1. Pertanyaan dari Ibu Byutifa Prawira
Apakah benar kalau kita hendak memperbaiki situasi kerja yang tidak Ergonomi pada stasiun kerja, maka 'Model Perbaikannya' harus bisa diimplementasikan di semua tempat kerja (dengan konteks model kerjanya sama) atau bisa juga hanya terspesifikasi pada stasiun kerja yang kita temui saja?
Jawaban: Jadi pada dasarnya yang kita selesaikan itu bukan berbasis jenis pekerjaan, tapi berbasis pada postur. Misalnya postur punggung membungkuk itu tidak hanya dijumpai pada pekerjaan petani tapi bisa jadi posisi punggung membungkuk juga ditemui pada pekerjaan di industri yang lain, kalau seandainya itu kita bisa kerjakan artinya kita tidak hanya menyelesaikan spesifik satu stasiun kerja atau satu jenis pekerjaan, tapi itu juga bisa diimplementasikan di aktivitas yang lain, tetapi dengan basis atau dengan dasar bahwa aktivitas tersebut juga melibatkan gerakan tubuh yang hampir sama. Jadi tidak hanya di satu fokus pada satu stasiun kerja saja, itu pernah kami implementasikan di postur tubuh pengguna smartphone, itu kami mengambil responden, kemudian aktivitas atau deskripsi pekerjaan kita minta untuk mengoperasikan smartphone tapi dalam posisi duduk, kita rekam aktivitasnya, ternyata di situ kita jumpai banyak sekali responden-responden yang mengoperasikan smartphone itu dalam posisi punggungnya yang lumayan membungkuk, jadi ada sudut yang lumayan besar, dia tidak sadar karena dia fokus pada smartphonennya, dia tidak menyadari ternyata posisi punggungnya itu membungkuk. Posisi punggung yang relatif membungkuk itu kita coba cari komparasinya itu ternyata kita temukan juga di operator atau pekerja yang mengoperasikan komputer, jadi sama-sama dalam posisi duduk, cuman yang satu mengoperasikan smartphone tetapi yang satu dalam posisi mengetik di depan komputer. Ternyata ada kesamaan di posisi punggungnya, dari situ kita bisa melakukan justifikasi bahwa yang kita selesaikan itu bukan hanya berbasis aktivitas tertentu, tetapi selama aktivitas itu mengandung atau melibatkan gerakan atau postur tubuh yang sama itu bisa kita jadikan pembanding atau rujukan.
Jadi kalau memang seandainya bisa melakukan pengukuran di keduanya, jadi aktivitas yang berbeda tetapi melibatkan gerakan tubuh yang hampir sama contohnya punggung itu lebih menguntungkan karena kita akan mendapatkan data yang real. Tapi bisa juga di satu situasi, penelitian kita mungkin hanya di bidang tertentu atau di aktivitas tertentu, untuk komparasinya kita bisa menggunakan literatur. Di satu kondisi kita bisa melakukan atau mencari pembandingnya dari literatur, artinya dari penelitian-penelitian yang terdahulu tetapi perlu kita perhatikan aktivitasnya atau posturnya itu yang kurang lebih sama dengan yang menjadi tema penelitian kita.
2. Pertanyaan dari Bapak Sokhibi
Jika kita melakukan perancangan sebuah Produk Ergonomi untuk Disabilitas yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan, apakah Tool Kuesioner dapat digunakan untuk melakukan Uji Kenyamanan?
Jawaban: Jadi untuk yang intervensinya perancangan tadi itu akan lebih menguntungkan buat peneliti kalau kita bisa realisasikan alatnya, dan itu tidak hanya untuk yang disabilitas, tapi untuk orang normal sehat pun, ketika tujuan kita untuk mengetahui salah satu pola ukur keberhasilan alat yang kita ukur itu bisa kita lakukan komparasi perbandingan posisi awal dengan posisi akhir.
Pertama yang bisa kita lakukan, kita bisa merealisasikan alatnya, alat bantu atau produknya, atau desain kita yang tadi pak Sokhibi sebutkan masih di dalam taraf desain, kalau itu bisa kita realisasikan, apakah itu dalam bentuk prototipe, utamanya prototype karena masih dalam uji coba, itu nanti akan menguntungkan atau membantu kita ketika kita melakukan studi komparasi perbandingan. Jadi dari situ kita bisa ukur dengan menggunakan kuesioner, bagaimana persepsi yang dirasakan di kondisi awal dan dan di kondisi akhir. Terkadang kita juga mengalami kendala ketika harus merealisasikan sebuah produk atau sebuah alat bantu. Yang selama ini kami lakukan itu bisa kita juga bermain di software, jadi ada beberapa software yang bisa kita gunakan, yang saat ini kami gunakan itu Catia. Jadi software itu yang perlu kita perhatikan bahwa spesifikasi atau data yang kita gunakan atau kita ambil dalam hal ini adalah teman-teman disabilitas itu harus betul-betul kita ambil data sesungguhnya kemudian kita inputkan kedalam software itu, di Catia itu memungkinkan, karena di Catia itu ada satu fitur yang di mana kita bisa membuat manekin, dasar pembuatan manekin itu adalah data antropometri juga. Jadi untuk yang disabilitas itu bisa tetap diukur data antropometri-nya kemudian kalau kita ingin bermain di software, data itu kita inputkan kedalam software Catia. Kita buatkan skenario di situ, Nanti bisa kita ukur dari Catia itu ada indikator-indikator yang bisa kita baca, yang bisa kita analisis, sampai nanti akhirnya kita bisa melakukan justifikasi. Bahwa ternyata desainnya berhasil, kita bisa menggunakan Catia untuk mengukur lula. Itu kalau kita ingin bermain di software tanpa harus membuat atau merealisasikan produk atau alatnya tetapi syukur kalau bisa dibuat, ini betul-betul sudah data real-time, kita buat produknya desain kita realisasikan kemudian kita uji cobakan, kita tarik lagi informasinya setelah data yang akhir, Bagaimana perbandingannya itu lebih real-time. Untuk merealisasikan Prototype pun mungkin ada kendala di biaya, material, dll.
3. Pertanyaan dari Bapak Basuki Winarno
Secara umum sebenarnya pada saat kita melakukan perancangan sebuah peralatan, berapa besar dampak dari Keteledoran Ergonomic terhadap Keberhasilan sebuah Produk Finish?
Jawaban: Jadi untuk mengukur tingkat kesalahan dari desain itu memang tidak bisa diprediksi, kita baru akan mendapatkan data-datanya itu ketika kita sudah bisa merealisasikan kemudian kita melakukan komparasi. Dan salah satu konsep di dalam desain itu ada yang kita kenal dengan perbaikan berkelanjutan, seperti halnya di manajemen itu ada continuous improvement. Jadi mungkin bisa jadi, ketika kita melakukan perancangan desain, taruhlah itu adalah desain awal atau desain pertama kemudian kita melakukan pengujian, Ternyata kita menjumpai ternyata desain yang pertama itu masih memberikan perubahan yang rendah, belum tinggi. Indikator perubahannya dalam hal ini bisa ke produktivitas, jadi ternyata alat yang kita gunakan atau alat yang kita desain itu mampu memberikan perubahan tetapi masih kecil presentasenya. Disini berarti kita bisa melakukan revisi perbaikan di alat kita, kita mengenal ada revisi desain awal, ada revisi ke-1, perbaikan pertama, perbaikan kedua, sampai nantinya kita bisa mendapatkan perubahan yang optimal. Jadi kalau untuk mengetahui berapa tingkat keberhasilan dari desain kita itu secara teoretis itu belum bisa terlihat, tetapi kalau kita sudah bisa realisasikan itu bisa. Untuk memotong atau mempersingkat, kalau kita ternyata kesulitan untuk melakukan revisi pertama desain kita, lakukan revisi kedua kita bisa bermain di software kembali. Ada banyak sekali software saat ini yang membantu kita untuk melakukan simulasi terhadap suatu desain yang kita buat, kebetulan kami disini menggunakan SolidWorks, kemudian di dalam SolidWorks itu ada satu fitur yang kita gunakan untuk lakukan simulasi, dari simulasi itu bisa teridentifikasi berapa besar potensi kegagalan sebuah desain tersebut tanpa harus membuat produknya, jadi kita bermain di software dan desain, simulasi yang bisa kita lakukan. Kemudian bisa juga di Catia, kita bisa mengintegrasikan desain kita atau produk kita atau alat bantu kita dengan manekin, manekin-nya berbasis kepada antropometri, data yang sesungguhnya, kemudian kita integrasikan, simulasikan nanti akan ketahuan Apakah desain yang saat ini kita rancang, kita buat itu sudah optimal, atau ternyata masih menyisakan atau masih ada beberapa postur tubuh yang menyebabkan dia merasa tidak nyaman. Dari pengalaman kami juga itu kalau bisa merealisasikan produknya atau alatnya itu lebih akurat lagi atau menguntungkan, tetapi jika terkendala oleh beberapa hal itu kita bisa melakukan analisa berbasis software.
4. Pertanyaan dari Bapak Muhammad Arifin
Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk Skripsi saya di salah satu Konveksi di daerah Sleman. Pada proses produksi Press Sablon Jersey, postur kerja operator berdiri. Kemudian, setelah dilakukan penilaian dengan Kuesioner NBM (Nordic Body Map) terdapat beberapa keluhan sakit yaitu pada bagian punggung, pinggang, dan pergelangan kaki. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana usulan yang baik bagi UMKM tersebut jika tuntutan pekerjaan hanya bisa dilakukan berdiri?
Jawaban: Saya terutama dulu juga pernah melakukan penelitian di konveksi sablon. Saya perlu konfirmasi juga apakah pekerjaan ini hanya harus dilakukan dalam posisi berdiri atau boleh dilakukan dalam posisi duduk, seandainya pekerjaan ini bisa dilakukan dalam posisi duduk maka salah satu rekomendasi yang bisa kita berikan yaitu kita mengubah postur aktivitas pekerjaannya yang semula dalam waktu berdiri, karena betul dalam posisi berdiri dalam durasi waktu yang lama juga merupakan salah satu potensi timbulnya gangguan otot rangka. Yang bisa kita kerjakan atau usulkan adalah kita coba ubah aktivitasnya yang semula berdiri kita buatkan dalam bentuk stasiun kerja yang posisinya duduk. Dulu pernah adalah ada penelitian di bidang sablon tapi bukan di konveksi yang besar, UMKM sablon, itu kita buatkan meja sablon dan kursi untuk operator duduk.
Kalau tuntutan memang harus berdiri, karena itu nanti banyak sekali perlu informasi yang kita gali dan intervensi ergonominya memang tidak harus yang teknik tidak harus perancangan tetapi kita juga bisa memberikan intervensi ergonomi atau pengaturan waktu istirahat. Tadi saya menyampaikan materinya ada intervensi teknik itu perancangan alat, kalau dari posisi berdiri memang seandainya dimungkinkan untuk dilakukan posisi duduk maka kita bisa ubah posisi berdirinya menjadi duduk dengan kita buatkan alat kerja. Tetapi ketika memang tidak memungkinkan dirubah, maka yang pertama bisa kita lakukan adalah pengaturan di jeda waktu istirahat, masuk intervensi administratif, manajemennya Bagaimana mengeluarkan regulasi, kebijakan bahwa, taruhlah 1 jam melakukan pekerjaan sablon ia diberikan waktu jeda istirahat 10 menit untuk stretching, dsb.
5. Pertanyaan dari Bapak Prayogo Putro
Pada perancangan sebuah produk baru, bagaimana cara untuk melakukan Uji Kelayakan Pak?
6. Pertanyaan dari Bapak Syaf Riau
Dalam kita melakukan perancangan sebuah peralatan produk, bagaimana cara Uji Kelayakan serta Keteledoran Ergonomic terhadap Keberhasilan Produk?
Jawaban dari Pertanyaan No. 5 dan 6 (Gabungan):
Untuk uji kelayakan itu ada 1 proses pembelajaran, Jangan lupa teman-teman nanti yang melakukan perancangan alat terutama itu ketika kita sudah menyelesaikan Prototype kita, alat kita, itu jangan serta merta langsung di uji coba kan ke pekerjaan, itu jelas nanti tidak akan mendapatkan data yang valid karena asumsinya pekerja dia terbiasa dengan kondisi pekerjaan yang awal kemudian kita datangkan alat baru atau Stasiun kerja baru, perlu adaptasi si pekerja tersebut. Kalau kita serta merta langsung uji kita uji coba kan pasti saya yakin data yang kita ukur di kondisi yang akhir atau kondisi setelah perancangan itu tidak menunjukkan data yang sesungguhnya. Untuk menjembatani itu, proses perubahan atau adaptasi dari kondisi awal ke kondisi baru, kondisi akhir, itu kita harus menyiapkan waktu untuk melakukan proses pembelajaran. Jadi pekerja atau operator itu kita minta untuk mencoba, dalam rentang waktu yang sesuai kebutuhan, 1 hari 2 hari cukup untuk membiasakan diri. Analoginya yang mudah mungkin seperti ini, ketika ada seorang bayi dia mulai belajar makan sendiri, di awal itu pasti berceceran nasinya karena dia proses adaptasi dari yang semula disuapin sekarang dia akan belajar makan sendiri, di situ ada proses pembelajaran. Dari hasil proses pembelajaran itu kita ukur waktunya, ketika kita masih mendapatkan grafik waktu yang berfluktuasi naik turun naik turun. Misalnya uji coba pertama dia bisa menyelesaikan pekerjaan dengan alat yang baru itu 15 menit, kemudian uji coba kedua dengan alat yang baru, aktivitas yang sama, Ternyata turun menjadi 13 menit, percobaan ketiga diujicobakan naik menjadi 16 menit, itu menandakan dia belum terbiasa dengan alat yang kita rekomendasikan untuk perbaikan. Itu harus kita uji cobakan terus sampai nanti akhirnya kita mendapatkan suatu kondisi dimana waktu pembelajarannya itu stabil, konstan, taruhlah kita sudah mendapatkan angka diantara 12 menit, 13 menit, 12 menit, 13 menit, kita gambarkan kita visualisasikan dalam bentuk grafik ternyata garis grafiknya sudah mulai stabil, dari situ kita bisa menjustifikasi bahwa si pekerja itu sudah mulai terbiasa dengan alat yang baru. Ketika itu sudah terwujud, terjadi, maka kita boleh untuk melakukan pengambilan data yang sebenarnya.
Terkadang dalam sebuah penelitian kita membatasi minimal pengalaman berapa tahun, ia sudah berkecimpung atau dia mengoperasikan, mengerjakan aktivitas yang sama. Untuk proses pembelajaran tadi yang saya sampaikan, itu operatornya jangan berganti-ganti tetapi orang yang sama cuman kita lakukan trial uji coba berapa kali sampai akhirnya kita mendapatkan sebuah grafik itu sudah stabil waktunya.
Kalau kita terkendala itu kita bisa menggunakan software, dari software itu pun kita bisa melakukan analisis, bahwa desain prototipe alat kerja, alat bantu yang kita buat itu ternyata sudah optimal, itu bisa kita analisis dari software.
Profil InstrukturAgung Kristanto ST., MT., Ph.D.
Dosen Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan:
Sarjana, TEKNIK MESIN, Universitas Gadjah Mada, 2001
Magister, TEKNIK MESIN, Universitas Gadjah Mada, 2005
Doktor, Teknik Industri, Khon Kaen University Thailand, 2020
Publikasi
Biomechanical Evaluation of Body Posture of Workers During the Wax Removing Process on Batik Sandals: A Case Study
Effects of corrective insole on leg muscle activation and lower extremity alignment in rice farmers with pronated foot: a preliminary report
Design of ergonomic work facilities on assembly station of mozaic stone for increasing work productivity
Adaptable ergonomic interventions for patients with cerebral palsy to rice farmers activities: reviews and recommendations
FABRICATION AND THERMO-MECHANICAL CHARACTERISTICS OF PHBV/LATEX/VEGETABLE OIL COMPOSITES-MODIFYING ON BIOCOMPOSITES
Redesign of Squared-Profile Wood Sanding Machine for Work-Position and Productivity Improvement (Case study on Abu Production Handycraft, Pleret, Bantul, Yogyakarta)
Perancangan Alat Pembuat Tepung Cassava yang Ergonomis Menggunakan Pendekatan Antropometri (Studi Kasus di Dusun Pendowo, Jepitu, Girisubo, Gunungkidul, Yogyakarta)
DESIGN OF PRESSING TOOL FOR REMOVING WAX IN BATIK SANDALS USING RULA METHOD ON CATIA V5R20 TO INCREASE PRODUCTIVITY
Development of Assistive Technology for Agricultural Workers Based on Congenital Disabilities Orthotic Devices
PERANCANGAN SISTEM KERJA PADA PROSES PENGEMASAN EMPING MELINJO DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI
Perancangan Meja dan Kursi Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Kerja Pemotongan Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas
PERANCANGAN ULANG ALAT PERONTOK PADI YANG ERGONOMIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KEBERSIHAN PADI
Improvement of Working Position on Frying Pan Lathing Process Using The Ergonomics Approach (A Case Study at WL Alumunium Metal Casting Yogyakarta)