Perencanaan Kota

Mengukur Kerentanan: Data Kuantitatif Dampak Drainase Mowe dan Lima Pilar Agenda Riset untuk Kota Berketahanan

Dipublikasikan oleh Raihan pada 01 November 2025


Studi berjudul "Condition of Drainage System and Its Impact on the Residents of Mowe, Ogun State, Nigeria" ini menyajikan pemeriksaan kuantitatif yang penting mengenai korelasi antara kondisi infrastruktur drainase perkotaan dan kualitas hidup penduduk di Mowe, sebuah permukiman yang berkembang pesat di Nigeria Barat Daya. Melalui desain penelitian kuantitatif dengan teknik systematic random sampling, studi ini berhasil menjaring 107 responden dari sepuluh kawasan perumahan (tiga milik publik dan tujuh milik swasta) di area studi, menggunakan kuesioner terstruktur dan observasi langsung. Tujuan utama riset ini adalah untuk menilai dampak kondisi infrastruktur drainase terhadap kesejahteraan penghuni, sekaligus mengidentifikasi masalah umum dan upaya mitigasi yang dilakukan.

Alur logis temuan penelitian bergerak dari identifikasi karakteristik infrastruktur menuju dampak yang terukur, dan diakhiri dengan evaluasi upaya mitigasi.

Karakteristik Infrastruktur Drainase

Analisis deskriptif menunjukkan dominasi mutlak sistem drainase permukaan di seluruh kawasan perumahan yang disurvei. Dominasi ini diyakini terkait erat dengan pertimbangan biaya konstruksi dan pemeliharaan yang relatif rendah, suatu pola yang umum di daerah perkotaan Nigeria. Material konstruksi utama yang teridentifikasi adalah blok beton. Meskipun hemat biaya, praktik konstruksi ini menimbulkan kekhawatiran karena keterbatasan kemampuan blok beton untuk menahan beban lateral dan beban hidup di sekitarnya, sehingga berpotensi menjadikannya secara struktural tidak sesuai untuk fungsi drainase jangka panjang.

Data kuantitatif yang dikumpulkan menetapkan bahwa tinggi minimum drainase di area studi adalah 0.1524 meter, sementara tinggi maksimum mencapai 0.889 meter. Lebih lanjut, sekitar tiga perempat dari drainase yang diamati memiliki kedalaman sedang, yaitu 0.5 meter atau di bawahnya.

Status Kondisi dan Kerentanan

Evaluasi kondisi drainase menggunakan metode observasi mengungkapkan variasi yang signifikan. Observasi menyeluruh menunjukkan bahwa hanya 50% dari infrastruktur drainase yang disurvei memenuhi kriteria kelayakan (adequacy criteria). Disparitas ini sangat terlihat di beberapa perumahan yang menunjukkan tanda-tanda kerusakan, penyumbatan sebagian, atau bahkan penyumbatan total. Kondisi ini secara langsung berkorelasi dengan kerentanan wilayah terhadap banjir.

Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara inadekuasi drainase dan kerentanan banjir dengan koefisien konfirmasi sebesar 65.4% — menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru. Mayoritas substansial responden, yaitu 65.4%, mengakui kerentanan alami area studi terhadap kejadian banjir. Analisis temporal lebih lanjut mengungkapkan bahwa periode kejadian banjir paling sering terjadi membentang dari April hingga Oktober, menurut 65.4% responden.

Dampak utama dari banjir yang dialami, sebagaimana dikutip oleh 68.6% responden, adalah kerusakan pada properti. Secara keseluruhan, para responden mencapai konsensus yang kuat (skor rata-rata 3.99) bahwa infrastruktur drainase yang buruk memiliki dampak multifaset pada kondisi hidup mereka. Dampak yang paling menonjol meliputi kondisi jalan yang buruk (skor rata-rata 4.44), peningkatan risiko banjir (skor rata-rata 4.43), dan kondisi kesehatan yang buruk (skor rata-rata 4.19). Hal ini menggarisbawahi kompleksitas masalah yang meluas, mencakup aspek-aspek sanitasi, polusi, dan stabilitas infrastruktur. Upaya mitigasi yang dilakukan oleh masyarakat, seperti pembangunan drainase tertutup dan praktik pengelolaan sampah yang lebih baik, diakui telah diterapkan, tetapi intensitas dan fokusnya bervariasi antar kawasan.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi ini memberikan kontribusi signifikan terhadap disiplin Perencanaan Kota dan Teknik Infrastruktur, terutama dalam konteks Negara-negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah (L.M.I.C.s), dengan menyajikan data terlokalisasi dan spesifik yang berharga.

Pertama, studi ini mengisi kekosongan riset dengan menyediakan wawasan spesifik dan intervensi yang disesuaikan untuk kebutuhan Mowe, yang memperkuat perlunya studi kasus terperinci untuk mengatasi masalah perkotaan yang hyper-localized. Secara kolektif, temuan ini berfungsi sebagai "panggilan yang jelas" bagi para pembuat kebijakan di Department of Flood and Erosion Control di Ogun State Ministry of Environment untuk segera memformulasikan kebijakan yang relevan.

Kedua, studi ini secara kuantitatif menegaskan hubungan kritis antara kondisi drainase dan kualitas hidup, yang memberikan legitimasi data yang kuat untuk urgensi kebijakan. Tingkat kerusakan properti yang tinggi (68.6%) dan konsensus mengenai kondisi jalan yang buruk (4.44) serta risiko banjir yang meningkat (4.43) memberikan metrik kinerja yang dapat digunakan sebagai garis dasar untuk memantau keberhasilan proyek infrastruktur di masa depan.

Terakhir, dengan mengidentifikasi eksklusivitas drainase permukaan dan kelemahan material blok beton dalam menghadapi beban struktural, studi ini secara langsung menyediakan bukti yang diperlukan untuk meninjau standar desain dan spesifikasi material dalam kontrak pembangunan perumahan di tingkat regional. Efektivitas dan ketahanan sistem ini secara substansial memengaruhi kemampuan kota untuk mempertahankan keberlanjutan di tengah peningkatan urbanisasi.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun memberikan kerangka kuantitatif yang kuat, penelitian ini meninggalkan beberapa pertanyaan terbuka yang krusial untuk agenda riset pasca-studi.

Pertama, observasi yang menyoroti bahwa hanya 50% dari infrastruktur drainase yang dinilai memenuhi kriteria kelayakan (adequacy criteria) tidak menguraikan secara kualitatif atau kuantitatif faktor-faktor yang membuat separuh infrastruktur tersebut berhasil. Penelitian lanjutan perlu menyelidiki variabel desain, pemeliharaan, atau manajemen yang membedakan drainase yang 'memadai' dari yang 'tidak memadai'.

Kedua, walaupun penggunaan blok beton untuk drainase dianggap mengkhawatirkan karena resistensi struktural yang terbatas, studi ini tidak menyajikan data pembanding yang spesifik (misalnya, koefisien kegagalan) dengan material alternatif yang lebih mahal, sehingga pertanyaan mengenai biaya-efektivitas jangka panjang material tetap terbuka untuk diteliti.

Ketiga, upaya mitigasi yang diidentifikasi oleh responden, seperti 'pembangunan drainase tertutup' dan 'praktik pengelolaan sampah', bersifat deskriptif dan umum. Efektivitas sejati dan keberlanjutan finansial dari inisiatif berbasis komunitas ini, serta mekanisme penegakan hukumnya, belum diselidiki, yang menunjukkan perlunya evaluasi intervensi.

Terakhir, dampak dominan pada properti (68.6%) belum dikonversi menjadi kerugian ekonomi moneter yang dapat dikuantifikasi (misalnya, dalam mata uang lokal). Penilaian kerugian yang terperinci ini diperlukan untuk membangun kasus investasi yang kuat bagi pemerintah daerah atau penerima hibah. Keterbatasan ini mendorong agenda riset ke depan untuk fokus pada solusi berkelanjutan dan intervensi yang dapat ditargetkan.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Setiap rekomendasi ini dibangun di atas temuan yang ada, dirancang untuk komunitas akademik, peneliti, dan lembaga pemberi hibah untuk mencapai resolusi jangka panjang yang diperlukan oleh masyarakat di Mowe.

1. Studi Perbandingan Desain dan Material Drainase Berbasis Ketahanan Struktural

Justifikasi Ilmiah: Temuan menunjukkan dominasi drainase permukaan dengan material utama blok beton, yang secara eksplisit dikhawatirkan memiliki kemampuan terbatas dalam menahan beban lateral dan hidup, sehingga membuatnya "secara struktural tidak layak". Di sisi lain, 50% drainase dianggap memadai. Ketidakcocokan material ini harus segera diatasi untuk mitigasi risiko jangka panjang.

Rekomendasi Riset: Penelitian harus menggunakan metode Analisis Life-Cycle Cost (LCC) untuk membandingkan biaya keseluruhan (konstruksi, pemeliharaan, kegagalan) sistem drainase blok beton (yang saat ini umum) dengan alternatif yang lebih kuat seperti in-situ reinforced concrete atau sistem saluran tertutup yang direkayasa. Riset harus menetapkan Indeks Kegagalan Struktural sebagai variabel baru, mengkorelasikannya dengan Koefisien Resistensi Lateral dan Durasi Kegagalan di berbagai kawasan. Penelitian ini akan menghasilkan rekomendasi spesifikasi material yang tahan lama secara struktural dan berkelanjutan secara finansial untuk badan regulasi.

2. Analisis Spasio-Temporal Risiko Banjir Terperinci dan Pemodelan Hidrologi

Justifikasi Ilmiah: Mayoritas responden (65.4%) mengonfirmasi kerentanan terhadap banjir, dengan puncak kejadian terkonsentrasi antara April dan Oktober. Data temporal ini sangat penting untuk merumuskan strategi kesiapsiagaan yang efektif. Tingkat kerentanan yang sangat tinggi di beberapa permukiman, seperti National Theatre & National Troupe Staff Estate (80.0%), memerlukan pemeriksaan hidrologi yang mendalam.

Rekomendasi Riset: Menggunakan Pemodelan Hidrologi/Hidraulik (misalnya, SWMM), riset harus memfokuskan studi kasus pada permukiman yang paling rentan, seperti National Theatre Estate dan Golden Heritage Estate. Variabel yang diukur harus mencakup Volume Aliran Permukaan (m³/s), Kapasitas Penyaluran Drainase (m³/s), dan Koefisien Runoff Lahan dengan mengintegrasikan data curah hujan historis dari April hingga Oktober. Tujuan akhirnya adalah untuk secara tepat mengidentifikasi titik sumbatan hidraulik dan kelebihan kapasitas, sehingga memungkinkan desain ulang infrastruktur yang akurat untuk Manajemen Air Badai.

3. Evaluasi Dampak Ekonomi Kerusakan Properti Akibat Inadekuasi Drainase

Justifikasi Ilmiah: Temuan secara definitif mengidentifikasi properti sebagai target utama dampak banjir (68.6%). Konsensus umum (mean 3.99) mengenai dampak pada kondisi hidup perlu diperkuat dengan penilaian ekonomi yang konkret untuk memvalidasi urgensi kebijakan. Saat ini, dampak ini bersifat deskriptif, bukan moneter.

Rekomendasi Riset: Penelitian harus menggunakan metodologi Penilaian Kerugian Banjir (Flood Loss Assessment) untuk menghitung Total Kerugian Ekonomi (NN) per rumah tangga per musim hujan. Ini mencakup penilaian biaya langsung (perbaikan struktural, penggantian aset, biaya relokasi) dan biaya tidak langsung (kehilangan pendapatan produktif). Variabel baru adalah Indeks Kerentanan Aset dan Rasio Biaya Kerugian-terhadap-Pendapatan. Hasilnya akan memberikan data Return on Investment (ROI) yang krusial kepada pemerintah dan investor swasta mengenai manfaat investasi yang memadai dalam infrastruktur pencegahan.

4. Penelitian Kualitatif tentang Manajemen Sampah dan Hambatan Perilaku Warga

Justifikasi Ilmiah: Inadekuasi drainase diperparah oleh praktik sanitasi yang buruk, penyumbatan, dan kebiasaan manajemen sampah yang buruk (mean 4.01). Upaya mitigasi yang ada, seperti 'menghindari membuang sampah' dan 'pembangunan drainase tertutup', menunjukkan kesadaran tetapi belum tentu menghasilkan perubahan perilaku yang berkelanjutan. Masalah yang bersifat sosial-perilaku ini tidak dapat dipecahkan hanya dengan intervensi teknik sipil.

Rekomendasi Riset: Menggunakan metodologi kualitatif (wawancara mendalam, observasi partisipatif) pada permukiman dengan tingkat penyumbatan tinggi (misalnya, Dolphin Estate dan Golden Heritage Estate). Penelitian harus menyelidiki Hambatan Perilaku, Persepsi Tanggung Jawab Komunal, dan Motivasi Pengelolaan Sampah. Variabel baru yang dikembangkan adalah Skor Kepatuhan Pengelolaan Sampah Warga dan Indeks Keberlanjutan Perilaku Lingkungan. Data ini akan menjadi dasar bagi perumusan model intervensi sosial-lingkungan yang spesifik dan efektif untuk Departemen Pengendalian Banjir dan instansi terkait.

5. Perumusan Kerangka Hukum dan Mekanisme Penegakan Standar Infrastruktur

Justifikasi Ilmiah: Studi ini menyimpulkan perlunya implikasi kebijakan oleh Department of Flood and Erosion Control. Masalah yang teridentifikasi — desain yang tidak efisien, pemeliharaan yang tidak memadai (50% tidak memadai), dan konstruksi yang salah material — merupakan kegagalan sistemik yang memerlukan solusi regulasi.

Rekomendasi Riset: Melakukan Analisis Komparatif Regulasi antara kerangka kerja perencanaan perkotaan Mowe dan kawasan perkotaan Nigeria/Afrika Barat yang menunjukkan keberhasilan dalam manajemen air badai. Penelitian ini harus menghasilkan Draft Kerangka Hukum Infrastruktur Drainase Mowe yang memuat standar teknis minimum yang jelas (misalnya, melarang blok beton untuk saluran utama), siklus inspeksi rutin (mengatasi masalah 50% inadekuasi), dan mekanisme penalti yang kuat untuk pengembang atau warga yang tidak patuh. Variabel baru adalah Skor Efektivitas Kebijakan (SEK) dan Tingkat Kepatuhan Standar Infrastruktur. Hasilnya akan memberikan fondasi hukum yang kuat untuk mendukung upaya mitigasi yang berkelanjutan.

Kesimpulan dan Ajakan Kolaborasi

Penelitian ini telah berhasil memetakan kondisi kritis infrastruktur drainase di Mowe dan secara kuantitatif menegaskan dampak buruknya, khususnya terhadap properti dan kesehatan penduduk. Temuan ini menjadi landasan akademik yang kokoh untuk memicu tindakan nyata di tingkat kebijakan dan implementasi. Untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang optimal dari agenda riset yang telah direkomendasikan, penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi antara Osun State University (untuk kepakaran akademik dan metodologi), Ogun State Ministry of Environment (untuk implementasi kebijakan dan pendanaan), dan The Developers' Association of Mowe Estates (untuk memastikan kepatuhan standar pembangunan di tingkat lokal). Langkah kolaboratif ini adalah satu-satunya jalan untuk mengubah Mowe dari kota yang rentan banjir menjadi komunitas yang berketahanan dan layak huni, selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Baca paper aslinya di sini

Selengkapnya
Mengukur Kerentanan: Data Kuantitatif Dampak Drainase Mowe dan Lima Pilar Agenda Riset untuk Kota Berketahanan

Arsitektur

Mengapa Kita Perlu Melibatkan Arsitek dan Desainer dalam Strategi Ketahanan Bencana Global

Dipublikasikan oleh Raihan pada 01 November 2025


Resensi Riset: Desain dan Ketahanan Bencana: Menuju Peran Desain dalam Mitigasi dan Pemulihan Bencana

Studi ini, yang berjudul "Design and Disaster Resilience: Toward a Role for Design in Disaster Mitigation and Recovery," oleh Esther Charlesworth dan John Fien, menyajikan argumen krusial mengenai peran disiplin desain—khususnya arsitektur, perencanaan kota, dan arsitektur lanskap—dalam mengatasi kompleksitas bencana alam maupun non-alam, baik sebelum maupun sesudah terjadi. Inti dari penelitian ini adalah mengisi kesenjangan kritis dalam pengetahuan dan praktik dengan mengintegrasikan wacana dan praktik desain ke dalam strategi mitigasi risiko bencana (DRR) dan pemulihan jangka panjang.

Jalur Logis Perjalanan Temuan

Penelitian ini berangkat dari pengamatan mengenai peningkatan frekuensi dan intensitas bencana global, yang telah menyebabkan kerugian besar—melebihi USD 5.200 miliar sejak tahun 1980, dengan USD 150 miliar hanya pada tahun 2019. Selain kerugian finansial, intensitas bencana juga menggandakan jumlah pengungsi; bencana yang dilaporkan pada tahun 2019 telah menggusur 24,9 juta orang secara global, tiga kali lipat jumlah yang disebabkan oleh konflik. Meskipun skala kehilangan ini jelas, masalah utamanya, menurut Cadman (2020), adalah bagaimana membuat komunitas lebih tangguh.

Studi ini menemukan bahwa pendekatan yang dominan dalam penanganan bencana cenderung berfokus pada elemen individu dalam sistem, seperti pembangunan tanggul atau batas api, yang seringkali tidak memadai untuk mengatasi kerentanan sistemik yang mendasarinya. Kerentanan ini, seperti pola permukiman yang tidak aman dan desain bangunan yang tidak tepat di daerah rawan bencana, sering kali berakar pada masalah desain lingkungan binaan. Studi rekonstruksi pasca-tsunami Aceh 2004 di Sri Lanka, misalnya, menemukan bahwa desain kota yang buruk bertanggung jawab atas pembangunan kembali desa di lokasi yang tidak aman dan minim infrastruktur dasar.

Para penulis berargumen bahwa desain terintegrasi dengan analisis sistem dapat menawarkan "jendela inovatif" untuk memahami kompleksitas DRR dan menjadi "jembatan konseptual" menuju cara-cara baru untuk membangun ketahanan sosio-ekonomi dan fisik. Mereka mengadopsi konsep 'pemikiran desain' (design thinking), yang sangat cocok untuk mengatasi 'masalah pelik' (wicked problems) yang kompleks dan tidak pasti. Pemikiran desain melibatkan dua proses iteratif: (i) mengidentifikasi dan merumuskan masalah dengan memahami hubungan sistemik, dan (ii) mengembangkan serta menguji solusi alternatif.

Namun, temuan kunci dari paper ini adalah bahwa keterampilan arsitek, perencana kota, dan arsitek lanskap jarang dimanfaatkan dalam mitigasi dan pemulihan bencana, meskipun mereka memiliki kapasitas untuk mengembangkan respons spasial terpadu. Hal ini diperburuk oleh sedikitnya perhatian dalam pendidikan desain untuk melengkapi keterampilan pemecahan masalah kreatif dengan pemahaman kontekstual dan sistemik manajemen bencana. Akibatnya, jumlah arsitek yang siap untuk merespons dalam situasi tersebut masih sangat rendah.

Untuk menjawab kesenjangan ini, studi ini menyoroti lima tema inti dari riset yang melibatkan arsitek kemanusiaan, yang menggarisbawahi potensi desain:

  1. Set Keterampilan Praktis: Arsitek membawa pemahaman interdisipliner tentang sains, teknologi, material, dan perspektif spasial tentang sistem dan pola.
  2. Nilai Estetika dan Psikologis: Kemampuan untuk menciptakan keindahan bahkan di lingkungan yang paling tidak terduga, yang menambah nilai nyata bagi individu dan komunitas yang tertekan secara psikologis setelah bencana.
  3. Kesetaraan: Kaum miskin, terpinggirkan, dan tertekan berhak mendapatkan manfaat dari arsitektur yang baik sama seperti, atau bahkan lebih dari, kaum istimewa.
  4. Kebutuhan Kontekstual: Tidak ada solusi 'satu ukuran untuk semua'; skema yang paling sukses didasarkan pada konsultasi intensif dengan masyarakat lokal, penggunaan material dan sistem konstruksi lokal, serta mempekerjakan masyarakat lokal.
  5. Kesenjangan Pendidikan: Pendidikan desain saat ini belum mendukung bidang desain tangguh bencana; sebagian besar arsitek yang diwawancarai datang ke bidang ini karena nilai-nilai pribadi, bukan kurikulum profesional.

Studi ini kemudian memberikan kasus praktik melalui studi studio desain pascasarjana di Hội An, Vietnam, yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas adaptasi lingkungan binaan terhadap perubahan iklim. Studi ini melibatkan proses analitis dan desain yang mencakup pemahaman sistem, analisis kerentanan, dan perancangan adaptasi.

Temuan ini menunjukkan perlunya reorientasi pendidikan desain agar memasukkan konsep inti manajemen risiko bencana, seperti kerentanan, ketahanan kota, adaptasi perubahan iklim, dan perencanaan berbasis risiko. Hal ini menunjukkan hubungan kuat antara integrasi sistem dan pemikiran desain dan hasil ketahanan bencana yang konkret, yang diejawantahkan dalam desain rekomendasi untuk Hội An—misalnya, penggunaan sistem katrol untuk mengamankan harta benda saat banjir, konstruksi dua lantai, dan penanaman bakau sebagai penyangga alam. Hasil dari studio ini menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru, karena mayoritas mahasiswa yang terlibat dalam kursus tersebut kini berprofesi di bidang pembangunan dan bencana, menunjukkan tingkat keberhasilan vokasional yang tinggi.

Kontribusi Utama terhadap Bidang 🏛️

Kontribusi utama paper ini adalah penyediaan dasar teoritis dan bukti empiris untuk meningkatkan peran desain dalam manajemen bencana, yang selama ini terabaikan. Studi ini secara sistematis menjembatani kesenjangan praktik-teori dalam bidang manajemen bencana:

  • Wawasan Konseptual: Menekankan bahwa desain, melalui analisis sistem dan pemikiran desain, menawarkan jalan untuk revisi utama dalam teori bencana, memindahkan fokus dari elemen diskrit ke solusi interdisipliner dan sistemik yang diperlukan untuk 'masalah pelik'.
  • Kritik Praktik: Mengkritik budaya 'pengiriman produk' yang menghasilkan pendekatan 'satu ukuran untuk semua' dalam perumahan pasca-bencana, yang sering mengabaikan aspirasi lokal dan konteks teknologi perumahan setempat.
  • Pembaruan Kurikulum: Menyediakan kerangka kerja pedagogis melalui studi kasus master's degree di Vietnam (MoDDD), yang mengintegrasikan pengetahuan konseptual, etika, dan operasional, serta keterampilan abad ke-21 yang dapat dipindahtangankan untuk bidang kemanusiaan. Secara implisit, paper ini berfungsi sebagai cetak biru kurikuler untuk program pascasarjana dan profesional di masa depan.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka 🧐

Meskipun paper ini memberikan kerangka kerja yang kuat, ia memiliki keterbatasan yang membuka jalan bagi penelitian ke depan:

  • Generalisasi Kasus: Studi kasus yang disajikan (Hội An, Vietnam) adalah tunggal, dan meskipun kaya akan detail, potensi untuk generalisasi yang bermakna ke konteks budaya dan kerentanan yang berbeda (misalnya, gempa bumi versus badai siklon) masih belum jelas.
  • Metrik Dampak Jangka Panjang: Meskipun studi kasus Hội An menunjukkan desain yang direkomendasikan dan keberhasilan penempatan kerja mahasiswa, tidak ada data kuantitatif jangka panjang mengenai efektivitas aktual desain yang diusulkan (misalnya, pengurangan kerugian setelah bencana nyata) atau dampak terukur dari kurikulum yang diubah pada kepemimpinan di lapangan.
  • Hambatan Kelembagaan/Politik: Paper ini mencatat keengganan untuk mempekerjakan desainer dan kurangnya perhatian dalam pendidikan. Namun, paper ini tidak secara mendalam membahas hambatan kelembagaan dan politik spesifik yang mencegah organisasi pemerintah/LSM memprioritaskan dan mendanai intervensi desain sistemik, atau bagaimana mengatasi 'konservatisme bawaan' dalam gelar desain.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset, lima rekomendasi riset berkelanjutan berikut ini harus menjadi fokus strategis:

1. Studi Perbandingan Lintas-Budaya tentang Pendekatan "Satu Ukuran untuk Semua"

  • Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengidentifikasi pendekatan 'satu ukuran untuk semua' dalam perumahan pasca-bencana sebagai kegagalan kritis yang disebabkan oleh budaya pengiriman produk, yang mengabaikan kebutuhan lokal.
  • Riset yang Direkomendasikan: Sebuah studi komparatif kuantitatif yang menguji korelasi antara tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam desain perumahan (variabel independen) dan tingkat pemanfaatan perumahan serta kepuasan penghuni/ketahanan fungsional perumahan (variabel dependen). Studi ini harus membandingkan proyek-proyek di setidaknya tiga zona risiko bencana utama yang berbeda (misalnya, Asia Pasifik, Amerika Latin, Afrika Sub-Sahara) untuk mengatasi keterbatasan generalisasi kasus tunggal.

2. Validasi Kuantitatif Kerangka Kerja Pendidikan Desain Tangguh Bencana

  • Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengusulkan kurikulum dan prinsip pedagogis, seperti integrasi pemikiran sistem dan desain, namun tidak memvalidasi kerangka kerja ini secara kuantitatif.
  • Riset yang Direkomendasikan: Sebuah studi longitudinal, menggunakan metode campuran, untuk mengukur kompetensi desainer pascasarjana (variabel dependen) yang lulus dari program yang mengintegrasikan pedagogi desain tangguh bencana versus program tradisional. Variabel harus mencakup skor kinerja dalam situasi simulasi bencana dan survei persepsi diri terhadap kemahiran etika dan sosial yang diidentifikasi oleh Evans (2015).

3. Analisis Biaya-Manfaat Holistik (H-CBA) Intervensi Desain Spasial

  • Justifikasi Ilmiah: Meskipun desain spasial diakui sebagai inti dari DRR , pengambilan keputusan organisasi pemulihan didominasi oleh pertimbangan kecepatan dan ekonomi, yang mengarah pada solusi universal.
  • Riset yang Direkomendasikan: Pengembangan dan penerapan model Analisis Biaya-Manfaat Holistik (H-CBA) yang mengkuantifikasi nilai moneter dari manfaat psikologis, estetika, dan sosial-budaya yang dibawa oleh desain berkualitas tinggi pasca-bencana (variabel independen) selain pengurangan kerugian fisik. Ini harus memberikan data yang dapat digunakan oleh pemerintah dan LSM untuk secara ilmiah membenarkan pendanaan untuk 'arsitektur kemanusiaan'.

4. Studi Mekanisme Transisi dari Pendidikan ke Kebijakan

  • Justifikasi Ilmiah: Kesenjangan yang signifikan tetap ada karena desainer yang terampil jarang dipekerjakan dalam manajemen risiko bencana.
  • Riset yang Direkomendasikan: Penelitian kualitatif yang mendalam (menggunakan wawancara semi-terstruktur) dengan pembuat kebijakan senior dan manajer program di organisasi utama kemanusiaan dan pembangunan (IFRC, UNHCR, UN-Habitat, dan badan pemerintah). Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi hambatan prosedural dan persepsi yang menghambat perekrutan arsitek/perencana, serta untuk merancang protokol 'spatial agency' formal untuk integrasi mereka di tingkat kebijakan.

5. Pemodelan Sistem Ketahanan Spasial (SSR)

  • Justifikasi Ilmiah: Pendekatan dominan yang fokus pada elemen individu tidak cocok untuk mengurangi kerentanan sistem. Desain harus terintegrasi dengan analisis sistem untuk memahami koneksi yang kompleks.
  • Riset yang Direkomendasikan: Pengembangan Model Pemodelan Sistem Ketahanan Spasial (SSR) yang menggunakan pemodelan dinamika sistem untuk memprediksi efek berantai jangka panjang (positif dan negatif) dari intervensi desain spasial skala besar (misalnya, kebijakan tata ruang ruang terbuka, zonasi ketinggian bangunan) di daerah perkotaan yang rentan. Variabel harus mencakup kepadatan bangunan, permeabilitas tanah, dan risiko limpasan air.

Ajakan Kolaboratif

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi seperti Harvard Humanitarian Initiative, IFRC, dan UN-Habitat, serta sekolah-sekolah arsitektur dan perencanaan yang berpikiran maju (seperti yang berpartisipasi dalam simposium Eropa), untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang dapat diterapkan secara global.

Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
Mengapa Kita Perlu Melibatkan Arsitek dan Desainer dalam Strategi Ketahanan Bencana Global

Teknik Sipil

Jalan Masa Depan Afrika: Pedoman Riset Perintis untuk Ketahanan Infrastruktur Pedesaan terhadap Krisis Iklim

Dipublikasikan oleh Raihan pada 01 November 2025


Membangun Ketahanan: Menata Arah Riset Masa Depan untuk Infrastruktur Akses Pedesaan yang Rentan Iklim

Perubahan iklim telah lama diidentifikasi sebagai ancaman eksistensial bagi upaya pembangunan, dengan Bank Pembangunan Afrika (AfDB) secara eksplisit menyatakan bahwa benua Afrika merupakan salah satu wilayah yang paling rentan di dunia terhadap dampaknya. Dampak kerusakan, relatif terhadap populasi dan Produk Domestik Bruto (PDB), diperkirakan akan lebih tinggi di Afrika dibandingkan wilayah lain. Dalam empat dekade terakhir, bencana terkait cuaca—meliputi meteorologi, hidrologi, dan klimatologi—telah tercatat lebih dari 1.400 kali, mengakibatkan kematian lebih dari 600.000 jiwa (95% karena kekeringan) dan menyebabkan 7,8 juta orang kehilangan tempat tinggal (99% karena banjir dan badai). Realitas ini menggarisbawahi urgensi untuk mengamankan infrastruktur penting, khususnya jaringan jalan akses pedesaan bervolume rendah, yang menjadi tulang punggung mobilitas dan kegiatan sosio-ekonomi.

Riset yang diulas ini, berjudul Climate Adaptation: Risk Management and Resilience Optimisation for Vulnerable Road Access in Africa, Climate Risk and Vulnerability Assessment Guidelines, yang dikomisionerkan oleh Africa Community Access Partnership (AfCAP) dan didanai oleh UKAid, menjawab kebutuhan kritis ini. Fokus utama studi adalah untuk menghasilkan panduan regional yang pragmatis, ekonomis, dan berkelanjutan mengenai metodologi penilaian kerentanan dan risiko yang sesuai; prioritas intervensi adaptasi; dan optimalisasi ketahanan aset jalan bervolume rendah. Secara fundamental, riset ini bertujuan untuk memberikan bukti mengenai hubungan manfaat biaya, ekonomi, dan sosial ke masyarakat pedesaan yang timbul dari akses pedesaan yang lebih tangguh, yang pada akhirnya mendukung adopsi kebijakan yang lebih luas di seluruh Afrika.

Jalur Logis Perjalanan Temuan: Dari Konsep ke Kerangka Kerja Semikuantitatif

Perjalanan temuan dalam pedoman ini tersusun secara logis, bergerak dari pendefinisian konsep hingga implementasi kerangka kerja penilaian berjenjang. Jalur logis bermula dari identifikasi ancaman iklim (climate hazards)—seperti peristiwa cuaca ekstrem—yang berinteraksi dengan paparan (exposure) sistem dan kerentanan (vulnerability) aset untuk menghasilkan risiko (risk). Dalam konteks jalan, ancaman tersebut diterjemahkan menjadi dampak fisik seperti kerusakan struktur jalan.

Dari sini, Pedoman ini menyajikan Kerangka Penilaian Risiko dan Kerentanan AfCAP semi-kuantitatif. Kerangka kerja ini sengaja dirancang untuk diterapkan pada dua tingkat yang berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dan ketersediaan data:

  1. Penilaian Tingkat Nasional/Regional (National-/regional-level assessment): Bertujuan untuk memberikan bukti kepada pembuat kebijakan dan pemodal (seperti donor internasional). Fokusnya adalah pada pemetaan area berisiko tinggi secara geografis (geospatially) di seluruh jaringan jalan, menggunakan alat dan data yang ada untuk mengidentifikasi area yang membutuhkan intervensi.
  2. Penilaian Tingkat Lokal/Proyek (Local-/project-level assessment): Ditujukan untuk para profesional teknik dan konstruksi di lapangan, memungkinkan tingkat detail yang lebih tinggi untuk memprioritaskan intervensi adaptasi yang sesuai (seperti retrofitting atau pemeliharaan) pada segmen jalan tertentu.

Pendekatan berjenjang ini memastikan bahwa hasil aplikasi kerangka kerja dapat memandu dan mendukung pengambilan keputusan dan prioritas, baik dalam mengadaptasi infrastruktur jalan yang sudah ada maupun dalam merencanakan pembangunan yang baru agar tahan terhadap dampak perubahan iklim.

Inovasi utama terletak pada metodologi yang mengubah keluaran model iklim global menjadi indikator iklim yang relevan secara teknis. Contohnya adalah mengubah data suhu dan curah hujan menjadi indikator seperti frekuensi rata-rata tahunan hari yang sangat panas (di atas $35^\circ C$) atau frekuensi peristiwa curah hujan ekstrem (lebih dari 20 mm dalam 24 jam). Transformasi data ini memungkinkan insinyur jalan untuk menginformasikan desain adaptasi mereka.

Sorotan Data Kuantitatif dan Potensi Riset Baru

Inti inovasi dalam pedoman ini terletak pada kerangka kerja semi-kuantitatif yang mengarah pada perhitungan Indeks Kerentanan Jalan (Road Vulnerability Index/RVI). Indeks ini berfungsi sebagai alat prioritas utama dengan mengintegrasikan tiga dimensi penting: defisiensi kondisi jalan (road condition deficiency, $D_i$), pemeliharaan (maintenance, $M_n$), dan kritikalitas (criticality, $C_r$). Kritikalitas diukur berdasarkan kepentingan sosial-ekonomi jalan, misalnya, ketergantungan masyarakat pada jalan untuk mengakses pasar dan layanan publik.

Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara defisiensi kondisi jalan yang tinggi (misalnya, nilai $D_i$ yang mendekati 1.0 dalam skala 0-1) dan kerentanan yang ekstrem (RVI yang tinggi) — mengindikasikan bahwa kondisi fisik jalan yang buruk secara fundamental memperburuk risiko iklim. Koefisien bobot dalam formula integratif RVI, ketika diuji coba, menunjukkan bahwa pada segmen jalan dengan skor defisiensi kondisi sebesar 0.78, kerentanan keseluruhan yang dihasilkan cenderung memasuki kategori risiko "Tinggi" atau "Sangat Tinggi," bahkan jika kritikalitas jalan tersebut relatif sedang. Data ini secara deskriptif menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru, yaitu fokus pada optimalisasi pemeliharaan preventif yang ditargetkan pada elemen yang sensitif terhadap iklim (seperti drainase), yang dapat secara cepat menurunkan skor $D_i$ dan, konsekuensinya, mengurangi RVI secara keseluruhan. Ini menegaskan bahwa intervensi non-teknis (pemeliharaan tepat waktu) memiliki dampak kuantitatif segera dan signifikan terhadap ketahanan.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Pedoman ini memberikan tiga kontribusi transformatif utama bagi bidang teknik infrastruktur berketahanan dan pembangunan pedesaan di Afrika:

  1. Metodologi Berjenjang Skala Ganda (Dual-Scale Tiered Methodology): Alih-alih menawarkan satu solusi tunggal, pedoman ini membedakan secara eksplisit antara kebutuhan tingkat kebijakan/investasi (Nasional/Regional) dan kebutuhan tingkat implementasi/teknis (Lokal/Proyek). Pendekatan ini memastikan bahwa data penilaian kerentanan dapat menginformasikan prioritas investasi makro dan, pada saat yang sama, memberikan panduan detail yang dapat ditindaklanjuti oleh insinyur lapangan.
  2. Kuantifikasi Risiko yang Berpusat pada Akses Sosial: Kerangka kerja RVI mengintegrasikan dimensi Kritikalitas (Criticality), yang diukur berdasarkan ketergantungan masyarakat pada jalan. Ini secara eksplisit menempatkan manfaat sosial (akses ke fasilitas publik seperti kesehatan dan pendidikan) sebagai variabel risiko yang dapat diukur, menjembatani kesenjangan antara penilaian aset teknik murni dan kebutuhan pembangunan.
  3. Memutus Ketergantungan Historis dan Mengatasi Lock-in Konseptual: Dengan menekankan penggunaan keluaran model iklim masa depan dan indikator yang ditransformasi (seperti frekuensi ekstrem), Pedoman ini secara tegas menjauh dari praktik desain jalan konvensional yang mengandalkan data iklim historis yang ketinggalan zaman. Pendekatan ini secara langsung mengatasi konsep 'lock-in'—di mana keputusan desain dan lokasi saat ini menentukan ketahanan jangka panjang aset terhadap efek perubahan iklim—dengan menyediakan alat untuk membuat keputusan yang maju (forward-looking).

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun metodologi ini kuat, pengembang mengakui keterbatasan yang ada, yang sebagian besar terkait dengan konteks implementasi di Afrika Sub-Sahara.

Keterbatasan:

  • Variasi Ketersediaan dan Kualitas Data: Implementasi kerangka kerja ini sangat bergantung pada ketersediaan data yang memadai (misalnya, data GIS yang baik mengenai tata guna lahan, topografi, hidrologi, dan sosial-ekonomi). Variasi dalam ketersediaan dan kualitas data antar negara mitra AfCAP yang berbeda dapat membatasi konsistensi dan komparabilitas penilaian, khususnya pada tingkat Nasional/Regional.
  • Kebutuhan Penyesuaian Konteks Lokal: Pedoman ini disajikan sebagai konsep yang perlu disempurnakan atau diadaptasi untuk setiap jalan yang dipertimbangkan. Faktor-faktor seperti topografi pegunungan, pola permukiman yang jarang, dan ketersediaan sumber daya manusia serta keterampilan lokal (skills gaps) akan mengubah cara penilaian dilakukan.

Pertanyaan Terbuka untuk Komunitas Akademik:

  • Integrasi Penuh ke dalam Sistem Manajemen Aset Jalan (RAMS): Bagaimana Indeks Kerentanan Jalan (RVI) dapat diintegrasikan secara real-time dan fully operational ke dalam Sistem Manajemen Aset Jalan (RAMS) yang sudah ada di negara-negara mitra AfCAP? Integrasi ini memerlukan standarisasi format data dan modul perangkat lunak untuk memastikan keberlanjutan proses penilaian risiko tanpa memerlukan studi ad-hoc yang mahal.
  • Validasi Silang Metodologi Risiko Global: Meskipun metodologi AfCAP telah dibandingkan dengan metode dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB), masih perlu ada penelitian yang memvalidasi hasil penilaian risiko AfCAP terhadap hasil dari kerangka kerja lain (misalnya, World Bank C-FIT) di wilayah geografis yang sama untuk mengkonfirmasi akurasi prediktif dan efisiensi biayanya.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Rekomendasi riset ini secara eksplisit dirancang untuk memperluas landasan ilmiah yang dibangun oleh Pedoman ini, dengan fokus pada penguatan kapasitas akademik, penyempurnaan metodologi, dan maksimalisasi manfaat sosial-ekonomi di masa depan.

1. Optimalisasi Bobot Multikriteria RVI Berbasis Data Lapangan (AHP/MCA Refinement)

Justifikasi Ilmiah: Indeks Kerentanan Jalan (RVI) merupakan model agregasi dari defisiensi, pemeliharaan, dan kritikalitas. Keakuratan model ini di masa depan akan sangat bergantung pada bobot relatif yang diberikan kepada setiap dimensi. Bobot yang digunakan saat ini mungkin bersifat kontekstual untuk studi kasus di Mozambik, Ethiopia, dan Ghana, tetapi mungkin tidak optimal untuk zona iklim atau geologi lain.

Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian lanjutan harus menggunakan proses hierarki analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP) atau Analisis Multikriteria (Multi-Criteria Analysis/MCA) yang melibatkan pakar teknik, hidrologi, dan sosio-ekonomi dari berbagai zona iklim Sub-Sahara. Variabel yang harus diuji adalah koefisien bobot untuk $D_i$, $M_n$, dan $C_r$, dikorelasikan dengan data kerusakan pasca-bencana yang sebenarnya (ex-post disaster data) di zona yang berbeda (misalnya, zona semi-kering vs. zona tropis basah).

Menunjukkan Perlunya Penelitian Lanjutan: Penentuan bobot yang divalidasi secara ilmiah akan menghasilkan RVI yang lebih sensitif dan akurat secara kontekstual, memastikan bahwa prioritas investasi adaptasi benar-benar menghasilkan manfaat yang paling optimal untuk wilayah spesifik.

2. Membangun Model Kuantifikasi Manfaat Sosial-Ekonomi (Socio-Economic Benefit Model)

Justifikasi Ilmiah: Pedoman ini menyatakan bahwa outputnya dimaksudkan untuk memberikan bukti manfaat ekonomi dan sosial. Kritikalitas ($C_r$) mengukur pentingnya jalan dalam mengakses layanan, tetapi tidak secara eksplisit mengkuantifikasi nilai finansial atau sosial dari peningkatan akses akibat penurunan RVI. Diperlukan model untuk menutup kesenjangan ini.

Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian harus mengembangkan model regresi linier berganda yang menghubungkan variabel penurunan RVI (sebagai variabel independen utama) dengan metrik hasil sosio-ekonomi (sebagai variabel dependen), seperti: persentase peningkatan kunjungan fasilitas kesehatan per tahun, penurunan biaya transportasi pasca-bencana, atau peningkatan pendaftaran sekolah. Konteks baru yang harus dianalisis adalah studi longitudinal di mana intervensi adaptasi yang diprioritaskan oleh RVI telah dilaksanakan.

Menunjukkan Perlunya Penelitian Lanjutan: Hasilnya akan menghasilkan bukti return-on-investment yang kuat, sangat penting bagi penerima hibah dan lembaga pendanaan internasional (misalnya, IDA, AfDB) untuk membenarkan investasi besar dalam ketahanan infrastruktur.

3. Standarisasi Transformasi Keluaran Model Iklim ke Indikator Teknik (Climate Model Transformation Protocol)

Justifikasi Ilmiah: Pedoman ini menekankan pentingnya mengubah keluaran model iklim (misalnya, CMIP5) menjadi indikator yang relevan bagi insinyur, seperti frekuensi hari sangat panas atau curah hujan ekstrem. Namun, proses transformasi ini memerlukan panduan dan protokol yang ketat untuk mempertahankan integritas ilmiah.

Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Riset harus berkolaborasi dengan ahli klimatologi (khususnya dari CMIP5) untuk mengembangkan Protokol Transformasi Data Iklim yang Terdokumentasi (PTDI). Variabel baru yang harus distandarisasi adalah agregasi statistik iklim (misalnya, Keetch-Byram drought index, kecepatan angin maksimum, dan indeks kelembaban) untuk lokasi jalan. Penelitian ini harus menetapkan ambang batas (threshold) teknis yang disepakati untuk berbagai jenis material perkerasan dan struktur jalan, misalnya, korelasi antara suhu di atas $35^\circ C$ dan degradasi material pengikat aspal.

Menunjukkan Perlunya Penelitian Lanjutan: Protokol PTDI yang distandarisasi akan mengurangi ambiguitas, memungkinkan insinyur jalan di seluruh Afrika menggunakan keluaran iklim masa depan dengan cara yang konsisten dan valid secara teknik, memajukan desain yang tahan iklim.

4. Pengembangan Modul Adaptasi GIS untuk Karakteristik Lingkungan Lokal (GIS Adaptation Module)

Justifikasi Ilmiah: Pedoman mengakui bahwa lokasi jalan itu sendiri—termasuk tutupan lahan, jenis tanah, dan hidrologi—memengaruhi kerentanan. Pendekatan umum mungkin tidak cukup.

Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian harus mengembangkan Modul Penilaian Kerentanan GIS-Lokal (GIS-LVA) yang modular. Modul ini akan secara otomatis mengintegrasikan lapisan data geospasial yang sangat rinci (misalnya, tipologi tanah resolusi tinggi, daerah aliran sungai, dan jarak ke badan air) dengan data inventaris aset jalan. Modul harus memungkinkan pengguna untuk memprioritaskan indikator berdasarkan konteks spesifik: misalnya, untuk wilayah pesisir, variabel jarak ke pantai dan risiko kenaikan permukaan air laut akan diberikan bobot yang lebih tinggi.

Menunjukkan Perlunya Penelitian Lanjutan: Modul ini akan memberikan alat praktis bagi ahli geoinformatika dan insinyur untuk melakukan penilaian tingkat proyek yang sangat akurat, jauh melampaui kemampuan pemetaan risiko tingkat nasional saat ini.

5. Pengukuran Dampak Program Peningkatan Kapasitas dan Change Management (Longitudinal Capacity Study)

Justifikasi Ilmiah: Selain panduan risiko, proyek AfCAP juga menghasilkan Panduan Manajemen Perubahan (Change Management Guideline) untuk mendorong penyerapan dan penanaman hasil riset ke dalam kebijakan dan prosedur kelembagaan. Keberhasilan adaptasi iklim jangka panjang bergantung pada kapasitas institusional.

Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian harus merancang studi longitudinal yang mengukur dampak aktual dari program peningkatan kapasitas pada perilaku organisasi, yang ditargetkan pada Kementerian/Dinas Jalan dan Transportasi di negara mitra. Variabel yang harus diukur mencakup tingkat penyerapan kebijakan adaptasi baru (policy uptake rate), frekuensi pelatihan adaptasi yang diselenggarakan sendiri oleh institusi, dan perubahan dalam alokasi anggaran pemeliharaan untuk pekerjaan yang sensitif terhadap iklim (misalnya, drainase).

Menunjukkan Perlunya Penelitian Lanjutan: Studi ini akan memberikan bukti empiris mengenai efektivitas intervensi "lunak" (soft interventions)—seperti peningkatan kapasitas dan manajemen perubahan—dalam mencapai ketahanan infrastruktur yang bersifat teknis, sebuah area yang jarang diukur dalam literatur teknik.

Ajakan Kolaboratif dan Acuan Utama

Untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang kuat, penelitian lebih lanjut dalam kerangka kerja RVI dan implementasi pedoman ini harus melibatkan kolaborasi multidisiplin antara institusi Council for Scientific and Industrial Research (CSIR), Paige-Green Consulting (Pty) Ltd, dan St Helens Consulting Ltd. Kemitraan ini akan memastikan bahwa landasan ilmiah, keahlian teknik, dan pengalaman implementasi di lapangan tetap terintegrasi.

Baca paper aslinya di sini: Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
Jalan Masa Depan Afrika: Pedoman Riset Perintis untuk Ketahanan Infrastruktur Pedesaan terhadap Krisis Iklim

Infrastruktur

Menguasai Dividen Ketahanan: Peta Jalan Riset Infrastruktur Global untuk 2050

Dipublikasikan oleh Raihan pada 31 Oktober 2025


Jalan Menuju Infrastruktur Tangguh 2050: Analisis Risiko, Metrik Keuangan, dan Arah Riset ke Depan

Infrastruktur adalah tulang punggung perekonomian dan fondasi untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Namun, dunia menghadapi kesenjangan infrastruktur yang melebar, diperparah oleh peningkatan kerugian dan kerusakan akibat bahaya geologis dan iklim. Bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Lower- and Middle-Income Countries/LMICs), defisit ini berkonspirasi melawan pembangunan sosial-ekonomi. Kegagalan untuk berinvestasi dalam ketahanan infrastruktur di era perubahan iklim adalah risiko terbesar, yang dapat menyebabkan stagnasi pembangunan, aset terdampar (stranded assets), dan peningkatan risiko eksistensial. Menyadari ancaman ini, laporan Global Infrastructure Resilience menyajikan analisis berbasis bukti yang kuat, mengubah perspektif ketahanan dari sekadar biaya tambahan menjadi peluang investasi yang menghasilkan Dividen Ketahanan (Resilience Dividend).

Parafrase Isi Paper: Jalur Logis Penemuan

Laporan ini secara logis merangkai argumennya melalui tiga pilar utama: mengukur risiko, memahami solusi sistemik, dan memobilisasi pendanaan.

Jalur penemuan dimulai dengan menegaskan sifat ganda dari ketahanan: sebagai infrastruktur yang tangguh (kapasitas aset untuk menyerap dan pulih) dan infrastruktur untuk ketahanan (kontribusi infrastruktur terhadap pembangunan sosial, ekonomi, dan ketahanan sistemik yang lebih luas). Untuk membuat konsep luas ini operasional dan dapat diukur, laporan ini memperkenalkan inovasi metodologis utama, yaitu Global Infrastructure Risk Model and Resilience Index (GIRI).

GIRI merupakan model probabilistik multi-bahaya global pertama yang secara komprehensif mengidentifikasi dan memperkirakan risiko yang terkait dengan bahaya utama (seperti gempa bumi, banjir, siklon tropis, tanah longsor) pada aset infrastruktur di berbagai sektor (listrik, jalan, telekomunikasi, air, dll.) di semua negara. Model ini tidak hanya memberikan perkiraan risiko di bawah kondisi iklim saat ini, tetapi juga memproyeksikannya di bawah dua skenario perubahan iklim di masa depan.

Metrik risiko keuangan utama yang dihasilkan oleh GIRI adalah Average Annual Loss (AAL). AAL adalah metrik ringkas yang mengukur kerugian yang diharapkan atau rata-rata yang mungkin dialami dalam jangka panjang, dan yang lebih penting, mengestimasi kewajiban kontinjensi yang diinternalisasi dalam sistem infrastruktur setiap negara. Pemahaman yang jelas tentang kewajiban fiskal ini menjadi jalur logis untuk memvalidasi langkah berikutnya: investasi.

Dengan mengukur AAL (biaya yang dihindari), laporan ini membangun kasus ekonomi yang kuat untuk Dividen Ketahanan. Dividen ini dipahami sebagai manfaat penuh yang timbul dari investasi ketahanan, yang mencakup penghindaran kerugian aset, berkurangnya gangguan layanan, peningkatan kualitas layanan publik (kesehatan, pendidikan), percepatan pertumbuhan ekonomi, dan manfaat sistemik seperti peningkatan keanekaragaman hayati dan pengurangan emisi karbon.

Secara substansial, laporan ini menyoroti bagaimana penguatan ketahanan sistemik dapat dicapai dengan meningkatkan Nature-based Infrastructure Solutions (NbIS), yang berfungsi untuk melengkapi, mengganti, atau melindungi infrastruktur "abu-abu" tradisional. NbIS menawarkan solusi yang lebih tangguh dan berkelanjutan, tetapi penerapannya secara luas saat ini terhambat oleh kesenjangan pengetahuan dan kapasitas.

Akhirnya, dengan bukti risiko (AAL) dan peluang (Dividen Ketahanan), laporan beralih ke tantangan pembiayaan. Meskipun kesenjangan pendanaan infrastruktur sangat besar, terdapat modal swasta yang tidak teralokasi yang dapat mengisi kesenjangan tersebut. Namun, investasi dalam ketahanan masih sering dianggap sebagai biaya tambahan, bukan peluang. Oleh karena itu, laporan ini menyimpulkan dengan menyoroti perlunya tata kelola yang kuat dan metrik risiko keuangan yang kredibel untuk memobilisasi modal swasta dan menciptakan kelas aset infrastruktur yang tangguh.

Sorotan Data Kuantitatif Secara Deskriptif

Metodologi GIRI berhasil menciptakan dasar analisis risiko yang secara eksplisit memasukkan risiko iklim ke dalam perancangan model. Temuan ini menetapkan Average Annual Loss (AAL) sebagai metrik utama untuk mengukur kewajiban kontinjensi yang diinternalisasi dalam sistem infrastruktur.

Laporan ini secara deskriptif menggambarkan potensi finansial investasi ketahanan: Dividen Ketahanan yang dihasilkan dari investasi dalam ketahanan secara normal beberapa kali lebih besar daripada investasi tambahan yang diperlukan. Hal ini menunjukkan hubungan kuat antara pemahaman risiko finansial yang eksplisit (AAL) dan potensi jangka panjang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial.

Selanjutnya, laporan ini memperkenalkan Indikator Komposit Ketahanan Infrastruktur GIRI. Indikator ini mengintegrasikan metrik risiko finansial AAL dengan tiga kapasitas utama negara—kapasitas untuk menyerap, merespons, dan pulih—yang selanjutnya dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi. Metrik ini bertindak sebagai proksi yang kuat untuk memantau kemajuan, menunjukkan bahwa walaupun dua negara mungkin memiliki nilai komposit ketahanan yang sama, kurva ketahanan mereka dapat berbeda secara signifikan—misalnya, satu negara mungkin lemah dalam kapasitas menyerap tetapi kuat dalam merespons dan pulih.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Laporan ini memberikan kontribusi yang signifikan bagi bidang ketahanan infrastruktur dengan melakukan lebih dari sekadar mengukur kerugian historis; laporan ini memetakan risiko masa depan dan menyajikan kasus investasi yang proaktif.

  1. Pengembangan Model Risiko Probabilistik Global (GIRI): Kontribusi paling mendasar adalah pengembangan GIRI, alat penilaian risiko multi-bahaya probabilistik global pertama untuk aset infrastruktur di semua sektor. Ini mengubah penilaian risiko infrastruktur dari metodologi statis yang berdasarkan kerugian masa lalu menjadi perkiraan risiko finansial (AAL) yang terdepan, relevan untuk perencanaan investasi dan fiskal.
  2. Pergeseran Paradigma ke Dividen Ketahanan: Laporan ini secara eksplisit mengartikulasikan dan mengukur (melalui AAL sebagai kerugian yang dihindari) Dividen Ketahanan, yang menjadikannya kasus ekonomi, keuangan, dan politik yang meyakinkan untuk investasi. Pergeseran dari kerugian yang dihindari (avoided cost) ke nilai tambah (value creation) adalah kontribusi utama yang membuka jalan bagi mobilisasi modal swasta.
  3. Kerangka Kerja Ketahanan Holistik: Laporan ini memperluas konsep ketahanan di luar masalah teknik aset untuk mencakup ketahanan layanan, sistemik, dan fiskal. Pendekatan ini mengakui bahwa kelemahan dalam tata kelola atau kapasitas fiskal sama pentingnya dengan kelemahan struktural suatu aset.
  4. Konsep Operasional untuk Tata Kelola: Laporan ini membentuk konsep operasional ketahanan melalui Indikator Komposit Ketahanan Infrastruktur GIRI. Indikator ini memadukan risiko fisik (AAL) dengan kapasitas negara (menyerap, merespons, memulihkan) dan kesenjangan infrastruktur. Metrik ini menyediakan dasar yang dapat ditindaklanjuti untuk pemantauan dan penentuan target dalam kebijakan ketahanan nasional.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun laporan ini merupakan studi yang monumental, ia juga mengakui batasan metodologis dan konseptual yang membuka jalan bagi penelitian ke depan.

  1. Keterbatasan Data dan Bahaya GIRI: GIRI, meskipun komprehensif, memiliki batasan dalam skala dan aplikasi, terutama terkait estimasi risiko non-fisik atau bahaya sekunder yang kompleks. Selain itu, indikator komposit mengandalkan proksi untuk mengukur kapasitas negara, seperti Indeks Efektivitas Pemerintah. Pertanyaan Terbuka: Bagaimana data risiko non-fisik (misalnya, kegagalan tata kelola, korupsi dalam rantai pasok) dan bahaya sekunder (misalnya, efek domino antar sektor) dapat diinternalisasi secara kuantitatif ke dalam model GIRI untuk menghasilkan AAL yang lebih akurat?
  2. Pembentukan Pasar untuk Solusi Berbasis Alam (NbIS): Mengubah NbIS dari pendekatan yang 'eksotis' menjadi 'biasa' membutuhkan mengatasi hambatan pengetahuan, kapasitas, dan regulasi. Meskipun manfaat sistemiknya jelas (keanekaragaman hayati, udara bersih) , tantangannya adalah bagaimana membuat business case NbIS menarik secara finansial bagi investor. Pertanyaan Terbuka: Apa mekanisme pasar dan instrumen keuangan yang paling efektif untuk memobilisasi modal swasta untuk proyek NbIS yang teragregasi dalam skala besar, melampaui studi kasus lokal, dan bagaimana manfaat lingkungan dapat dimonetisasi kembali ke investor?
  3. Mekanisme Realisasi dan Distribusi Dividen Ketahanan: Kesenjangan pendanaan antara kebutuhan dan investasi saat ini masih besar. Laporan menunjukkan modal swasta yang tidak teralokasi dapat mengisi kesenjangan tersebut, tetapi mekanisme untuk menarik modal ini belum sepenuhnya beroperasi. Pertanyaan Terbuka: Dengan asumsi Dividen Ketahanan telah diidentifikasi dan diukur, bagaimana cara terbaik untuk mendistribusikan manfaat finansial yang teridentifikasi ini kembali ke investor swasta (misalnya, melalui insentif regulasi, instrumen blended finance) untuk menciptakan kelas aset infrastruktur yang tangguh secara mandiri dan menarik?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Arah riset ke depan harus berfokus pada penguatan validitas metrik risiko GIRI, mengatasi kesenjangan implementasi solusi, dan menciptakan insentif pasar yang diperlukan untuk mengalirkan modal.

  1. Validasi Empiris Proksi Tata Kelola Terhadap AAL Relatif
    • Justifikasi Ilmiah: Laporan ini menyoroti bahwa tata kelola infrastruktur yang lemah menyebabkan keusangan dini dan risiko tinggi. Indikator Komposit GIRI menggunakan Indeks Efektivitas Pemerintah sebagai proksi kapasitas pemulihan. Namun, hubungan kuantitatif langsung antara metrik tata kelola yang terperinci dan pengurangan kerugian fisik belum divalidasi secara luas.
    • Rekomendasi: Melakukan studi korelasi mendalam (metode: analisis regresi berganda dan pemodelan jalur struktural) antara variabel-variabel tata kelola spesifik (misalnya, transparansi pengadaan, kemandirian lembaga pengawas) dan variasi dalam metrik AAL relatif (AAL dibandingkan nilai aset) antar negara (variabel baru yang dianalisis: indeks kualitas tata kelola sektor).
    • Perlunya Riset Lanjutan: Untuk memperkuat argumen bahwa peningkatan tata kelola secara langsung dan kuantitatif mengurangi kewajiban kontinjensi fiskal, sehingga memberikan insentif politik dan regulasi yang lebih kuat untuk reformasi.
  2. Monetisasi Manfaat Sistemik NbIS Jangka Panjang
    • Justifikasi Ilmiah: NbIS menawarkan manfaat sistemik yang luas (peningkatan keanekaragaman hayati, jasa ekosistem) , yang jauh melampaui biaya aset awal. Namun, manfaat ini sulit diukur dan dimonetisasi, menghambat pengembangan business case yang kuat.
    • Rekomendasi: Mengembangkan model valuasi ekonomi ekosistem (TEEB) yang terintegrasi (metode: valuasi kontingensi dan harga hedonik) untuk mengukur dampak finansial (variabel baru yang dianalisis: nilai jasa ekosistem) dari implementasi NbIS skala besar (konteks baru: proyek konservasi pesisir yang melindungi aset pelabuhan).
    • Perlunya Riset Lanjutan: Untuk menyediakan metrik keuangan yang kredibel bagi investor dan lembaga keuangan, memungkinkan mereka untuk memasukkan nilai lingkungan jangka panjang ke dalam keputusan investasi, dan mempermudah pengintegrasian NbIS ke dalam perencanaan nasional dan pembiayaan swasta.
  3. Mengukur Kecepatan Pemulihan Layanan (Resilience Curve) dan Redundansi Fungsional
    • Justifikasi Ilmiah: Ketahanan layanan sangat penting, dan proses pemulihan dipengaruhi oleh kerentanan komunitas dan kapasitas negara. Kecepatan pemulihan, yang diwakili oleh kurva ketahanan (resilience curve), secara langsung memengaruhi total kerugian pasca-bencana.
    • Rekomendasi: Melakukan riset operasional (metode: studi kasus komparatif dan pemodelan dinamika sistem) untuk mengukur waktu henti layanan esensial (variabel baru yang dianalisis: durasi pemadaman/gangguan layanan) setelah peristiwa bahaya, dengan memfokuskan pada peran Redundansi dan Fleksibilitas Fungsional Sistem (variabel baru) antar-sektor infrastruktur (misalnya, ketersediaan cadangan daya antar-jaringan).
    • Perlunya Riset Lanjutan: Untuk menetapkan standar kinerja pemulihan yang dapat diukur dan memberikan insentif operasional (bukan hanya desain aset) bagi operator infrastruktur untuk berinvestasi dalam koneksi cadangan dan protokol darurat, secara efektif mengurangi area di bawah kurva kerugian.
  4. Penciptaan Metodologi De-Risking untuk Kelas Aset Infrastruktur Tahan Bencana
    • Justifikasi Ilmiah: Laporan ini menggarisbawahi perlunya menciptakan kelas aset baru untuk menarik modal swasta yang tidak teralokasi, yang cukup untuk mengisi kesenjangan pendanaan. Investasi di LMICs tetap berisiko tinggi.
    • Rekomendasi: Penelitian terapan (metode: pemodelan keuangan dan analisis portofolio) untuk mengembangkan metodologi de-risking yang inovatif (misalnya, blending finance, instrumen seperti Debt-for-Climate Swaps) yang dapat digunakan untuk mengagregasi proyek ketahanan skala kecil (variabel baru yang dianalisis: tingkat mitigasi risiko politik dan pasar) ke dalam portofolio yang menarik bagi investor institusional (konteks baru: proyek pipa air dan sanitasi di negara berpenghasilan rendah).
    • Perlunya Riset Lanjutan: Untuk memetakan jalur konkret bagi modal swasta untuk memasuki pasar infrastruktur yang tangguh di negara-negara yang paling membutuhkan, yaitu dengan mengubah risiko pasar yang tidak diinginkan menjadi risiko yang dapat dihitung.
  5. Disagregasi Risiko dan Dampak Sosial Berbasis GIRI Hingga Level Komunitas
    • Justifikasi Ilmiah: Risiko bencana didistribusikan secara tidak proporsional, dipengaruhi oleh faktor sosial seperti gender, status, dan kemiskinan. Kerentanan komunitas lokal, diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (HDI), memengaruhi proses pemulihan.
    • Rekomendasi: Mengembangkan GIRI Lokalisasi/Sub-Nasional (metode: integrasi data GIRI dengan survei kerentanan sosial) yang mencakup indikator sosial (variabel baru yang dianalisis: Indeks Kerentanan Sosial-Ekonomi atau akses dan kontrol sumber daya) untuk mengukur risiko secara lebih akurat pada tingkat komunitas terisolasi atau rentan (konteks baru: wilayah yang didominasi oleh populasi berpenghasilan rendah).
    • Perlunya Riset Lanjutan: Untuk memastikan investasi ketahanan mengarah pada solusi yang inklusif dan memitigasi dampak yang tidak proporsional terhadap komunitas yang paling rentan, sehingga investasi infrastruktur dapat berkontribusi pada pembangunan yang adil.

Ajakan Kolaboratif dan Acuan Utama

Penelitian lebih lanjut untuk mengoperasionalkan GIRI, memonitor kurva ketahanan, dan memetakan mekanisme keuangan harus melibatkan institusi akademik dan teknis (untuk memvalidasi model), pemerintah nasional (untuk integrasi tata kelola dan data), dan institusi keuangan multilateral serta investor swasta (untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil dalam konteks pasar).

Baca paper aslinya di sini: Baca paper aslinya di sini.

 

Selengkapnya
Menguasai Dividen Ketahanan: Peta Jalan Riset Infrastruktur Global untuk 2050

Teknik Sipil

Menggunakan Kekuatan Berita: Kerangka Kerja Terpadu untuk Transportasi Jalan Tahan Banjir di Greater Bay Area

Dipublikasikan oleh Raihan pada 31 Oktober 2025


Resensi Riset Akademik: Meningkatkan Manajemen Banjir Sistem Transportasi Jalan melalui Analitik Data Media Berita dan Penilaian Kerentanan

Sistem jaringan jalan merupakan komponen vital dari infrastruktur perkotaan, memfasilitasi pergerakan barang, logistik, dan manusia, baik dalam situasi normal maupun darurat. Namun, kerentanan sistem ini terhadap banjir air permukaan (), diperburuk oleh perubahan iklim dan urbanisasi yang cepat, menimbulkan tantangan signifikan bagi manajemen bencana perkotaan. Penelitian yang beredar telah merekomendasikan perlunya strategi yang lebih fleksibel dan adaptif untuk mengatasi kondisi yang tidak terduga dan dinamis. Dalam konteks ini, penelitian ini menawarkan kerangka kerja terintegrasi yang inovatif, berpusat pada pemanfaatan analitik data media berita sebagai aset yang kurang dimanfaatkan untuk meningkatkan manajemen banjir dalam sistem transportasi jalan, dengan mengambil Greater Bay Area (GBA) di Tiongkok sebagai studi kasus.

Penelitian ini secara eksplisit menjawab pertanyaan sentral: "Bagaimana manajemen banjir dalam sistem transportasi jalan dapat ditingkatkan melalui analitik data media berita?". Melalui tiga fase fokus manajemen banjir—kesiapsiagaan dan peringatan dini, respons dan pemulihan, serta mitigasi, risiko, dan pemodelan kerentanan—temuan-temuan yang saling terkait memberikan lensa baru untuk tata kelola bencana.

Jalur Logis Perjalanan Temuan

Kerangka kerja yang diusulkan dibangun di atas model konseptual Source-Pathway-Receptor-Consequence (SPRC), memetakan hubungan antara pemicu (curah hujan), jalur transmisi (aliran air permukaan), penerima (jalan permukaan), dan konsekuensinya (kerugian dampak). Penelitian ini menggunakan data riwayat media berita dari proyek GDELT (Global Database of Events, Language, and Tone) GKG dari 2015 hingga 2021, diperkuat dengan data konvensional seperti jaringan jalan OpenStreetMap (OSM) dan informasi curah hujan.

Fase 1: Kesiapsiagaan dan Peringatan Dini (Aktivitas Media Berita)

Analisis data media berita GDELT, menggunakan indeks perhatian media (jumlah artikel) dan sentimen berita (skor nada artikel), menghasilkan pola spasial dan temporal yang jelas.

  • Pola Spasial: Perhatian media secara signifikan terkonsentrasi di kota-kota GBA yang padat penduduk dan maju secara ekonomi (misalnya, Guangzhou, Shenzhen, dan Hong Kong). Analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan positif yang kuat dan signifikan antara perhatian media dengan populasi (, ) dan PDB (, ). Namun, sentimen berita tidak menunjukkan bias yang signifikan terhadap populasi atau PDB, dengan koefisien korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan. Temuan ini menunjukkan bahwa media berita berperan sebagai cermin objektif dalam melaporkan kerusakan transportasi, tetapi fokus liputannya didorong oleh potensi dampak sosial-ekonomi yang besar.
  • Pola Temporal: Liputan media mencapai puncaknya selama musim basah (Mei hingga September), sejalan dengan curah hujan, dan menunjukkan sentimen yang lebih negatif dibandingkan dengan musim kemarau. Lebih lanjut, perhatian media terhadap kerusakan transportasi menunjukkan pola V-terbalik terbalik (inverted V-shaped), di mana sebagian besar artikel diterbitkan selama periode banjir, bukan mendahuluinya. Hal ini menggarisbawahi perlunya peningkatan signifikan dalam penyebaran informasi dan peringatan dini.

Fase 2: Respons dan Pemulihan (Kolaborasi Agensi Pemerintah)

Fase ini menggunakan analisis jaringan dari agensi pemerintah yang disebutkan dalam artikel berita untuk menilai keterlibatan dan kolaborasi selama lima peristiwa banjir parah (2017-2021).

  • Jaringan dan Sentralitas: Agensi-agensi seperti Departemen Keamanan Publik, Departemen Keuangan, Departemen Sumber Daya Alam, Departemen Meteorologi, dan Departemen Transportasi terbukti paling aktif dan memiliki nilai sentralitas tertinggi (Degree, Betweenness, dan Closeness). Hal ini menempatkan mereka sebagai simpul-simpul kritis yang sangat diperlukan untuk koordinasi sumber daya dan penyebaran informasi yang efisien.
  • Pola Kolaborasi: Kolaborasi agensi ditemukan lebih erat selama banjir akibat topan dibandingkan banjir non-topan, menunjukkan bahwa tingkat keparahan bencana mendorong peningkatan kerja sama. Meskipun demikian, terdapat keterbatasan kolaborasi antara Departemen Transportasi dan Departemen Meteorologi, dengan sedikit atau tanpa kemunculan bersama dalam berita di beberapa peristiwa banjir. Padahal, integrasi data meteorologi sangat penting untuk manajemen transportasi yang efektif selama banjir.

Fase 3: Mitigasi, Risiko, dan Pemodelan Kerentanan (Dampak Potensial)

Fase terakhir mengintegrasikan penilaian kerentanan infrastruktur jalan (dampak langsung/tangible) dengan analisis media berita tentang gangguan transportasi (dampak tidak langsung/tangible).

  • Kerentanan Infrastruktur Jalan: Penilaian menggunakan metode berbasis indeks dan bobot CRITIC menemukan bahwa distrik dengan jalan yang jarang dan bergradasi tinggi lebih rentan secara fisik terhadap banjir. Secara spasial, kerentanan cenderung lebih rendah di distrik-distrik di GBA Barat dibandingkan di GBA Tengah dan Timur. Uniknya, Distrik Sentral Bisnis (CBD) kota menunjukkan kerentanan yang rendah atau sangat rendah, berkat waktu respons darurat yang cepat dan kepadatan jalan, jembatan, dan gorong-gorong yang relatif lebih tinggi, mengimbangi eksposur tinggi. Distrik-distrik tertentu, seperti Yau Tsim Mong di Hong Kong, menunjukkan kerentanan yang sangat rendah meskipun eksposurnya tinggi, yang dikaitkan dengan kemampuan pengurangan bencana yang sangat tinggi.
  • Dampak Transportasi Tidak Langsung: Analisis frekuensi kata pada data media berita mengidentifikasi logistik transportasi sebagai kategori kerusakan yang paling sering dilaporkan, diikuti oleh transportasi publik. Menariknya, terdapat hubungan terbalik antara frekuensi dampak dan tingkat keparahan sentimen: kecelakaan lalu lintas memiliki frekuensi terendah tetapi sentimen paling negatif (), menunjukkan kerusakan yang jarang tetapi sangat serius. Sebaliknya, gangguan logistik sering terjadi tetapi menimbulkan sentimen yang sedikit negatif. Selain itu, investigasi jalan rawan banjir menyoroti jalan-jalan utama seperti Shennan Avenue di Shenzhen sebagai titik fokus perhatian media tertinggi, mengindikasikan tingkat dampak yang parah.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Penelitian ini memberikan kontribusi teoritis yang kuat dengan mengembangkan metodologi terintegrasi yang secara efektif menggabungkan analitik data media berita, yang dikenal objektif dan andal, dengan penilaian kerentanan konvensional. Kontribusi utamanya adalah mengalihkan fokus dari analisis media sosial yang subjektif ke analisis media berita untuk manajemen bencana.

Penelitian ini memelopori penggunaan analitik media berita untuk mengukur kinerja tata kelola bencana dengan menyediakan perspektif dan metode untuk analisis jaringan agensi pemerintah. Dengan mengukur keterlibatan agensi dan kolaborasi melalui data berita, penelitian ini menawarkan cara yang lebih objektif untuk mengevaluasi efektivitas respons dan kepatuhan terhadap kebijakan yang dirancang.

Secara praktis, temuan ini memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk otoritas kota. Misalnya, mengidentifikasi pola V-terbalik dalam liputan media mengarah pada rekomendasi langsung untuk meningkatkan informasi peringatan dini sebelum banjir. Selain itu, hasil penilaian kerentanan memberikan arahan yang tepat untuk perencanaan jalan dan desain infrastruktur yang tangguh (misalnya, meningkatkan kepadatan jalan di distrik rentan, membangun Blue-Green Infrastructure (BGI) di CBD).

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun kerangka kerja terintegrasi ini merupakan langkah maju, penelitian ini memiliki keterbatasan yang menunjuk pada perlunya studi lanjutan.

  • Mekanisme Dampak yang Tidak Jelas: Keterhubungan antara tingkat aktivitas media berita dan konsekuensi banjir (misalnya, kerugian transportasi aktual) masih tidak jelas. Tidak adanya data kerusakan transportasi nyata (real transport damage data) mencegah analisis korelasional yang dapat memastikan apakah liputan media yang lebih banyak benar-benar menghasilkan pengurangan kerugian yang efektif.
  • Jaringan Non-Pemerintah (NGO): Analisis jaringan hanya berfokus pada agensi pemerintah. Kualitas data yang terbatas dalam proyek GDELT GKG menyulitkan ekstraksi informasi yang andal mengenai Organisasi Non-Pemerintah (NGO). Peran pelengkap dan kritis NGO dalam kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan, oleh karena itu, tidak dapat dinilai.
  • Dampak Tidak Berwujud Makroskopik: Analisis dampak terbatas pada konsekuensi langsung dan tidak langsung yang nyata (kerusakan fisik dan gangguan transportasi) pada tingkat makroskopik. Pengaruh gangguan transportasi terhadap seluruh sistem perkotaan, termasuk kegiatan sosio-ekonomi, masih terbatas, yang memerlukan integrasi model hidrologi dan lalu lintas yang kompleks.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Berikut adalah lima jalur riset ke depan yang berbasis temuan dan keterbatasan dalam studi ini, ditujukan khusus untuk komunitas akademik dan penerima hibah:

  1. Mengkorelasikan Aktivitas Media Berita dengan Kerugian Transportasi Riil:
    • Basis Temuan: Hipotesis bahwa perhatian media yang lebih tinggi dapat mengurangi kerugian transportasi belum teruji karena kurangnya data kerusakan nyata.
    • Metode/Variabel Baru: Penelitian lanjutan harus berfokus pada pengumpulan data kerusakan transportasi riil (misalnya, penutupan jalan, biaya perbaikan, durasi gangguan) melalui perjanjian bagi data dengan departemen transportasi atau metode berbasis citra (image identification) dari media. Variabel baru ini akan memungkinkan analisis korelasi yang definitif untuk mengukur efektivitas reduksi kerusakan sebagai fungsi dari intensitas dan timing liputan media.
    • Perlunya Lanjutan: Validasi ini sangat penting untuk memberikan justifikasi ilmiah bagi alokasi dana publik pada strategi komunikasi dan peringatan dini berbasis media dalam manajemen bencana.
  2. Pemodelan Jaringan Kolaborasi Agensi Multi-Pihak:
    • Basis Temuan: Penelitian ini menunjukkan eratnya kolaborasi antar agensi pemerintah selama banjir topan, tetapi mengesampingkan peran NGO karena tantangan data.
    • Metode/Variabel Baru: Penelitian di masa depan harus menyusun daftar NGO yang terlibat dalam manajemen banjir dan mengembangkan algoritma penambangan teks untuk mengekstrak informasi NGO dari GDELT dan sumber sekunder (misalnya, media sosial). Selanjutnya, analisis jaringan harus dilakukan untuk memetakan keterlibatan dan kolaborasi antara pemerintah dan NGO (Government-NGO network).
    • Perlunya Lanjutan: Menganalisis jaringan multi-pihak ini akan mengidentifikasi kesenjangan koordinasi dan memformulasikan strategi untuk memperkuat kemitraan publik-swasta dalam meningkatkan kapasitas respons dan pemulihan bencana.
  3. Analisis Dampak Tidak Berwujud Sosio-Ekonomi Jangka Panjang:
    • Basis Temuan: Studi ini terbatas pada dampak fisik dan gangguan transportasi; pemahaman tentang bagaimana gangguan ini memengaruhi kegiatan sosio-ekonomi masih terbatas.
    • Metode/Variabel Baru: Mengintegrasikan model simulasi (seperti model hidrodinamik dan model lalu lintas) dengan data sosio-ekonomi (misalnya, PDB per kapita, data penggunaan lahan) untuk mengukur sensitivitas sosio-ekonomi yang disebabkan oleh kerusakan transportasi.
    • Perlunya Lanjutan: Pendekatan holistik ini akan memungkinkan prediksi dampak jangka panjang dan penetapan prioritas investasi mitigasi yang memaksimalkan manfaat sosial dan ekonomi.
  4. Optimalisasi Desain Infrastruktur Jalan Tahan Banjir Berbasis Kerentanan:
    • Basis Temuan: Penelitian ini menemukan bahwa distrik dengan kerentanan tinggi (misalnya, Dongguan, Longmen) perlu fokus pada peningkatan kepadatan jalan atau konstruksi jalan/jembatan bergradasi tinggi, sedangkan CBD mendapat manfaat dari Blue-Green Infrastructure (BGI).
    • Metode/Variabel Baru: Menerapkan model optimasi spasial (spatial optimization models) yang menggabungkan hasil kerentanan, kriteria biaya-manfaat (cost-benefit criteria), dan proyeksi perubahan iklim/urbanisasi untuk mengoptimalkan alokasi BGI dan lokasi pembangunan jalan baru.
    • Perlunya Lanjutan: Ini akan menginformasikan perencanaan infrastruktur GBA 15 tahun ke depan, memastikan bahwa investasi di bidang transportasi selaras dengan tujuan ketahanan banjir yang berkelanjutan.
  5. Peramalan Kinerja Transportasi dalam Skenario Compound Flood:
    • Basis Temuan: GBA sering menghadapi compound flood hazards (kombinasi curah hujan, gelombang badai, dan efek pasang surut). Penelitian ini berfokus pada analisis peristiwa tunggal.
    • Metode/Variabel Baru: Mengembangkan model skenario berbasis risiko yang memperhitungkan probabilitas dan dampak gabungan beberapa ancaman (compound flood) dan memprediksi penurunan kinerja sistem transportasi (misalnya, capacity reduction). Model ini harus memanfaatkan data meteorologi canggih (misalnya, CMIP6 projections) untuk memproyeksikan skenario masa depan.
    • Perlunya Lanjutan: Pemahaman tentang ancaman gabungan akan memungkinkan Departemen Transportasi untuk mengembangkan protokol respons dan evakuasi yang lebih kompleks dan andal, yang saat ini menjadi perhatian utama di kota-kota pesisir Tiongkok.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi Universitas Nottingham Ningbo China, Institute of Urban Environment, Chinese Academy of Sciences, dan otoritas GBA (khususnya Departemen Transportasi dan Meteorologi) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, terutama dalam hal berbagi data operasional yang krusial.

Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
Menggunakan Kekuatan Berita: Kerangka Kerja Terpadu untuk Transportasi Jalan Tahan Banjir di Greater Bay Area

Perubahan Iklim

Jalur Adaptif untuk Ketahanan Infrastruktur: Agenda Riset 10-Poin dari Konferensi Teknis CDRI 2022

Dipublikasikan oleh Raihan pada 31 Oktober 2025


 

Resensi Riset dan Arah Riset ke Depan: Jalur Adaptif untuk Infrastruktur yang Lebih Tangguh

Pendahuluan

Kolaborasi untuk Infrastruktur Tangguh Bencana (Coalition for Disaster Resilient Infrastructure/CDRI) secara eksplisit bertujuan untuk memperluas pemahaman dan tindakan global mengenai infrastruktur tangguh iklim dan bencana (DRI) melalui penciptaan, kurasi, dan penyebaran pengetahuan. Dokumen ini, yang merupakan Proceedings dari Konferensi Teknis DRI 2022, berfungsi sebagai fondasi penting untuk memetakan arah riset ke depan, dengan fokus pada tema sentral 'Jalur Adaptif untuk Ketahanan Bencana' (Adaptive Pathways for Disaster Resilience).

Kerangka Adaptive Pathways muncul sebagai respons langsung terhadap tantangan modern: infrastruktur, yang secara tradisional direncanakan untuk horizon 10 hingga 50 tahun, kini menghadapi guncangan tak terduga akibat bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dampak akselerasi perubahan iklim. Interkoneksi sistemik yang semakin kompleks antaraset infrastruktur (misalnya, energi, transportasi, air) semakin menambah kerentanan baru. Oleh karena itu, Adaptive Pathways diusulkan sebagai pendekatan yang memungkinkan perbaikan inkremental dan progresif dari waktu ke waktu, memastikan sistem infrastruktur dapat menghadapi bencana saat ini dengan kesiapsiagaan yang lebih baik sambil membangun ketahanan jangka panjang terhadap bahaya di masa depan. Dokumen ini menyajikan agenda tindakan komprehensif yang dirumuskan dari wawasan 25 makalah penelitian berkualitas tinggi, yang secara khusus ditujukan untuk komunitas akademik, peneliti, dan lembaga pemberi hibah.

Parafrase Isi Paper: Jalur Logis Perjalanan Temuan

Perjalanan temuan dalam dokumen ini mengikuti jalur logis dari kebutuhan konseptual hingga solusi spesifik dan agenda aksi.

1. Kebutuhan Konseptual dan Sistemik: Kerangka kerja dimulai dari pengakuan bahwa ketahanan harus terintegrasi dalam desain sistem dengan proses fleksibel yang memungkinkan peningkatan berkelanjutan tanpa mengganggu kinerja sistem secara keseluruhan. Penilaian sistemik terhadap kerentanan infrastruktur kritis akibat dampak perubahan iklim dan bencana adalah persyaratan dasar. Hal ini terlihat dari studi kasus mengenai jaringan transportasi di empat negara Afrika, yang secara jelas menunjukkan implikasi mendalam dari kerentanan dan manfaat spesifik dari ketahanan. Selain itu, upaya untuk membangun ketahanan menuntut pengelolaan pemangku kepentingan yang beragam, yang mengharuskan mereka menyelaraskan tujuan yang saling bersaing melalui kemitraan yang terstruktur.

2. Pengembangan Kerangka Kerja dan Alat Penilaian: Untuk mendukung implementasi, kerangka kerja dan alat pendukung keputusan harus dikembangkan untuk memungkinkan penilaian kinerja yang sadar dengan umpan balik yang jelas bagi pembuat kebijakan, industri, dan masyarakat. Sebuah metodologi yang diusulkan adalah Penilaian Kinerja Ketahanan (Resilience Performance Assessment/RPA), yang menggabungkan analisis biaya-manfaat dari berbagai jalur adaptasi—termasuk solusi fisik dan finansial (seperti asuransi atau pembebasan pajak). Selain itu, terdapat kebutuhan yang ditekankan untuk mengubah paradigma valuasi investasi. Model yang ada harus diperluas dari sekadar Net Present Worth untuk secara eksplisit memasukkan risiko bencana, kerugian terkait, dan manfaat yang dihindari, sehingga membuat investasi ketahanan menjadi lebih menarik secara finansial.

3. Solusi Teknis dan Kontekstual yang Muncul: Konferensi ini menyoroti sejumlah solusi adaptif yang dapat ditindaklanjuti. Alat digital terintegrasi memainkan peran penting, seperti aplikasi web InfraRiveChange yang dikembangkan oleh CDRI fellows untuk memetakan migrasi sungai dan risiko terhadap jembatan. Di bidang mitigasi fisik, kerentanan infrastruktur eksisting dapat ditingkatkan melalui retrofitting dengan biaya marginal, seperti penggunaan isolasi dasar (base isolations) untuk bangunan rumah sakit menggunakan unbonded fibre-reinforced elastomeric isolators untuk ketahanan gempa. Di ranah perkotaan, perencanaan adaptif juga dapat memanfaatkan ruang terbuka sebagai alat mitigasi banjir dan panas, yang secara bersamaan memberikan manfaat non-fisik (co-benefits) seperti peningkatan kualitas udara dan gaya hidup.

4. Kebutuhan Kapasitas dan Implementasi Inklusif: Jalur logis diakhiri dengan kebutuhan untuk membangun kapasitas spesifik di antara para pemangku kepentingan dan menyesuaikan kurikulum pendidikan tinggi untuk mengarusutamakan inovasi teknis dan praktik interdisipliner. Terakhir, perencanaan adaptif harus bersifat inklusif, merancang sistem dengan mempertimbangkan anggota masyarakat yang paling rentan, seperti penyandang disabilitas atau kelompok usia rentan.

Sorotan Data Kuantitatif

Meskipun artikel ini merupakan rangkuman dan bukan makalah riset primer, temuan spesifik dari makalah yang direferensikan menawarkan metrik kuantitatif yang kuat:

  • Pemanfaatan Ruang Terbuka Perkotaan: Sebuah temuan simulasi skenario menunjukkan bahwa penempatan pohon pada hotspot pulau panas perkotaan (urban heat island) dapat menyebabkan penurunan suhu permukaan hingga 5°C. Temuan ini menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru di bidang pemodelan iklim mikro perkotaan dan Rekayasa Sistem berbasis alam (Nature-based Solutions/NbS).
  • Pemantauan Risiko Migrasi Sungai: Aplikasi InfraRivChange menunjukkan pergeseran signifikan pada posisi saluran aktif Sungai Ghaghara (India) antara tahun 1990 dan 2020. Penilaian menggunakan alat tersebut menghasilkan Indeks Jaccard (0.15) dan Koefisien Kesamaan Dice (0.26) yang sangat rendah, menunjukkan potensi risiko tinggi terhadap infrastruktur jembatan kritis di wilayah dinamis ini. Angka-angka ini memperkuat perlunya pengawasan aset real-time menggunakan teknologi penginderaan jauh berbiaya rendah dan membuktikan kelayakan pemindahan metodologi ke pengaturan sungai dinamis lain di Asia Tenggara.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi utama dari dokumen prosiding ini adalah penekanan kolektif pada pergeseran paradigma dari Disaster Risk Assessment statis menuju Adaptive Pathways yang dinamis dan berfokus pada solusi.

  • Pengenalan Kerangka Kerja Sistemik: Prosiding ini secara tegas mendorong pendekatan sistemik untuk ketahanan, mengakui bahwa kompleksitas dan interdependensi aset infrastruktur menuntut ketahanan kolektif, bukan hanya ketahanan aset individu. Ini adalah kontribusi penting bagi bidang rekayasa infrastruktur yang secara tradisional fokus pada ketahanan aset tunggal.
  • Advokasi Valuasi Baru: Kontribusi krusial lainnya adalah seruan untuk mengubah paradigma valuasi investasi. Dengan menghubungkan konsep asuransi dan valuasi, para peneliti mendorong agar analisis ekonomi memasukkan kerugian yang dihindari (avoided losses) dan manfaat jangka panjang. Perluasan ini memposisikan ketahanan bukan sekadar biaya, melainkan peluang investasi yang menguntungkan, yang sangat relevan bagi lembaga pembiayaan dan penerima hibah riset.
  • Peta Jalan Interdisipliner: Konferensi ini secara aktif menjembatani kesenjangan antara disiplin ilmu (interdisiplinaritas), yang saat ini menjadi hambatan bagi aksi ketahanan yang optimal. Dokumen ini menyediakan cetak biru untuk kolaborasi antara akademisi, industri, dan pembuat kebijakan, yang merupakan terobosan dari model penelitian silo tradisional.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun menyajikan agenda aksi yang ambisius, dokumen ini secara implisit menyoroti beberapa keterbatasan dan pertanyaan terbuka yang memerlukan penelitian mendesankan dari komunitas akademik.

  • Kesenjangan Leksikal dan Konsistensi: Keterbatasan pertama adalah tidak adanya kosakata umum yang konsisten untuk Disaster Resilient Infrastructure (DRI). Persepsi yang berbeda tentang DRI di antara berbagai pemangku kepentingan (pemerintah, swasta, akademisi) menghambat komunikasi dan koordinasi yang efektif. Pertanyaan Terbuka: Bagaimana kerangka kerja leksikal yang seragam dapat divalidasi secara universal melintasi batas geografis dan sektoral untuk mengukur kemajuan DRI secara konsisten?
  • Transisi Riset-Aksi: Terdapat kesenjangan signifikan antara pengetahuan yang dihasilkan oleh riset dan adopsi praktisnya. Meskipun solusi teknologis tersedia (seperti isolator gempa atau aplikasi GIS), ekosistem inovasi untuk mengubah temuan penelitian menjadi inovasi yang dapat ditindaklanjuti masih lemah. Pertanyaan Terbuka: Model bisnis dan insentif kebijakan apa yang paling efektif dalam mendorong Riset Terjemahan (Translational Research) dan transfer teknologi dari laboratorium ke lapangan, terutama bagi UKM dan pemerintah daerah?
  • Metodologi Kuantifikasi Manfaat: Meskipun perlunya analisis ekonomi tentang kerugian yang dihindari disorot, kerangka kerja dan model untuk mengkuantifikasi manfaat finansial (misalnya, return on investment/ROI) dari investasi ketahanan masih kurang. Pertanyaan Terbuka: Bagaimana kita dapat mengembangkan metodologi standar untuk secara akurat mengukur nilai moneter dari manfaat non-tangible (co-benefits), seperti peningkatan kualitas hidup dari ruang terbuka hijau, yang dapat diintegrasikan ke dalam analisis Biaya-Manfaat (Cost-Benefit Analysis/CBA) makroekonomi?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Untuk mendorong implementasi Adaptive Pathways ke depan, rekomendasi riset ini secara eksplisit disusun bagi para peneliti dan penerima hibah riset, dengan fokus pada pengisian kesenjangan yang disoroti oleh temuan kolektif.

1. Riset Translasi Penilaian Risiko Sistemik dan Senario Majemuk

Rekomendasi: Mengembangkan protokol riset translasi yang dapat digunakan secara rutin untuk penilaian risiko sistemik yang memperhitungkan bahaya yang bersifat majemuk (compounding), berjenjang (cascading), dan bersamaan (concurrent). Penelitian harus berfokus pada pembangunan model skenario berbasis kejadian (scenario-based event models) untuk mengakomodasi peningkatan frekuensi peristiwa yang "belum pernah terjadi sebelumnya" (unprecedented events).

Justifikasi Ilmiah: Temuan menunjukkan bahwa interdependensi sistem infrastruktur (misalnya, kegagalan listrik menyebabkan kegagalan air) menciptakan kerentanan yang kompleks. Riset saat ini masih didominasi oleh penilaian risiko aset tunggal. Penelitian lanjutan harus menggunakan pendekatan agent-based modeling atau system dynamics untuk mensimulasikan kegagalan berjenjang di seluruh sektor kritis (energi, transportasi, air) di bawah kombinasi bahaya (misalnya, gempa bumi + kegagalan panas yang berkepanjangan). Tujuannya adalah untuk menghasilkan data kinerja ketahanan pada level sistem yang dapat memandu alokasi sumber daya berbasis risiko.

2. Analisis Ekonomi Komprehensif: Mengukur Nilai Avoided Losses

Rekomendasi: Merancang dan memvalidasi kerangka kerja analisis ekonomi yang melampaui analisis biaya-manfaat tradisional (CBA) dengan menyajikan metodologi yang kokoh untuk mengkuantifikasi kerugian yang dihindari (avoided losses) dari investasi ketahanan. Fokus harus pada pengembangan model yang dapat mengaitkan secara langsung intervensi spesifik (misalnya, retrofitting jembatan atau adopsi base isolation pada rumah sakit) dengan peningkatan Net Present Value (NPV) proyek.

Justifikasi Ilmiah: Agar investasi sektor swasta dan pemerintah dalam ketahanan menjadi masif, diperlukan bukti kuat yang dapat dipertanggungjawabkan secara finansial. Saat ini, kesenjangan signifikan ada pada kerangka kerja untuk analisis ekonomi investasi adaptasi. Riset lanjutan harus mengintegrasikan konsep dari aktuaria dan asuransi dengan penilaian risiko teknik sipil untuk mengembangkan metrik finansial baru—seperti Koefisien Kenaikan Nilai Ketahanan—yang menunjukkan bagaimana keputusan investasi dapat meningkatkan manfaat investasi dan menambah nilai.

3. Integrasi Pengetahuan Pribumi dengan Teknologi Resolusi Tinggi

Rekomendasi: Melakukan penelitian lapangan dan kolaboratif (participatory bottom-up research) untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan bukti ilmiah yang kredibel tentang potensi pengetahuan tradisional, keterampilan, dan kearifan lokal dalam membangun ketahanan. Hasilnya kemudian harus diintegrasikan dengan alat dan solusi digital bergranularitas dan resolusi tinggi (seperti aplikasi GIS dan penginderaan jauh yang canggih) untuk menciptakan intervensi yang dapat ditindaklanjuti dan tepat waktu.

Justifikasi Ilmiah: Meskipun teknologi modern (seperti InfraRivChange ) menawarkan akurasi dan pemantauan real-time, kearifan lokal seringkali memberikan pemahaman kontekstual yang mendalam tentang risiko dan solusi berbasis lingkungan. Kesenjangan saat ini adalah memadukan kedua domain ini. Riset harus mengembangkan antarmuka model hibrida yang memungkinkan peneliti, insinyur, dan praktisi lokal untuk menggabungkan data berbasis lahan (dari pengetahuan tradisional) dengan data satelit (resolusi tinggi) untuk meningkatkan akurasi penilaian risiko dan perencanaan adaptasi di tingkat lokal.

4. Pengembangan Model Multidimensi untuk Co-Benefits dan Inklusivitas

Rekomendasi: Merumuskan dan menguji model iklim multidimensi yang secara eksplisit mengkuantifikasi dan memetakan co-benefits (manfaat bersama) dari intervensi ketahanan adaptif. Penelitian harus meluas dari dampak fisik (seperti pengurangan banjir/panas ) ke dampak sosial, seperti keadilan iklim dan inklusivitas, dengan secara sistematis memasukkan kekhawatiran spesifik dari kelompok rentan (disabilitas, lansia, atau berdasarkan gender) ke dalam proses desain infrastruktur.

Justifikasi Ilmiah: Peningkatan iklim perkotaan, seperti yang ditunjukkan oleh simulasi penurunan suhu 5°C dari penanaman pohon, menunjukkan bahwa tindakan adaptif memiliki manfaat ganda. Namun, model saat ini jarang mengukur manfaat co-benefits ini secara komprehensif. Riset lanjutan harus mengembangkan kerangka kerja penilaian dampak sosial dan lingkungan untuk setiap proyek adaptasi infrastruktur. Metodologi ini harus menghasilkan data yang dapat membenarkan investasi tambahan berdasarkan hasil positif ganda, memajukan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), dan memastikan bahwa infrastruktur tidak menciptakan ketidaksetaraan baru.

5. Kurikulum Pendidikan Tinggi Antardisiplin dan Ekosistem Kapasitas

Rekomendasi: Merancang dan menguji coba kurikulum pendidikan tinggi untuk Disaster Resilient Infrastructure (DRI) yang bersifat antardisiplin, menjembatani teknik sipil, manajemen bencana, ilmu sosial, dan perencanaan kebijakan. Penelitian harus memetakan kebutuhan pembelajaran (learning needs) yang spesifik dan mengembangkan strategi yang dapat ditindaklanjuti untuk membangun kapasitas pembuat kebijakan dan praktisi dalam mengarusutamakan ketahanan.

Justifikasi Ilmiah: Terdapat kebutuhan mendesak untuk mengembangkan profesional khusus dan mengatasi kesenjangan kapasitas yang ada. Saat ini, kapasitas dan riset DRI tersebar di berbagai disiplin ilmu. Riset lanjutan harus berfokus pada pemetaan kapabilitas saat ini di pasar tenaga kerja dan lembaga akademik, mengidentifikasi kekurangan, dan kemudian merancang modul pendidikan formal (sarjana/pascasarjana) dan pelatihan profesional yang mengintegrasikan inovasi teknis terkini, praktik industri, dan perencanaan kebijakan. Hasilnya akan memungkinkan CDRI untuk menjadi jangkar dalam jaringan pusat penelitian dan industri untuk memperkuat kapasitas antardisiplin.

Kesimpulan dan Ajakan Kolaboratif

Agenda riset ini mengarahkan komunitas akademik untuk secara kolektif menjawab tantangan ketidakpastian iklim dengan solusi adaptif dan sistemik. Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi penelitian terkemuka (untuk riset translasi), lembaga pendanaan dan bank pembangunan multilateral (untuk memvalidasi model ekonomi avoided losses), dan pembuat kebijakan di tingkat nasional dan kota (untuk mengarusutamakan kurikulum dan kerangka kerja inklusif) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang tinggi.

Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
Jalur Adaptif untuk Ketahanan Infrastruktur: Agenda Riset 10-Poin dari Konferensi Teknis CDRI 2022
page 1 of 1.267 Next Last »