hati-hati. Bukan berarti salah, tetapi masalahnya kita sekarang sedang belajar growth mindset. Karena kalau kita memiliki fixed mindset nanti anda akan capek setiap hari membuktikan diri terus menerus, sementara growth mindset, Yang penting dia melakukan peningkatan terus-menerus bahwa hasilnya nanti bisa membuktikan diri dia sebagai, pekerja terbaik itu hanya efek samping.
3. Pertanyaan dari Ibu Widya
Bagaimana menghadapi rekan kerja yang mengotot mempertahankan pendapatnya padahal sudah diberikan bukti, seperti artikel ilmiah yang berupa jurnal terkait topik yang diperdebatkan. Karena agak canggung rasanya sesama dosen berdebat di ruang sidang di depan mahasiswa, karena seakan dosen saling menjatuhkan rekannya.
Jawaban: Pertama yang perlu kita tanamkan adalah, ini sebetulnya bukan kata-kata saya tetapi kata-kata bijak yang mengatakan bahwa "We cannot control what other people will do to us, but we can control How will response to what he does or she does", jadi artinya kalau ada orang yang ngotot, jangankan ngotot, merendahkan kita, apa bisa kita mengontrol dia supaya dia tidak merendahkan kita itu tidak bisa, walaupun sebenarnya kita tidak layak untuk direndahkan tidak bisa kita kontrol itu. Artinya apa, yang bisa kita kontrol adalah Bagaimana kita merespon, gimana meresponnya, karena Ibu adalah akademisi memang yang saya senang dari dunia akademisi itu adalah justru di area debat ilmiahnya tadi dalam pengertian, adu hukum argumen yang sifatnya ilmiah. Selama Ibu sudah mengatakan bahwa ibu sudah ada bukti artikel dari MIT, artikel dari Stanford, artikel dari UI, IPB, ITB menurut saya sudah cukup, bahwa beliau masih mengotot itu di luar kendali kita, tinggal masalahnya bagaimana nanti mahasiswa? Apakah tidak bingung. Yang namanya pendidikan, pendidikan itu 60% tanggung jawabnya mahasiswa, 40% dosen, artinya mahasiswa harus bisa menilai. Menurut saya, mohon maaf Ibu Widya sudah melakukan yang terbaik karena memberikan artikel-artikel yang cocok, bahwa beliau masih mengotot di depan sidang itu Biarkanlah yang sidang itu menilai sendiri, sebetulnya Siapa yang perlu diikuti.
4. Pertanyaan dari Bapak Andika
Bagaimana caranya menghadapi Quarter Life Crisis dengan menggunakan growth mindset? Karena, saat ini saya merasa banyak sekali hal-hal yang membuat saya merasa overthinking.
Jawaban: Ini ilmu baru bagi saya, saya baru dengar istilah quarter Life Crisis, Mungkin maksudnya usia muda. Sebetulnya ini tadi yang saya sampaikan di slide awal, mengenai fixed mindset jadi rasa bahwa kita tidak hebat, kita tidak sehebat orang lain, bahwa kita di bawah rata-rata, hati-hati berarti Anda terjebak dalam situasi yang disebut dalam fixed mindset, bagaimana mengatasinya?. Pertama, kita harus bisa menerima ketidak sempurnaan, Allah sudah menciptakan kita pasti sempurna, apapun kondisi kita, yang disebut ketidak sempurnaan ini adalah ketidakcocokan atau ketidakmampuan kita terhadap apa yang kita hadapi. Misalnya orang lain bisa matematikanya kalkulusnya selalu lulus, tetapi saya selalu mengulang terus, ini kita hadapi dengan cara mencoba memahami bahwa ada sesuatu yang kita bisa kembangkan, caranya dengan kerja keras. Saya membaca buku David Goliath itu, ada seseorang yang namanya Gery Cohen, dia ini disleksia, disleksia itu orang yang membacanya itu sepersepuluh lebih lambat atau 10 kali lebih lambat dari orang lain, dia kalau ujian, ulangan sekolah atau ujian Saat kuliah, selalu dia mendapatkan nilai yang buruk, setelah ujian dia selalu menjumpai dosennya untuk menanyakan kenapa dia mendapatkan nilai misalnya D atau E. Dari situ dosennya memberitahu bahwa kamu salah di sini, di sini, dia minta ke dosennya tadi untuk dia mendapatkan ujian ulangan, dan setelah ujian ulangan selalu hasilnya lebih baik, dan itu dilakukan selama puluhan tahun, setiap dia sekolah dia selalu melakukan itu, hasilnya yang terjadi dia menjadi orang yang berpengaruh di dunia, karena dia adalah CEO dari Goldman Sachs, sekarang sudah tidak tetapi dia saat buku itu ditulis dia adalah presiden direktur dari Goldman Sachs. Jadi jangan rendah diri bila anda merasa kurang mampu, karena disleksia itu parah sekali, kemampuan membacanya sangat lemah, disleksia aja bisa menjadi CEO perusahaan global, jadi kenapa kita tidak.
5. Pertanyaan dari Bapak Megantara
Apakah benar pernyataan berikut ialah fixed mindset? Satu, saya ingin kuliah S2 yang sama dengan jurusan saya ketika S1 supaya yang saya pelajari bisa berguna. Ada fakta bahwa apa yang kita pelajari saat kuliah tidak selamanya sesuai dengan apa yang dipelajari. Jadi, mengapa harus linier? Kedua, saya ingin kuliah Manajemen supaya berguna nantinya saat bekerja. Ada fakta bahwa skill yang diperlukan ialah soft skill in managing people, bukan hanya Teori Manajemen.
Jawaban: Pertama, kalau jurusan S2 saya pilih karena Jurusan S1-nya sama? Belum tentu juga itu adalah fixed mindset, karena dia merasa bahwa improvement terhadap apa yang sudah dia kuasai itu merupakan suatu hal yang sangat meningkatkan dirinya menjadi lebih baik. Kemudian kedua mengenai belajar manajemen, Apa iya belajar manajemen teori-teori, sementara di kehidupan, atau di manajemen, atau di bisnis yang sukses itu justru yang soft skill? Siemens saja ternyata itu pernah "There is no such thing softskills" jadi menurut dia sebetulnya salah kita mendefinisikan, yang namanya respect itu soft skill itu salah, yang benar adalah human skill, bagaimana hubungan dengan orang lain. Jadi kalau di dunia biasa, kita terbiasa dengan istilah hard skill yaitu tehnical, jadi misalnya saya bisa membuat kayu, Saya misalnya ahli mebel. Tapi saya bisa meyakinkan customer saya untuk menggunakan produk saya itu katanya soft skills padahal itu sebetulnya benar human skill. Makanya ada buku namanya Rehumanising Leadership, Apa kaitannya dengan fixed dan growth mindset, bukan berarti kalau kita belajar human skill atau soft skill itu berarti kita menjadi growth mindset, tidak jaminan, karena kalau kita hanya belajar itu untuk membuktikan diri kita bahwa kita jago berinteraksi. Contohnya Saya ingin kalau saya networking, orang selalu ingat saya, Apakah itu buruk? Tidak buruk, itu bagus, karena secara bisnis nanti bisa memberikan bisnis ke saya karena dia ingat saya, tetapi yang jadi masalah adalah kalau saya melakukan itu karena saya ingin membuktikan bahwa saya seorang networker yang jago, itu baru fixed mindset, jadi harus bisa membedakan antara fixed dan growth itu seperti itu. Jangan semuanya sifatnya bagus, semua yang sifatnya soft, seperti tadi Kalau saya tukang kayu tetapi saya tidak bisa jualan, saya tidak bisa meyakinkan orang, maka saya disebutnya hanya orang yang bisa bikin kayu dan saya tidak bisa memanage. Apakah berarti teori manajemen itu menjadi usang? Tidak juga, karena yang saya pakai tadi ada teorinya, akar itu teori, desain, knowledge, ability, itu teori berdasarkan praktek.
6. Pertanyaan dari Bapak Hendi
Apakah AI (Artificial Intelegent) bisa diterapkan? Seperti, empati (merasakan) seperti yang dilakukan seperti otak kanan pada manusia dan digunakan sebagai acuan sebagai gold mindset. Misalkan, seperti melalui menanam chip pada otak manusia.
Jawaban: Saya merasa tidak kompeten untuk menjawab ini karena saya baru membeli bukunya kemarin, tapi alhamdulillah tadi malam juga ada pembahasan mengenai AI ini di mana bahwa artificial intelegent pengembangannya sejauh ini lebih kepada otak kiri, jadi otak kanannya belum ditemukan yang namanya AI itu bisa berempati jadi artinya lebih kepada otak kiri semuanya, semuanya itu serba otak kiri jadi bukan otak kanan. Artinya Ini kesempatan bagi kita untuk mengembangkan otak kanan tanpa harus menganggap otak kiri itu tidak penting, tetap otak kiri itu penting, jadi dua-duanya diperlukan cuman memang dewasa ini yang sedang dikembangkan otak kanan. Satu lagi yang saya tambahkan adalah di beberapa tahun lalu, Harvard business review itu membuat majalah cover story-nya adalah AI it's not the main issue in corporate development, issue adalah culture. Jadi bukan artificial intelegent yang menjadi critical issue, tetapi justru kesiapan atau culture orang menghadapi AI itu. AI ini pun sedang menjadi topik yang hangat di dunia, Ellen Musk pernah bilang AI itu more dangerous than nuklir, jadi Ellen Musk ini kan visioner dia mengatakan bahwa artificial intelegent itu lebih bahaya daripada nuklir, ya mungkin juga ada benarnya artinya pekerjaan-pekerjaan yang tadinya otak kiri, mungkin barista untuk membuat kopi, itu semua bisa dilakukan dan sudah ada banyak perusahaan di luar negeri yang unman cafe, kayak Amazon Go itu tidak ada kasir, pakai AI semua.
7. Pertanyaan dari Bapak Brion
Sekarang kan kita dalam kondisi yang disebut kalau disimpulkan dengan VUCA (Volatility Uncertainty Complexity Ambiguity) itu membutuhkan growth mindset yang cukup handal kelihatannya. Dari teori yang Bapak Gatot sampaikan dari sisi knowledge tadi itu sekarang sangat banyak knowledge dengan berbagai macam definisi yang tadi, seperti soft skill, human skill, dan sebagainya. Bagaimana pandangan Pak Gatot kalau hal ini membuat kita menjadi overthinking? Dan bagaimana menanggapinya?
Jawaban: Pertanyaan menggelitik karena memang kita alami, Jadi bagaimana menyikapi Semua ini karena yang saya catat tadi knowledge sudah banyak dan sudut pandang juga begitu banyak kalau kita Browsing di internet mungkin kalau kita bilang growth mindset itu jangan-jangan jutaan temuan miliaran. Artinya yang diperlukan dari kita adalah The Power of comprehension, kita harus bisa mengkomprehen, yang the most important thing itu apa. Makanya tadi materi yang saya katakan ada 15 cara itu, Anda mau mengambil satupun silakan. Artinya ini kan sudah terlalu banyak knowledge, sudah terlalu banyak pemikiran. Kalau dari 15 tadi Kalau Anda ambil satu saja Insyaallah dampaknya ke mana-mana, jadi saya ingin kembali ke definisi saya tadi, jadi harus clear, harus enganging, harus simpel dan Inspiring. Begitu ngomong Inspiring tadi, please take one or two key take aways dari sesi ini, langsung dijalankan saja apapun itu menurut terminologi anda. Jadi tidak usah " Wah nanti tidak mengikuti akar" tidak, justru saya mengatakan itu kalau kita mengambil salah satu atau dua cara saja silakan, Saya yakin hasilnya juga akan sangat bagus.
Profil InstrukturGatot Widayanto
Strategy & Change Management Expert
Deskripsi Pemateri: